Macron Peringatkan Le Pen Dapat Rebut Kekuasaan di Prancis
Senin, 24 April 2023 - 19:01 WIB
PARIS - Kelompok sayap tengah Prancis kemungkinan akan kalah dari politisi sayap kanan, yaitu Marine Le Pen, dalam pemilu presiden 2027 jika "tantangan" saat ini dibiarkan tidak terselesaikan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan hal itu dalam pernyataan terbaru.
Dia berbicara kepada surat kabar Le Parisien dalam wawancara yang diterbitkan pada hari Minggu (23/4/2023).
Macron mengatakan Le Pen akan menjadi pemenang politik terbesar dari kekacauan yang sedang berlangsung di negara tersebut.
“Marine Le Pen akan tiba (berkuasa) jika kita tidak mampu menjawab tantangan negara dan jika kita memperkenalkan kebiasaan berbohong atau menyangkal kenyataan,” ujar presiden Prancis itu.
Mengingat alat utama Le Pen dan sejenisnya adalah “populisme,” lanjutnya, tidak mungkin kaum sentris bersaing dengan kaum sayap kanan di bidang pembuatan janji.
Sebaliknya, kubu sayap tengah harus memenangkan kembali pemilih melalui tindakan nyata, mengatasi tantangan “reindustrialisasi”, “ekologi”, dan “perjuangan untuk layanan publik kita,” menurut Macron.
Macron juga mendukung reformasi pensiunnya yang sangat memecah belah. Dia menegaskan kembali pendiriannya bahwa satu-satunya kesalahan nyata tentang hal itu adalah tidak cukup mengiklankan langkah yang tidak populer itu kepada publik.
“Mungkin kesalahannya adalah tidak cukup hadir untuk memberikan substansi pada reformasi dan melakukannya sendiri,” papar Macron.
Reformasi pensiun, termasuk menaikkan usia pensiun Prancis menjadi 64 dari 62 tahun, memicu protes massal dan kerusuhan sipil, yang berlanjut di seluruh negeri.
Keputusan Macron mendorong melalui tindakan yang sangat tidak populer tanpa prosedur legislatif penuh itu telah memperburuk ketegangan.
Le Pen, yang tiga kali gagal mencalonkan diri sebagai presiden, kalah dalam dua upaya terbarunya dari Macron. Le Pen menuduh presiden menciptakan "keputusan total" antara publik Prancis dan kepresidenan.
Berbicara kepada BFM TV pada Sabtu, Le Pen mengatakan Macron telah “sepenuhnya di bunker” dengan reformasinya.
“Dia tidak bisa lagi meninggalkan Elysee (istana kepresidenan) tanpa membangkitkan kemarahan orang-orang yang dia tolak untuk didengarkan dan yang keinginannya dia tolak untuk dihormati,” tegas dia.
Dia menambahkan, Macron adalah “penyebab kekacauan” yang melanda bangsa.
Berbagai jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan Le Pen telah menyusul Macron dalam popularitas publik setelah kekacauan tersebut.
Misalnya, survei yang dilakukan untuk BFM TV oleh kelompok Elabe pada awal April menunjukkan Le Pen akan mendapat skor 55% dan Macron 45% jika diadu satu sama lain dalam pemungutan suara putaran kedua pada saat itu.
Namun, dalam pemilu tahun lalu, Macron mengalahkan Le Pen dengan selisih tipis sekitar 17%.
Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan hal itu dalam pernyataan terbaru.
Dia berbicara kepada surat kabar Le Parisien dalam wawancara yang diterbitkan pada hari Minggu (23/4/2023).
Macron mengatakan Le Pen akan menjadi pemenang politik terbesar dari kekacauan yang sedang berlangsung di negara tersebut.
“Marine Le Pen akan tiba (berkuasa) jika kita tidak mampu menjawab tantangan negara dan jika kita memperkenalkan kebiasaan berbohong atau menyangkal kenyataan,” ujar presiden Prancis itu.
Mengingat alat utama Le Pen dan sejenisnya adalah “populisme,” lanjutnya, tidak mungkin kaum sentris bersaing dengan kaum sayap kanan di bidang pembuatan janji.
Sebaliknya, kubu sayap tengah harus memenangkan kembali pemilih melalui tindakan nyata, mengatasi tantangan “reindustrialisasi”, “ekologi”, dan “perjuangan untuk layanan publik kita,” menurut Macron.
Macron juga mendukung reformasi pensiunnya yang sangat memecah belah. Dia menegaskan kembali pendiriannya bahwa satu-satunya kesalahan nyata tentang hal itu adalah tidak cukup mengiklankan langkah yang tidak populer itu kepada publik.
“Mungkin kesalahannya adalah tidak cukup hadir untuk memberikan substansi pada reformasi dan melakukannya sendiri,” papar Macron.
Reformasi pensiun, termasuk menaikkan usia pensiun Prancis menjadi 64 dari 62 tahun, memicu protes massal dan kerusuhan sipil, yang berlanjut di seluruh negeri.
Keputusan Macron mendorong melalui tindakan yang sangat tidak populer tanpa prosedur legislatif penuh itu telah memperburuk ketegangan.
Le Pen, yang tiga kali gagal mencalonkan diri sebagai presiden, kalah dalam dua upaya terbarunya dari Macron. Le Pen menuduh presiden menciptakan "keputusan total" antara publik Prancis dan kepresidenan.
Berbicara kepada BFM TV pada Sabtu, Le Pen mengatakan Macron telah “sepenuhnya di bunker” dengan reformasinya.
“Dia tidak bisa lagi meninggalkan Elysee (istana kepresidenan) tanpa membangkitkan kemarahan orang-orang yang dia tolak untuk didengarkan dan yang keinginannya dia tolak untuk dihormati,” tegas dia.
Dia menambahkan, Macron adalah “penyebab kekacauan” yang melanda bangsa.
Berbagai jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan Le Pen telah menyusul Macron dalam popularitas publik setelah kekacauan tersebut.
Misalnya, survei yang dilakukan untuk BFM TV oleh kelompok Elabe pada awal April menunjukkan Le Pen akan mendapat skor 55% dan Macron 45% jika diadu satu sama lain dalam pemungutan suara putaran kedua pada saat itu.
Namun, dalam pemilu tahun lalu, Macron mengalahkan Le Pen dengan selisih tipis sekitar 17%.
(sya)
tulis komentar anda