Sejarah Konflik Turki-Yunani, Sesama Anggota NATO yang Tak Bisa Akur
Selasa, 21 Februari 2023 - 16:08 WIB
Pada 16 sampai 22 April, bentrokan di sepanjang perbatasan dan jalur gunung terjadi. Kala itu, terlihat bahwa para prajurit Utsmaniyah kurang memiliki taktik berperang.
Mereka seolah langsung menyerang ke pihak musuh tanpa adanya perencanaan. Akibatnya, korban dari pihak Utsmaniyah banyak berjatuhan.
Meski demikian, perang akhirnya dapat dimenangkan oleh Utsmaniyah. Kemenangan tersebut tentunya semakin menumbuhkan kepercayaan publik atas Utsmaniyah, usai dipermalukan selama bertahun-tahun oleh Eropa.
Di sisi lain, kekalahan bagi Yunani dirasa sebagai hal yang sangat memalukan. Setelah itu, Yunani langsung melakukan reformasi politik dan ekonominya, serta mempersiapkan pasukan militer (terutama angkatan laut) yang siap sedia menjaga negaranya.
Perang antara dua negara anggota NATO ini kembali pecah pada tahun 1921 hingga 1922, tepatnya setelah Perang Dunia I.
Perang disulut oleh Yunani yang berusaha memperluas wilayahnya di luar Thrace timur dan di Anatolia. Dalam data yang tercantum di laman Britannica, wilayah-wilayah tersebut diberikan kepada Yunani melalui Perjanjian Sevres, pada 10 Agustus 1920.
Hal itu dilakukan karena pemerintah Utsmaniyah dinilai tengah lemah. Serangan ke Anatolia dilakukan pada Januari 1921 oleh tentara Yunani. Mereka melawan kaum nasionalis Turki, yang tidak mengakui adanya perjanjian tersebut.
Usai perang, Yunani memberikan seluruh wilayah yang didapat selama perang ke Turki dan kembali ke perbatasan.
Pertukaran populasi antara Turki dan Yunani juga terjadi, berdasarkan Perjanjian Lausanne. Perjanjian ini ditandatangani oleh perwakilan Turki, Inggris, Prancis, Yunani, Rumania, Jepang, Italia, Kerajaan Serbia, Slovenia, dan Kroasia pada 24 Juli 1923 di Lausanne, Swiss.
Turki dan Yunani beberapa kali terlibat perselisihan terkait berbagai masalah. Mulai dari batas laut, luas landas kontinen, wilayah udara, dan Pulau Siprus yang terbagi antara kedua negara sejak 1974.
Mereka seolah langsung menyerang ke pihak musuh tanpa adanya perencanaan. Akibatnya, korban dari pihak Utsmaniyah banyak berjatuhan.
Meski demikian, perang akhirnya dapat dimenangkan oleh Utsmaniyah. Kemenangan tersebut tentunya semakin menumbuhkan kepercayaan publik atas Utsmaniyah, usai dipermalukan selama bertahun-tahun oleh Eropa.
Di sisi lain, kekalahan bagi Yunani dirasa sebagai hal yang sangat memalukan. Setelah itu, Yunani langsung melakukan reformasi politik dan ekonominya, serta mempersiapkan pasukan militer (terutama angkatan laut) yang siap sedia menjaga negaranya.
Perang antara dua negara anggota NATO ini kembali pecah pada tahun 1921 hingga 1922, tepatnya setelah Perang Dunia I.
Perang disulut oleh Yunani yang berusaha memperluas wilayahnya di luar Thrace timur dan di Anatolia. Dalam data yang tercantum di laman Britannica, wilayah-wilayah tersebut diberikan kepada Yunani melalui Perjanjian Sevres, pada 10 Agustus 1920.
Hal itu dilakukan karena pemerintah Utsmaniyah dinilai tengah lemah. Serangan ke Anatolia dilakukan pada Januari 1921 oleh tentara Yunani. Mereka melawan kaum nasionalis Turki, yang tidak mengakui adanya perjanjian tersebut.
Usai perang, Yunani memberikan seluruh wilayah yang didapat selama perang ke Turki dan kembali ke perbatasan.
Pertukaran populasi antara Turki dan Yunani juga terjadi, berdasarkan Perjanjian Lausanne. Perjanjian ini ditandatangani oleh perwakilan Turki, Inggris, Prancis, Yunani, Rumania, Jepang, Italia, Kerajaan Serbia, Slovenia, dan Kroasia pada 24 Juli 1923 di Lausanne, Swiss.
Turki dan Yunani beberapa kali terlibat perselisihan terkait berbagai masalah. Mulai dari batas laut, luas landas kontinen, wilayah udara, dan Pulau Siprus yang terbagi antara kedua negara sejak 1974.
tulis komentar anda