Penduduk Khartoum Lelah dengan Perang, Ingin Kembali Hidup Normal
Senin, 22 Mei 2023 - 23:30 WIB
KHARTOUM - Serangan udara dan bentrokan antara faksi-faksi yang bertikai di Sudan masih terdengar di ibu kota Khartoum pada Minggu (21/5/2023). Penduduk Khartoum berharap pertempuran segera berakhir, dan bisa kembali hidup normal.
Harapan muncul setelah munculnya kesepakatan gencatan senjata selama satu pekan yang digagas Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi. Safaa Ibrahim (35), seorang warga Khartoum, mengatakan kepada Reuters melalui telepon, bahwa dia berharap kesepakatan itu dapat mengakhiri konflik.
“Kami lelah dengan perang ini. Kami telah diusir dari rumah kami, dan keluarga kami telah tersebar di antara kota-kota di Sudan dan Mesir,” kata Ibrahim. “Kami ingin kembali ke kehidupan normal dan aman. Al-Burhan dan Hemedti harus menghormati keinginan orang untuk hidup,” lanjutnya.
Menurut teks kesepakatan Jeddah, sebuah komite yang terdiri dari tiga perwakilan dari masing-masing pihak yang bertikai, tiga dari Arab Saudi dan tiga dari AS, akan memantau jalannya gencatan senjata.
Kesepakatan yang ditandatangani pada Sabtu (20/5/2023) oleh tentara Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF) paramiliter saingannya setelah pembicaraan di kota Jeddah, Saudi, akan mulai berlaku pada Senin (22/5/2023) malam. Mekanisme pemantauan didukung secara internasional, diharapkan memungkinkan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.
Pengumuman gencatan senjata yang berulang sejak konflik dimulai pada 15 April gagal menghentikan pertempuran, tetapi kesepakatan Jeddah menandai pertama kalinya kedua belah pihak menandatangani perjanjian gencatan senjata setelah negosiasi.
Analis mengatakan, tidak jelas apakah panglima militer Abdel Fattah Al-Burhan atau komandan RSF Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti, mampu menegakkan gencatan senjata di lapangan. Keduanya sebelumnya mengindikasikan mereka sedang mencari kemenangan dalam perang, dan tak satu pun dari mereka melakukan perjalanan ke Jeddah.
Tentara dan RSF menegaskan kembali komitmen mereka terhadap gencatan senjata dalam pernyataan pada hari Minggu, bahkan saat pertempuran berlanjut. Meski demikian, saksi melaporkan bentrokan sporadis di Khartoum tengah dan selatan pada Minggu pagi, diikuti oleh serangan udara dan tembakan anti-pesawat di kemudian hari di Khartoum timur dan Omdurman.
Sejak perang dimulai, 1,1 juta orang telah meninggalkan rumah mereka, pindah baik di dalam Sudan atau ke negara tetangga, menciptakan krisis kemanusiaan yang mengancam ketidakstabilan kawasan.
Mereka yang masih berada di Khartoum berjuang untuk bertahan hidup di tengah penjarahan massal, jatuhnya layanan kesehatan, dan berkurangnya pasokan makanan, bahan bakar, listrik, dan air.
Harapan muncul setelah munculnya kesepakatan gencatan senjata selama satu pekan yang digagas Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi. Safaa Ibrahim (35), seorang warga Khartoum, mengatakan kepada Reuters melalui telepon, bahwa dia berharap kesepakatan itu dapat mengakhiri konflik.
“Kami lelah dengan perang ini. Kami telah diusir dari rumah kami, dan keluarga kami telah tersebar di antara kota-kota di Sudan dan Mesir,” kata Ibrahim. “Kami ingin kembali ke kehidupan normal dan aman. Al-Burhan dan Hemedti harus menghormati keinginan orang untuk hidup,” lanjutnya.
Menurut teks kesepakatan Jeddah, sebuah komite yang terdiri dari tiga perwakilan dari masing-masing pihak yang bertikai, tiga dari Arab Saudi dan tiga dari AS, akan memantau jalannya gencatan senjata.
Kesepakatan yang ditandatangani pada Sabtu (20/5/2023) oleh tentara Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF) paramiliter saingannya setelah pembicaraan di kota Jeddah, Saudi, akan mulai berlaku pada Senin (22/5/2023) malam. Mekanisme pemantauan didukung secara internasional, diharapkan memungkinkan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.
Pengumuman gencatan senjata yang berulang sejak konflik dimulai pada 15 April gagal menghentikan pertempuran, tetapi kesepakatan Jeddah menandai pertama kalinya kedua belah pihak menandatangani perjanjian gencatan senjata setelah negosiasi.
Analis mengatakan, tidak jelas apakah panglima militer Abdel Fattah Al-Burhan atau komandan RSF Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti, mampu menegakkan gencatan senjata di lapangan. Keduanya sebelumnya mengindikasikan mereka sedang mencari kemenangan dalam perang, dan tak satu pun dari mereka melakukan perjalanan ke Jeddah.
Tentara dan RSF menegaskan kembali komitmen mereka terhadap gencatan senjata dalam pernyataan pada hari Minggu, bahkan saat pertempuran berlanjut. Meski demikian, saksi melaporkan bentrokan sporadis di Khartoum tengah dan selatan pada Minggu pagi, diikuti oleh serangan udara dan tembakan anti-pesawat di kemudian hari di Khartoum timur dan Omdurman.
Sejak perang dimulai, 1,1 juta orang telah meninggalkan rumah mereka, pindah baik di dalam Sudan atau ke negara tetangga, menciptakan krisis kemanusiaan yang mengancam ketidakstabilan kawasan.
Mereka yang masih berada di Khartoum berjuang untuk bertahan hidup di tengah penjarahan massal, jatuhnya layanan kesehatan, dan berkurangnya pasokan makanan, bahan bakar, listrik, dan air.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda