Belajar dari Australia, Indonesia Diimbau Copot CCTV Buatan China

Jum'at, 24 Februari 2023 - 14:24 WIB
Belajar dari Australia, Indonesia diimbau copoti kamera CCTV buatan China karena disinyalir dimanfaatkan untuk kegiatan mata-mata ilegal. Foto/REUTERS/Thomas Peter
JAKARTA - Departemen Pertahanan Australia telah memutuskan untuk mencopot dan mengganti semua kamera pengawas atau CCTV buatan China di seluruh negeri, khususnya di kantor pemerintahan, karena kekhawatiran akan keamanan nasional.

Belajar dari Australia, Dewan Pimpinan Pusat Pelajar Islam Indonesia (DPP PII) mengimbau pemerintah di berbagai negara, khususnya Indonesia, untuk melakukan hal serupa karena teknologi China disinyalir dimanfaatkan untuk kegiatan mata-mata ilegal.

Keputusan Australia diambil setelah garda terdepan pertahanan negara tersebut bersama beberapa unsur pemerintahan menemukan 900 kamera pengawas buatan Beijing dalam audit yang mereka lakukan beberapa waktu lalu.



Hasil audit itu menemukan lebih dari 200 kamera pengawas “made in China” terpasang di area dalam dan luar kantor berbagai kementerian, termasuk Kementerian Luar Negeri, dan Kejaksaan Agung.



Setidaknya satu unit kamera CCTV China juga ditemukan di area gedung Kementerian Pertahanan Australia. Namun disinyalir masih banyak kamera CCTV serupa di dalam kementerian tersebut.

Menurut DPP PII, Indonesia seyogianya lebih cermat dalam menggunakan perangkat lunak buatan China atas kekhawatiran tentang dugaan spionase ilegal.

Wakil Bendahara Umum DPP PII Furqan Raka menyebut barang-barang China yang murah dan memiliki teknologi terbaru memang menjadi daya tarik luar biasa sehingga hampir sebagian besar penggunanya tidak sadar dengan ancaman terhadap keamanan privasi mereka.

“Amerika Serikat dan Inggris lebih dalu sadar dengan keamanan kedaulatan negara mereka, yang rentan ‘disadap’ oleh Beijing,” kata Furqan Raka kepada wartawan, Jumat (24/2/2023).

Sekarang Australia, lanjut Furqan Raka, yang baru sadar jika “mata” China ada di mana-mana.

Menteri Pertahanan Australia Richard Marles memastikan pihaknya akan mengikuti langkah serupa yang diambil oleh Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

Marles mengatakan para perwiranya akan menggeledah dan mencopot semua kamera yang ditemukan di banyak kantor dan fasilitas Departemen Pertahanan.

Senada dengan Marles, Menteri Bayangan Keamanan Siber untuk Partai Liberal, James Paterson, meminta semua kamera di seluruh kantor pemerintah dihapus karena Australia tidak mungkin mengetahui apakah data yang dikumpulkan oleh perangkat buatan China ini diserahkan kepada badan intelijen Beijing.

“Negara-negara dunia khususnya Indonesia seyogianya mencontoh Amerika Serikat, Inggris dan Australia yang mulai berani menanggalkan semua peralatan dan tekhnologi China, ini bicara kedaulatan negara,” kata Furqan Raka.

Pada November 2022, pemerintah Inggris melarang penggunaan kamera yang dibuat oleh Hikvision di situs "sensitif", dengan alasan ancaman terhadap Inggris.

Sebanyak 67 anggota Parlemen Inggris juga telah mendesak pemerintah untuk melarang kamera CCTV Hikvision dan Dahua setelah terbit laporan bahwa peralatan mereka digunakan untuk memata-matai orang Uighur di Xinjiang.

Amerika Serikat bahkan telah memasukkan kamera buatan Hikvision dan Dahua dalam daftar hitam di negara tersebut.

Komisi Komunikasi Federal (FCC) AS juga telah mengeluarkan larangan memasang peralatan pengawasan telekomunikasi dan video dari beberapa merek China terkemuka termasuk Hikvision dan Dahua di Amerika Serikat untuk melindungi jaringan komunikasi negara tersebut.

“Amerika Serikat mengharamkan impor peralatan pengawasan yang dibuat oleh Hikvision dan Dahua karena dianggap menimbulkan risiko terhadap keamanan nasional,” papar Furqan Raka.

Mengutip EurAsian Times, pada 2015, seorang insinyur Hikvision bernama Li Yanxiang—yang menulis sebuah artikel tentang pekerjaannya bersama pakar senjata dari Departemen Persenjataan Umum Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China—menjelaskan bagaimana teknologi pengawasan dapat digunakan untuk tujuan militer.

Li mengatakan pekerjaannya melibatkan penggunaan teknologi pengawasan untuk meningkatkan akurasi rudal yang ditembakkan dari sistem permukaan-ke-udara dan permukaan-ke-permukaan menggunakan peluncur tetap dan bergerak.

“(Kita harus) menggunakan kamera pengintai untuk menangkap saat rudal mencapai atau meleset dari target dan mengumpulkan kecepatan angin, suhu, serta kelembapan udara. Kemudian kita dapat menghitung apakah sudut datangnya benar dan di sudut mana rudal memiliki kekuatan penetrasi/mematikan yang paling kuat,” tulis Li.

Dia kemudian berbicara singkat tentang sistem pengawasan yang akan disediakan oleh Hikvision. “Kita perlu menggunakan kamera berkecepatan tinggi, yang dapat menangkap setidaknya 200 hingga 500 frame per detik. Dengan banyaknya rekaman, kami perlu membangun server memori lokal dan catu daya,” lanjut Li.

Ini berarti bahwa teknologi pengawasan dapat digunakan untuk serangan rudal presisi di lokasi strategis seperti pusat pemerintahan penting atau kawasan industri, dan sebagainya.

“Negara-negara dunia lainnya ternasuk Indonesia masih banyak memasang CCTV buatan China di lokasi-lokasi strategis. Ayo, lindungi negara kita dengan mencopot semua kamera CCTV China,” kata Furqan Raka.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More