Pangeran Saudi: Tak Ada Agen Asing dalam Pembunuhan Raja Faisal
Rabu, 29 April 2020 - 05:11 WIB
RIYADH - Pangeran senior Kerajaan Arab Saudi, Turki al-Faisal, mengatakan tidak ada agen asing yang terlibat dalam pembunuhan ayahnya, Raja Faisal bin Abdulaziz al-Saud. Pangeran yang merupakan mantan kepala Intelijen Umum Saudi itu menegaskan bahwa pembunuhan ayahnya adalah tindakan individu.
Pangeran Turki membuat bocoran saat berbicara dengan Rotana Khaleeja Channel pada hari Senin. "Raja Khalid (bin Abdulaziz al-Saud) telah menugasi saya untuk ikut serta dalam penyelidikan pembunuhan Raja Faisal dan kami mengadakan kontak dengan semua sumber yang tersedia pada saat itu secara internal dan eksternal," katanya.
Pangeran Turki ingat bahwa Pangeran Naif adalah menteri dalam negeri pada waktu itu. “Omar Shams, kepala Intelijen Umum saat itu, berpartisipasi dalam penyelidikan dan mengadakan kontak dengan semua agen asing yang memiliki hubungan dengan kerajaan. Penyelidikan yang berlangsung selama dua bulan menyimpulkan bahwa pembunuhan Raja Faisal adalah tindakan individu dan tidak ada pihak asing yang memiliki hubungan dengan itu," paparnya, seperti dikutip Saudi Gazette, Rabu (29/4/2020).
Menjawab pertanyaan tentang motif di balik tindakan individu apakah terkait dengan Raja Faisal sebagai pribadi atau kebijakannya, Pangeran Turki mengatakan bahwa sangat sulit untuk membedakan antara keduanya. Alasannya, karena motifnya mencakup keduanya, baik secara pribadi maupun terkait kebijakan Raja Faisal.
Pangeran Turki ingat bahwa ketika dia diangkat menjadi kepala Intelejen Umum Arab Saudi, sudah lazim untuk tidak mengumumkan nama direktur intelijen. “Tapi pengangkatan saya diumumkan dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Royal Court, dan diumumkan kepada publik melalui media," ujarnya.
“Ketika saya mengambil alih kendali, saya melihat peraturan Intelijen Umum yang terdiri dari satu halaman. Setelah mendapatkan persetujuan dari para penguasa, saya bekerja keras untuk menerapkan Peraturan Intelijen yang komprehensif untuk memastikan kelancaran fungsi serta untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan," ujarnya.
Pangeran Turki menekankan bahwa Arab Saudi mengikuti hukum Syariah Islam, dan bahwa sistem intelijen dan yurisdiksinya tidak mengizinkan pembunuhan siapa pun di bagian dunia mana pun. Di sisi lain, perannya adalah untuk mengumpulkan informasi dan mencari sumber sebelum menyerahkannya kepada pejabat terkait.
Pangeran Turki mencatat bahwa Raja Faisal ingin membujuk anggota oposisi Saudi yang tinggal di luar kerajaan untuk kembali ke negara tersebut. "Kementerian Dalam Negeri, Intelejen Umum dan perwakilan Raja memainkan peran mereka dalam membuat upaya Raja Faisal berhasil dalam hal ini dengan mengembalikan sebagian dari mereka ke negara ini," ujarnya.
Pangeran Turki membantah tuduhan bahwa organisasi teroris al-Qaeda di Afghanistan adalah ciptaan badan-badan intelijen Arab Saudi dan Amerika Serikat. Dia menyatakan bahwa peran intelijen di Afghanistan adalah untuk mendukung upaya Mujahidin melawan invasi Soviet pada saat itu, serta untuk mencegah perluasan invasi tersebut ke Pakistan.
Pangeran Turki melanjutkan, telah ada kerja sama Arab Saudi-Amerika-Pakistan untuk mendukung Mujahidin melawan invasi Soviet kala itu. Ada jutaan anggota Mujahidin Afghanistan yang hidup secara menyedihkan di kamp-kamp pengungsi di Pakistan, dan sukarelawan Arab atau pun Mujahidin menyediakan layanan bagi para pengungsi tersebut.
Para pemimpin al-Qaeda dari Arab berkumpul bersama dengan orang-orang Afghanistan di Peshawar, dan itu adalah awal dari organisasi teroris al-Qaeda pada saat perang saudara berkecamuk di Afghanistan. Menurutnya, intelijen Arab Saudi dan Amerika Serikat tidak memiliki peran sama sekali dalam hal ini.
Pangeran Turki menegaskan bahwa dia tidak memiliki hubungan dengan Osama bin Laden, pendiri al-Qaeda. “Namun, saya bertemu dengannya pada beberapa kesempatan di mana saya diundang oleh kedutaan Saudi di Pakistan. Kemudian saya bertemu dengannya di Jeddah di mana dia mengajukan permintaan dukungan intelijen untuk Mujahidin Arab melawan rezim komunis Yaman Selatan tetapi saya menolak permintaan itu," paparnya.
Pada 1995, mantan Presiden Sudan Omar Bashir menawarkan untuk menyerahkan Osama bin Laden ke Kerajaan Arab Saudi dengan syarat dia tidak akan dituntut, tetapi pemerintah Saudi menolaknya. "Setelah ini saya pergi, membawa surat dari Putra Mahkota Abdullah ke Mullah Omar, penguasa Afghanistan, mencari ekstradisi (Osama) bin Laden untuk mengadilinya di Riyadh, tetapi itu tidak terjadi," katanya.
Pangeran Turki membuat bocoran saat berbicara dengan Rotana Khaleeja Channel pada hari Senin. "Raja Khalid (bin Abdulaziz al-Saud) telah menugasi saya untuk ikut serta dalam penyelidikan pembunuhan Raja Faisal dan kami mengadakan kontak dengan semua sumber yang tersedia pada saat itu secara internal dan eksternal," katanya.
Pangeran Turki ingat bahwa Pangeran Naif adalah menteri dalam negeri pada waktu itu. “Omar Shams, kepala Intelijen Umum saat itu, berpartisipasi dalam penyelidikan dan mengadakan kontak dengan semua agen asing yang memiliki hubungan dengan kerajaan. Penyelidikan yang berlangsung selama dua bulan menyimpulkan bahwa pembunuhan Raja Faisal adalah tindakan individu dan tidak ada pihak asing yang memiliki hubungan dengan itu," paparnya, seperti dikutip Saudi Gazette, Rabu (29/4/2020).
Menjawab pertanyaan tentang motif di balik tindakan individu apakah terkait dengan Raja Faisal sebagai pribadi atau kebijakannya, Pangeran Turki mengatakan bahwa sangat sulit untuk membedakan antara keduanya. Alasannya, karena motifnya mencakup keduanya, baik secara pribadi maupun terkait kebijakan Raja Faisal.
Pangeran Turki ingat bahwa ketika dia diangkat menjadi kepala Intelejen Umum Arab Saudi, sudah lazim untuk tidak mengumumkan nama direktur intelijen. “Tapi pengangkatan saya diumumkan dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Royal Court, dan diumumkan kepada publik melalui media," ujarnya.
“Ketika saya mengambil alih kendali, saya melihat peraturan Intelijen Umum yang terdiri dari satu halaman. Setelah mendapatkan persetujuan dari para penguasa, saya bekerja keras untuk menerapkan Peraturan Intelijen yang komprehensif untuk memastikan kelancaran fungsi serta untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan," ujarnya.
Pangeran Turki menekankan bahwa Arab Saudi mengikuti hukum Syariah Islam, dan bahwa sistem intelijen dan yurisdiksinya tidak mengizinkan pembunuhan siapa pun di bagian dunia mana pun. Di sisi lain, perannya adalah untuk mengumpulkan informasi dan mencari sumber sebelum menyerahkannya kepada pejabat terkait.
Pangeran Turki mencatat bahwa Raja Faisal ingin membujuk anggota oposisi Saudi yang tinggal di luar kerajaan untuk kembali ke negara tersebut. "Kementerian Dalam Negeri, Intelejen Umum dan perwakilan Raja memainkan peran mereka dalam membuat upaya Raja Faisal berhasil dalam hal ini dengan mengembalikan sebagian dari mereka ke negara ini," ujarnya.
Pangeran Turki membantah tuduhan bahwa organisasi teroris al-Qaeda di Afghanistan adalah ciptaan badan-badan intelijen Arab Saudi dan Amerika Serikat. Dia menyatakan bahwa peran intelijen di Afghanistan adalah untuk mendukung upaya Mujahidin melawan invasi Soviet pada saat itu, serta untuk mencegah perluasan invasi tersebut ke Pakistan.
Pangeran Turki melanjutkan, telah ada kerja sama Arab Saudi-Amerika-Pakistan untuk mendukung Mujahidin melawan invasi Soviet kala itu. Ada jutaan anggota Mujahidin Afghanistan yang hidup secara menyedihkan di kamp-kamp pengungsi di Pakistan, dan sukarelawan Arab atau pun Mujahidin menyediakan layanan bagi para pengungsi tersebut.
Para pemimpin al-Qaeda dari Arab berkumpul bersama dengan orang-orang Afghanistan di Peshawar, dan itu adalah awal dari organisasi teroris al-Qaeda pada saat perang saudara berkecamuk di Afghanistan. Menurutnya, intelijen Arab Saudi dan Amerika Serikat tidak memiliki peran sama sekali dalam hal ini.
Pangeran Turki menegaskan bahwa dia tidak memiliki hubungan dengan Osama bin Laden, pendiri al-Qaeda. “Namun, saya bertemu dengannya pada beberapa kesempatan di mana saya diundang oleh kedutaan Saudi di Pakistan. Kemudian saya bertemu dengannya di Jeddah di mana dia mengajukan permintaan dukungan intelijen untuk Mujahidin Arab melawan rezim komunis Yaman Selatan tetapi saya menolak permintaan itu," paparnya.
Pada 1995, mantan Presiden Sudan Omar Bashir menawarkan untuk menyerahkan Osama bin Laden ke Kerajaan Arab Saudi dengan syarat dia tidak akan dituntut, tetapi pemerintah Saudi menolaknya. "Setelah ini saya pergi, membawa surat dari Putra Mahkota Abdullah ke Mullah Omar, penguasa Afghanistan, mencari ekstradisi (Osama) bin Laden untuk mengadilinya di Riyadh, tetapi itu tidak terjadi," katanya.
(min)
tulis komentar anda