Uganda Akan Hukum Mati LGBT, PBB Resah, AS Ancam Sanksi
Kamis, 23 Maret 2023 - 11:13 WIB
KAMPALA - Parlemen Uganda telah meloloskan rancangan undang-undang (RUU) anti- LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), yang memuat ancaman hukuman mati untuk komunitas tersebut.
Langkah negara Afrika itu telah membuat Kepala Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Volker Turk, resah.
Turk mendesak Presiden Uganda Yoweri Museveni untuk memblokir RUU anti-LGBT tersebut.
Selain ancaman hukuman mati, peraturan baru Uganda itu juga memuat ancaman hukuman penjara seumur hidup untuk komunitas LGBT.
“Pengesahan RUU diskriminatif ini—mungkin di antara yang terburuk di dunia—adalah perkembangan yang sangat meresahkan,” kata Turk dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AP, Kamis (23/3/2023).
Di Amerika Serikat (AS), juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby mengatakan jika RUU itu diberlakukan menjadi undang-undang, maka Washington harus melihat penerapan sanksi ekonomi terhadap Uganda.
Dia mencatat bahwa langkah itu sangat disayangkan karena sebagian besar bantuan AS ke negara Afrika itu dalam bentuk bantuan kesehatan, terutama bantuan anti-AIDS.
Parlemen Uganda meloloskan RUU itu pada Selasa malam dalam sesi pleno yang berlarut-larut di mana perubahan-perubahan pada menit-menit terakhir dibuat pada draft peraturan tersebut, yang awalnya termasuk hukuman hingga 10 tahun penjara terhadap tindakan homoseksual.
Dalam versi yang disetujui oleh anggota Parlemen, pelanggaran homoseksualitas yang diperparah sekarang diancam dengan hukuman mati.
Homoseksualitas yang diperparah berlaku dalam kasus hubungan seksual yang melibatkan mereka yang terinfeksi HIV serta anak di bawah umur dan kategori orang rentan lainnya.
RUU itu akan memungkinkan hukuman 14 tahun untuk percobaan homoseksualitas yang diperparah, dan hukuman hingga 10 tahun untuk percobaan homoseksualitas.
Pelanggaran homoseksualitas akan dihukum penjara seumur hidup, hukuman yang sama yang ditentukan dalam hukum pidana era kolonial Uganda yang mengkriminalisasi tindakan seks melawan tatanan alam.
RUU itu diperkenalkan bulan lalu oleh seorang anggota Parlemen oposisi yang mengatakan tujuannya adalah untuk menghukum promosi, perekrutan dan pendanaan terkait dengan kegiatan LGBT di negara Afrika Timur ini, di mana kaum gay diremehkan secara luas.
RUU itu sekarang masuk ke Presiden Museveni, yang dapat memveto atau menandatanganinya menjadi undang-undang.
Dia menyatakan dalam pidato baru-baru ini bahwa dirinya mendukung rancangan undang-undang tersebut, dan menuduh negara-negara Barat yang tidak disebutkan namanya mencoba memaksakan praktik mereka pada orang lain.
“Jika ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden, itu akan membuat orang lesbian, gay, dan biseksual di Uganda menjadi penjahat hanya karena keberadaannya, karena menjadi diri mereka sendiri,” kata Turk.
"Itu bisa memberikan kekuasaan penuh untuk pelanggaran sistematis atas hampir semua HAM dan berfungsi untuk menghasut orang satu sama lain," paparnya.
Juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan pada hari Rabu bahwa Amerika Serikat memiliki kekhawatiran besar tentang RUU tersebut, dan bahwa hal itu akan menghambat investasi pariwisata dan ekonomi serta merusak reputasi Uganda.
Sentimen anti-gay di Uganda telah berkembang dalam beberapa pekan terakhir di tengah laporan dugaan sodomi di sekolah berasrama, termasuk yang bergengsi untuk anak laki-laki di mana orang tua menuduh seorang guru melecehkan putranya. Pihak berwenang sedang menyelidiki kasus itu.
Keputusan Gereja Inggris baru-baru ini untuk memberkati pernikahan sipil pasangan sesama jenis juga telah mengobarkan banyak orang di Uganda, termasuk beberapa orang yang melihat homoseksualitas diimpor dari luar negeri. Sekitar sepertiga orang Uganda adalah Anglikan, dengan keyakinan yang sama.
Komunitas LGBT Uganda dalam beberapa tahun terakhir menghadapi tekanan yang semakin besar dari otoritas sipil yang menginginkan undang-undang baru yang keras yang menghukum aktivitas sesama jenis.
Tahun lalu, badan Uganda yang mengawasi pekerjaan organisasi nonpemerintah menghentikan operasi Sexual Minorities Uganda, organisasi LGBT paling terkemuka di negara itu. Alasannya, organisasi itu gagal mendaftar secara legal.
Pemimpin organisasi itu mengatakan bahwa kelompoknya telah ditolak oleh pencatat otoritas terkait karena tidak diinginkan.
Sekadar diketahui, homoseksualitas dikriminalisasi di lebih dari 30 dari 54 negara Afrika.
Langkah negara Afrika itu telah membuat Kepala Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Volker Turk, resah.
Turk mendesak Presiden Uganda Yoweri Museveni untuk memblokir RUU anti-LGBT tersebut.
Selain ancaman hukuman mati, peraturan baru Uganda itu juga memuat ancaman hukuman penjara seumur hidup untuk komunitas LGBT.
“Pengesahan RUU diskriminatif ini—mungkin di antara yang terburuk di dunia—adalah perkembangan yang sangat meresahkan,” kata Turk dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AP, Kamis (23/3/2023).
Di Amerika Serikat (AS), juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby mengatakan jika RUU itu diberlakukan menjadi undang-undang, maka Washington harus melihat penerapan sanksi ekonomi terhadap Uganda.
Dia mencatat bahwa langkah itu sangat disayangkan karena sebagian besar bantuan AS ke negara Afrika itu dalam bentuk bantuan kesehatan, terutama bantuan anti-AIDS.
Parlemen Uganda meloloskan RUU itu pada Selasa malam dalam sesi pleno yang berlarut-larut di mana perubahan-perubahan pada menit-menit terakhir dibuat pada draft peraturan tersebut, yang awalnya termasuk hukuman hingga 10 tahun penjara terhadap tindakan homoseksual.
Dalam versi yang disetujui oleh anggota Parlemen, pelanggaran homoseksualitas yang diperparah sekarang diancam dengan hukuman mati.
Homoseksualitas yang diperparah berlaku dalam kasus hubungan seksual yang melibatkan mereka yang terinfeksi HIV serta anak di bawah umur dan kategori orang rentan lainnya.
RUU itu akan memungkinkan hukuman 14 tahun untuk percobaan homoseksualitas yang diperparah, dan hukuman hingga 10 tahun untuk percobaan homoseksualitas.
Pelanggaran homoseksualitas akan dihukum penjara seumur hidup, hukuman yang sama yang ditentukan dalam hukum pidana era kolonial Uganda yang mengkriminalisasi tindakan seks melawan tatanan alam.
RUU itu diperkenalkan bulan lalu oleh seorang anggota Parlemen oposisi yang mengatakan tujuannya adalah untuk menghukum promosi, perekrutan dan pendanaan terkait dengan kegiatan LGBT di negara Afrika Timur ini, di mana kaum gay diremehkan secara luas.
RUU itu sekarang masuk ke Presiden Museveni, yang dapat memveto atau menandatanganinya menjadi undang-undang.
Dia menyatakan dalam pidato baru-baru ini bahwa dirinya mendukung rancangan undang-undang tersebut, dan menuduh negara-negara Barat yang tidak disebutkan namanya mencoba memaksakan praktik mereka pada orang lain.
“Jika ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden, itu akan membuat orang lesbian, gay, dan biseksual di Uganda menjadi penjahat hanya karena keberadaannya, karena menjadi diri mereka sendiri,” kata Turk.
"Itu bisa memberikan kekuasaan penuh untuk pelanggaran sistematis atas hampir semua HAM dan berfungsi untuk menghasut orang satu sama lain," paparnya.
Juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan pada hari Rabu bahwa Amerika Serikat memiliki kekhawatiran besar tentang RUU tersebut, dan bahwa hal itu akan menghambat investasi pariwisata dan ekonomi serta merusak reputasi Uganda.
Sentimen anti-gay di Uganda telah berkembang dalam beberapa pekan terakhir di tengah laporan dugaan sodomi di sekolah berasrama, termasuk yang bergengsi untuk anak laki-laki di mana orang tua menuduh seorang guru melecehkan putranya. Pihak berwenang sedang menyelidiki kasus itu.
Keputusan Gereja Inggris baru-baru ini untuk memberkati pernikahan sipil pasangan sesama jenis juga telah mengobarkan banyak orang di Uganda, termasuk beberapa orang yang melihat homoseksualitas diimpor dari luar negeri. Sekitar sepertiga orang Uganda adalah Anglikan, dengan keyakinan yang sama.
Komunitas LGBT Uganda dalam beberapa tahun terakhir menghadapi tekanan yang semakin besar dari otoritas sipil yang menginginkan undang-undang baru yang keras yang menghukum aktivitas sesama jenis.
Tahun lalu, badan Uganda yang mengawasi pekerjaan organisasi nonpemerintah menghentikan operasi Sexual Minorities Uganda, organisasi LGBT paling terkemuka di negara itu. Alasannya, organisasi itu gagal mendaftar secara legal.
Pemimpin organisasi itu mengatakan bahwa kelompoknya telah ditolak oleh pencatat otoritas terkait karena tidak diinginkan.
Sekadar diketahui, homoseksualitas dikriminalisasi di lebih dari 30 dari 54 negara Afrika.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(min)
tulis komentar anda