Israel Dilaporkan Beli Pulau dari Bahrain dalam Langkah Normalisasi Terbaru
Minggu, 19 Februari 2023 - 01:02 WIB
MANAMA - Israel dilaporkan telah "membeli satu pulau" dari Bahrain, yang memicu kritik dari para aktivis yang menentang normalisasi yang sedang berlangsung antara kedua negara.
Berita pembelian pulau tersebut awalnya diumumkan oleh TV7 Israel News, sebelum dihapus setelah disiarkan, menurut Al-Mayadeen.
Namun, beberapa pengguna media sosial berhasil men-screenshot laporan media Israel tersebut sebelum dihapus.
Menurut laporan itu, perusahaan Israel Himnota, yang dimiliki Dana Nasional Yahudi (JNF), organisasi "amal" yang telah lama digunakan negara apartheid untuk mengambil alih tanah Palestina dan mengaburkan kejahatan perang Israel, memperoleh pulau pribadi dengan membeli senilai USD21,5 juta dalam lelang.
Pulau seluas 9.554 meter persegi itu akan digunakan untuk proyek investasi dan dapat digunakan untuk mengevakuasi warga Israel jika terjadi perang.
Avery Shnayer, yang berada di dewan direksi perusahaan, mengatakan pembicaraan akan diadakan dengan pemerintah Bahrain yang "bersahabat" untuk mengalihkan kedaulatan atas pulau itu ke Israel.
Aktivis hak asasi manusia Maryam AlKhawaja termasuk di antara orang-orang Bahrain yang menentang pembangunan tersebut.
"Laporan yang muncul (diposting portal berita Israel kemudian dihapus) menyatakan Israel telah membeli satu pulau di Bahrain, paling tepat digambarkan sebagai ekspansi colonial, dari keluarga penguasa asing yang menduduki Bahrain dengan kejam dan telah memerintahnya dengan kejam sejak itu," ujar Maryam AlKhawaja, mengutip tweet aktivis politik Bahrain Ebrahim Sharif yang mempertanyakan apakah "proses Yahudisasi dan Zionisasi" negara Teluk kecil itu telah dimulai.
Jawad Fairooz, mantan anggota parlemen Bahrain dan kepala SALAM untuk Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (SALAM DHR), menggambarkan pembelian itu sebagai "sinyal yang sangat berbahaya dan mengkhawatirkan."
Laporan pembelian pulau itu, menyusul kunjungan mendadak panglima militer Israel Herzi Halvei ke Bahrain untuk menghadiri konferensi yang diadakan di bawah naungan Komando Pusat AS (CENTCOM), dengan Kepala CENTCOM Erik Kurilla juga hadir.
Normalisasi Bahrain dengan Israel terbukti sangat tidak disukai oleh warga Bahrain yang secara rutin mengadakan aksi unjuk rasa menentang keputusan tahun 2020 sebagai bagian dari Abraham Accords yang ditengahi AS.
14 Februari menandai peringatan 11 tahun pemberontakan pro-demokrasi Bahrain, yang secara brutal dihancurkan oleh pasukan keamanan negara dengan bantuan negara tetangga Arab Saudi.
Berita pembelian pulau tersebut awalnya diumumkan oleh TV7 Israel News, sebelum dihapus setelah disiarkan, menurut Al-Mayadeen.
Namun, beberapa pengguna media sosial berhasil men-screenshot laporan media Israel tersebut sebelum dihapus.
Menurut laporan itu, perusahaan Israel Himnota, yang dimiliki Dana Nasional Yahudi (JNF), organisasi "amal" yang telah lama digunakan negara apartheid untuk mengambil alih tanah Palestina dan mengaburkan kejahatan perang Israel, memperoleh pulau pribadi dengan membeli senilai USD21,5 juta dalam lelang.
Pulau seluas 9.554 meter persegi itu akan digunakan untuk proyek investasi dan dapat digunakan untuk mengevakuasi warga Israel jika terjadi perang.
Avery Shnayer, yang berada di dewan direksi perusahaan, mengatakan pembicaraan akan diadakan dengan pemerintah Bahrain yang "bersahabat" untuk mengalihkan kedaulatan atas pulau itu ke Israel.
Aktivis hak asasi manusia Maryam AlKhawaja termasuk di antara orang-orang Bahrain yang menentang pembangunan tersebut.
"Laporan yang muncul (diposting portal berita Israel kemudian dihapus) menyatakan Israel telah membeli satu pulau di Bahrain, paling tepat digambarkan sebagai ekspansi colonial, dari keluarga penguasa asing yang menduduki Bahrain dengan kejam dan telah memerintahnya dengan kejam sejak itu," ujar Maryam AlKhawaja, mengutip tweet aktivis politik Bahrain Ebrahim Sharif yang mempertanyakan apakah "proses Yahudisasi dan Zionisasi" negara Teluk kecil itu telah dimulai.
Jawad Fairooz, mantan anggota parlemen Bahrain dan kepala SALAM untuk Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (SALAM DHR), menggambarkan pembelian itu sebagai "sinyal yang sangat berbahaya dan mengkhawatirkan."
Laporan pembelian pulau itu, menyusul kunjungan mendadak panglima militer Israel Herzi Halvei ke Bahrain untuk menghadiri konferensi yang diadakan di bawah naungan Komando Pusat AS (CENTCOM), dengan Kepala CENTCOM Erik Kurilla juga hadir.
Normalisasi Bahrain dengan Israel terbukti sangat tidak disukai oleh warga Bahrain yang secara rutin mengadakan aksi unjuk rasa menentang keputusan tahun 2020 sebagai bagian dari Abraham Accords yang ditengahi AS.
14 Februari menandai peringatan 11 tahun pemberontakan pro-demokrasi Bahrain, yang secara brutal dihancurkan oleh pasukan keamanan negara dengan bantuan negara tetangga Arab Saudi.
(sya)
tulis komentar anda