Disiksa Majikan di Hong Kong, TKW Indonesia Menangkan Kompensasi Rp1,6 Miliar
Jum'at, 10 Februari 2023 - 22:17 WIB
Eni Lestari, juru bicara Badan Koordinasi Migran Asia di Hong Kong, menyebut kasus Kartika Puspitasari ekstrem, tetapi tidak terisolasi.
Sekitar 340.000 pekerja rumah tangga migran, terutama perempuan dari Indonesia dan Filipina, bekerja di Hong Kong.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) telah lama berargumen bahwa sistem kota Hong Kong membuat pekerja rumah tangga rentan terhadap eksploitasi, dengan beberapa tidak dapat melarikan diri dari tempat kerja yang tidak bersahabat karena persyaratan mereka tinggal bersama majikan mereka.
Menurut para aktivis, sebagian besar korban tidak mampu mencari ganti rugi di Hong Kong, terutama setelah visa mereka berakhir pada akhir kontrak mereka.
Dalam sidang pengadilan,Kartika bersaksi bahwa penyiksaan itu meninggalkan bekas luka hitam yang menonjol di punggung, perut, dan lengan kirinya.
Pihak pengacara mengatakan parahnya cedera membatasi pilihan pekerjaannya di masa depan dan dia tidak pernah mampu membayar operasi dan perawatan medis yang dia butuhkan.
Suami dan istri yang telah mempekerjakannya—yang menyelesaikan hukuman masing-masing tiga setengah dan lima setengah tahun penjara—tidak menentang gugatan perdata.
Meskipun pemberian kompensasi seperti pada Puspitasari jarang terjadi, hal itu bukannya tanpa preseden.
Pada 2017, pengadilan Hong Kong memberikan lebih dari Rp1,5 miliar kepada TKW Erwiana Sulistyaningsih, yang disekap, kelaparan, dan dipukuli hingga kehilangan kendali atas fungsi tubuhnya.
Kartikamengatakan dia lelah dengan pencarian keadilan selama satu dekade.
Sekitar 340.000 pekerja rumah tangga migran, terutama perempuan dari Indonesia dan Filipina, bekerja di Hong Kong.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) telah lama berargumen bahwa sistem kota Hong Kong membuat pekerja rumah tangga rentan terhadap eksploitasi, dengan beberapa tidak dapat melarikan diri dari tempat kerja yang tidak bersahabat karena persyaratan mereka tinggal bersama majikan mereka.
Menurut para aktivis, sebagian besar korban tidak mampu mencari ganti rugi di Hong Kong, terutama setelah visa mereka berakhir pada akhir kontrak mereka.
Dalam sidang pengadilan,Kartika bersaksi bahwa penyiksaan itu meninggalkan bekas luka hitam yang menonjol di punggung, perut, dan lengan kirinya.
Pihak pengacara mengatakan parahnya cedera membatasi pilihan pekerjaannya di masa depan dan dia tidak pernah mampu membayar operasi dan perawatan medis yang dia butuhkan.
Suami dan istri yang telah mempekerjakannya—yang menyelesaikan hukuman masing-masing tiga setengah dan lima setengah tahun penjara—tidak menentang gugatan perdata.
Meskipun pemberian kompensasi seperti pada Puspitasari jarang terjadi, hal itu bukannya tanpa preseden.
Pada 2017, pengadilan Hong Kong memberikan lebih dari Rp1,5 miliar kepada TKW Erwiana Sulistyaningsih, yang disekap, kelaparan, dan dipukuli hingga kehilangan kendali atas fungsi tubuhnya.
Kartikamengatakan dia lelah dengan pencarian keadilan selama satu dekade.
Lihat Juga :
tulis komentar anda