Ratusan Gadis Iran Diracun Biar Tidak Masuk Sekolah
Selasa, 28 Februari 2023 - 16:52 WIB
TEHERAN - Anak-anak perempuan di Iran sengaja di racun dengan menggunakan "senyawa kimia" agar mereka tidak masuk sekolah. Hal itu diungkapkan seorang seorang pejabat tinggi Iran.
"Orang-orang tertentu meminta penutupan semua sekolah, terutama sekolah anak perempuan," kata Wakil Menteri Kesehatan Iran Younes Panahi tanpa memberikan rincian lebih lanjut seperti dilansir dari Independent, Selasa (28/2/2023).
Sebelumnya ratusan kasus keracunan pernapasan telah dilaporkan di kalangan siswi sejak November tahun lalu, terutama di kota teologi Qom. Keracunan telah menyebabkan puluhan gadis dirawat di rumah sakit.
Setidaknya 14 sekolah di empat kota telah menjadi sasaran, termasuk Ibu Kota Teheran dan kota Ardebil di barat laut.
Insiden itu pertama kali dilaporkan di Qom, yang merupakan rumah bagi ulama dan seminari teologi Iran. Terletak 100 mil selatan ibukota.
Awal bulan ini, orang tua siswa yang sakit berkumpul di luar kegubernuran Qom untuk “menuntut penjelasan” dari pejabat pendidikan.
“Kami tidak ingin sekolah yang tidak aman” dan “sekolah harus diamankan”, teriak ratusan pengunjuk rasa.
Para korban melaporkan gejala mual, sakit kepala, batuk, kesulitan bernapas, dan jantung berdebar-debar.
Wakil Gubernur Provinsi Lorestan, Majid Monemi, pada hari Minggu dilaporkan mengatakan bahwa 50 anak perempuan di sebuah sekolah menengah atas di Borujerd diracuni.
Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri memerintahkan penyelidikan yudisial atas peracunan yang dilaporkan pekan lalu.
Sejauh ini, belum ada yang ditangkap karena keracunan tersebut.
Tindakan yang disengaja untuk mengeluarkan gadis-gadis muda dari sekolah terjadi beberapa bulan setelah aksi protes keras terhadap kepemimpinan Islam Iran meletus atas kematian Mahsa Amini yang berusia 22 tahun dalam tahanan polisi, di mana dia ditahan karena melanggar aturan berpakaian yang ketat di negara itu.
Protes meningkat menjadi seruan untuk menggulingkan ulama Syiah yang berkuasa di Iran, menandai tantangan besar bagi pemerintahan empat dekade mereka. Teheran menyalahkan kerusuhan itu pada kekuatan asing.
Sejak protes terjadi pada bulan September, setidaknya 470 demonstran telah dibunuh oleh pasukan keamanan, 64 di antaranya berusia di bawah 18 tahun, sementara lebih dari 18.200 orang telah ditangkap, menurut Kantor Berita Aktivis Hak Asasi Manusia.
"Orang-orang tertentu meminta penutupan semua sekolah, terutama sekolah anak perempuan," kata Wakil Menteri Kesehatan Iran Younes Panahi tanpa memberikan rincian lebih lanjut seperti dilansir dari Independent, Selasa (28/2/2023).
Sebelumnya ratusan kasus keracunan pernapasan telah dilaporkan di kalangan siswi sejak November tahun lalu, terutama di kota teologi Qom. Keracunan telah menyebabkan puluhan gadis dirawat di rumah sakit.
Setidaknya 14 sekolah di empat kota telah menjadi sasaran, termasuk Ibu Kota Teheran dan kota Ardebil di barat laut.
Insiden itu pertama kali dilaporkan di Qom, yang merupakan rumah bagi ulama dan seminari teologi Iran. Terletak 100 mil selatan ibukota.
Awal bulan ini, orang tua siswa yang sakit berkumpul di luar kegubernuran Qom untuk “menuntut penjelasan” dari pejabat pendidikan.
“Kami tidak ingin sekolah yang tidak aman” dan “sekolah harus diamankan”, teriak ratusan pengunjuk rasa.
Para korban melaporkan gejala mual, sakit kepala, batuk, kesulitan bernapas, dan jantung berdebar-debar.
Wakil Gubernur Provinsi Lorestan, Majid Monemi, pada hari Minggu dilaporkan mengatakan bahwa 50 anak perempuan di sebuah sekolah menengah atas di Borujerd diracuni.
Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri memerintahkan penyelidikan yudisial atas peracunan yang dilaporkan pekan lalu.
Sejauh ini, belum ada yang ditangkap karena keracunan tersebut.
Tindakan yang disengaja untuk mengeluarkan gadis-gadis muda dari sekolah terjadi beberapa bulan setelah aksi protes keras terhadap kepemimpinan Islam Iran meletus atas kematian Mahsa Amini yang berusia 22 tahun dalam tahanan polisi, di mana dia ditahan karena melanggar aturan berpakaian yang ketat di negara itu.
Protes meningkat menjadi seruan untuk menggulingkan ulama Syiah yang berkuasa di Iran, menandai tantangan besar bagi pemerintahan empat dekade mereka. Teheran menyalahkan kerusuhan itu pada kekuatan asing.
Sejak protes terjadi pada bulan September, setidaknya 470 demonstran telah dibunuh oleh pasukan keamanan, 64 di antaranya berusia di bawah 18 tahun, sementara lebih dari 18.200 orang telah ditangkap, menurut Kantor Berita Aktivis Hak Asasi Manusia.
(ian)
tulis komentar anda