Sekjen PBB: Hidup Adalah Neraka bagi Rakyat Ukraina
Sabtu, 25 Februari 2023 - 07:35 WIB
NEW YORK CITY - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres menggambarkan penderitaan rakyat Ukraina akibat invasi Rusia sebagai neraka.
Dewan Keamanan PBB telah mengheningkan cipta satu menit hening pada hari Jumat (24/2/2023) untuk para korban perang di Ukraina.
"Hidup adalah neraka yang hidup bagi rakyat Ukraina," kata Guterres kepada dewan saat bertemu untuk menandai peringatan setahun invasi Moskow terhadap tetangganya.
"Perdamaian tidak memiliki kesempatan. Perang telah menguasai hari ini," ujarnya, seperti dikutip AFP, Sabtu (25/2/2023).
"Invasi Rusia adalah pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam PBB dan hukum internasional. Ini telah menyebabkan kematian, kehancuran, dan pemindahan yang meluas."
Perang tersebut dikecam oleh sebagian besar anggota Dewan Keamanan PBB dalam pertemuan simbolis para menteri luar negeri untuk menandai peringatan yang suram.
"Setahun yang lalu, Rusia melancarkan perang itu tanpa pembenaran lain selain keinginan obsesifnya untuk menghidupkan kembali masa lalu," kata Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna.
"Sejak itu, mereka menggunakan kekerasan paling ekstrem untuk menyangkal identitas suatu negara dan bangsa," katanya lagi.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan kepada dewan bahwa harus ada perdamaian yang adil dan tahan lama berdasarkan Piagam PBB.
"Tidak ada yang menginginkan perdamaian lebih dari rakyat Ukraina," kata Blinken.
"Tapi kedamaian apa pun yang melegitimasi perampasan tanah [oleh] Rusia dengan paksa akan melemahkan Piagam [PBB] dan mengirimkan pesan kepada calon agresor di mana pun bahwa mereka dapat menyerang negara [lain] dan lolos begitu saja," katanya.
Namun, satu hari setelah Majelis Umum PBB memilih untuk menuntut Rusia menarik pasukannya dari Ukraina, Utusan Moskow untuk PBB Vasily Nebenzya tetap teguh menyalahkan Ukraina dan Barat atas perang yang terjadi saat ini.
"Ukraina bukan korban," kata Nebenzya.
"Kiev dan sekutunya tidak memberi kami pilihan selain menghilangkan ancaman terhadap Rusia dari wilayah Ukraina secara militer," kata Nebenzya.
Guterres menjelaskan jumlah korban perang: lebih dari delapan juta orang Ukraina telah melarikan diri ke bagian lain Eropa, dan 5,4 juta lainnya mengungsi secara internal. "Krisis pemindahan yang tidak terlihat di Eropa dalam beberapa dekade," katanya.
Setengah dari anak-anak Ukraina, imbuh dia, telah dipaksa meninggalkan rumah mereka, dan menghadapi risiko kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi yang lebih tinggi.
Menurutnya, kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia telah mendokumentasikan puluhan kasus kekerasan seksual terhadap laki-laki, perempuan dan anak perempuan yang terkait dengan perang.
Ribuan fasilitas perawatan kesehatan dan sekolah di Ukraina telah rusak atau ditutup, dan infrastruktur vital di negara itu seperti air, energi, dan pemanas telah hancur selama musim dingin yang sangat dingin.
"Hampir 10 juta orang, termasuk 7,8 juta anak-anak, berisiko mengalami gangguan stres pascatrauma akut," kata Guterres.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba diundang untuk berpidato di Dewan Keamanan PBB setelah Guterres berbicara, menuduh Rusia melakukan genosida dan menyerukan penerimaan rencana perdamaian Kiev, yang membutuhkan penarikan penuh pasukan Rusia.
"Tujuan dari rencana ini adalah mengeluarkan Rusia dari Ukraina dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman," katanya.
Sebagai gantinya, Kuleba memperingatkan, "Ukraina akan melawan seperti yang telah dilakukan sejauh ini."
"Presiden Rusia Vladimir Putin akan kalah lebih cepat dari yang dia kira," imbuh dia.
Kuleba mengimbau untuk mengheningkan cipta untuk mengenang para korban agresi.
Dewan Keamanan PBB telah mengheningkan cipta satu menit hening pada hari Jumat (24/2/2023) untuk para korban perang di Ukraina.
"Hidup adalah neraka yang hidup bagi rakyat Ukraina," kata Guterres kepada dewan saat bertemu untuk menandai peringatan setahun invasi Moskow terhadap tetangganya.
"Perdamaian tidak memiliki kesempatan. Perang telah menguasai hari ini," ujarnya, seperti dikutip AFP, Sabtu (25/2/2023).
"Invasi Rusia adalah pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam PBB dan hukum internasional. Ini telah menyebabkan kematian, kehancuran, dan pemindahan yang meluas."
Perang tersebut dikecam oleh sebagian besar anggota Dewan Keamanan PBB dalam pertemuan simbolis para menteri luar negeri untuk menandai peringatan yang suram.
"Setahun yang lalu, Rusia melancarkan perang itu tanpa pembenaran lain selain keinginan obsesifnya untuk menghidupkan kembali masa lalu," kata Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna.
"Sejak itu, mereka menggunakan kekerasan paling ekstrem untuk menyangkal identitas suatu negara dan bangsa," katanya lagi.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan kepada dewan bahwa harus ada perdamaian yang adil dan tahan lama berdasarkan Piagam PBB.
"Tidak ada yang menginginkan perdamaian lebih dari rakyat Ukraina," kata Blinken.
"Tapi kedamaian apa pun yang melegitimasi perampasan tanah [oleh] Rusia dengan paksa akan melemahkan Piagam [PBB] dan mengirimkan pesan kepada calon agresor di mana pun bahwa mereka dapat menyerang negara [lain] dan lolos begitu saja," katanya.
Namun, satu hari setelah Majelis Umum PBB memilih untuk menuntut Rusia menarik pasukannya dari Ukraina, Utusan Moskow untuk PBB Vasily Nebenzya tetap teguh menyalahkan Ukraina dan Barat atas perang yang terjadi saat ini.
"Ukraina bukan korban," kata Nebenzya.
"Kiev dan sekutunya tidak memberi kami pilihan selain menghilangkan ancaman terhadap Rusia dari wilayah Ukraina secara militer," kata Nebenzya.
Guterres menjelaskan jumlah korban perang: lebih dari delapan juta orang Ukraina telah melarikan diri ke bagian lain Eropa, dan 5,4 juta lainnya mengungsi secara internal. "Krisis pemindahan yang tidak terlihat di Eropa dalam beberapa dekade," katanya.
Setengah dari anak-anak Ukraina, imbuh dia, telah dipaksa meninggalkan rumah mereka, dan menghadapi risiko kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi yang lebih tinggi.
Menurutnya, kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia telah mendokumentasikan puluhan kasus kekerasan seksual terhadap laki-laki, perempuan dan anak perempuan yang terkait dengan perang.
Ribuan fasilitas perawatan kesehatan dan sekolah di Ukraina telah rusak atau ditutup, dan infrastruktur vital di negara itu seperti air, energi, dan pemanas telah hancur selama musim dingin yang sangat dingin.
"Hampir 10 juta orang, termasuk 7,8 juta anak-anak, berisiko mengalami gangguan stres pascatrauma akut," kata Guterres.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba diundang untuk berpidato di Dewan Keamanan PBB setelah Guterres berbicara, menuduh Rusia melakukan genosida dan menyerukan penerimaan rencana perdamaian Kiev, yang membutuhkan penarikan penuh pasukan Rusia.
"Tujuan dari rencana ini adalah mengeluarkan Rusia dari Ukraina dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman," katanya.
Sebagai gantinya, Kuleba memperingatkan, "Ukraina akan melawan seperti yang telah dilakukan sejauh ini."
"Presiden Rusia Vladimir Putin akan kalah lebih cepat dari yang dia kira," imbuh dia.
Kuleba mengimbau untuk mengheningkan cipta untuk mengenang para korban agresi.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda