Selamat dari Kelaparan Era Stalin, Nenek 102 Tahun Jadi Pembuat Seragam Sniper Ukraina
Rabu, 08 Februari 2023 - 00:09 WIB
KIEV - Liubov Yarosh, seorang nenek berusia 102 tahun asal Ukraina , menjadi saksi sejarah peristiwa dari dua era yang berbeda. Ia selamat dari tiga kelaparan termasuk Holodomor 1932-33 ketika biji-bijian petani Ukraina dilucuti untuk memberi makan industrialisasi Moskow dan menekan perlawanan kelompok nasionalis Ukraina di era Joseph Stalin.
Ia tinggal di rumahnya yang dihangatkan oleh tungku pembakaran kayu, beralaskan permadani tradisional Ukraina, dihiasi foto keluarga, dan pemandangan pastoral pada poster murah menutupi dinding pondoknya. Satu-satunya catatan masa lalunya yang tragis adalah akte kelahiran dan ingatannya.
“Tidak ada yang bisa dimakan saat itu. Kami makan daun linden dan jelatang. Kami biasa menggiling tumbuhan liar ini menjadi tepung, memanggangnya, dan memakannya. Itulah yang kami makan selama kelaparan,” tutur Yarosh dari rumahnya di desa Khodorkiv, di wilayah Zhytomyr, sekitar dua jam berkendara ke barat Kiev.
Pada usia 13 tahun dia melihat kakak laki-laki dan perempuannya tewas dalam kelaparan massal terburuk di Ukraina.
“Saya benar-benar bengkak. Kaki saya bengkak, tangan saya bengkak. Saya sangat sakit. Saya pikir saya akan mati,” ia menceritakan penderitaannya sendiri seperti dikutip dari CNN, Rabu (8/2/2023).
Saat itu Kremlin berusaha untuk menyingkirkan Ukraina dari petani mandiri, dari bahasanya, sejarahnya, artisnya, dan kemerdekaannya.
Yarosh sendiri masih menyimpan ingatannya yang mengerikan tentang masa kecilnya sangat kuat.
“Anak-anak kecil sekarat karena kelaparan. Mereka dibawa ke sebuah truk. Mereka menggali lubang besar dan membuang semuanya. Ada lengan dan kaki di sana dan mereka melemparkan tanah ke atasnya tanpa upacara apa pun,” ungkapnya.
Sekitar 90 tahun kemudian, dia menolak untuk menerima agresi terbaru. Yarosh menjadi saksi perjuangan tiga cucunya membela negara mereka sebagai tentara karena Kremlin menolak mengakui kemerdekaan Ukraina. Kebenciannya terhadap Rusia terlihat saat dia menirukan gerakan menggorok leher.
Kemarahannya atas apa yang dilakukan terhadap tanah airnya dan orang-orang telah mendorongnya untuk bertindak. Saat menceritakan kisahnya kepada CNN di dalam rumah yang dia tinggali bersama putrinya, dua sukarelawan tiba untuk mengantarkan kain goni.
Dia menikmati tugasnya, mengikat tali goni ke jaring untuk membuat pakaian kamuflase penembak jitu buat menyamarkan tentara Ukraina di vegetasi atau salju, agar mereka dapat membunuh orang Rusia dengan lebih baik.
“Kita perlu memusnahkan mereka agar tidak ada satu pun yang tersisa. Hanya dengan begitu bisa ada kedamaian,” kata Yarosh tentang Rusia.
Ia tinggal di rumahnya yang dihangatkan oleh tungku pembakaran kayu, beralaskan permadani tradisional Ukraina, dihiasi foto keluarga, dan pemandangan pastoral pada poster murah menutupi dinding pondoknya. Satu-satunya catatan masa lalunya yang tragis adalah akte kelahiran dan ingatannya.
“Tidak ada yang bisa dimakan saat itu. Kami makan daun linden dan jelatang. Kami biasa menggiling tumbuhan liar ini menjadi tepung, memanggangnya, dan memakannya. Itulah yang kami makan selama kelaparan,” tutur Yarosh dari rumahnya di desa Khodorkiv, di wilayah Zhytomyr, sekitar dua jam berkendara ke barat Kiev.
Pada usia 13 tahun dia melihat kakak laki-laki dan perempuannya tewas dalam kelaparan massal terburuk di Ukraina.
“Saya benar-benar bengkak. Kaki saya bengkak, tangan saya bengkak. Saya sangat sakit. Saya pikir saya akan mati,” ia menceritakan penderitaannya sendiri seperti dikutip dari CNN, Rabu (8/2/2023).
Saat itu Kremlin berusaha untuk menyingkirkan Ukraina dari petani mandiri, dari bahasanya, sejarahnya, artisnya, dan kemerdekaannya.
Yarosh sendiri masih menyimpan ingatannya yang mengerikan tentang masa kecilnya sangat kuat.
“Anak-anak kecil sekarat karena kelaparan. Mereka dibawa ke sebuah truk. Mereka menggali lubang besar dan membuang semuanya. Ada lengan dan kaki di sana dan mereka melemparkan tanah ke atasnya tanpa upacara apa pun,” ungkapnya.
Sekitar 90 tahun kemudian, dia menolak untuk menerima agresi terbaru. Yarosh menjadi saksi perjuangan tiga cucunya membela negara mereka sebagai tentara karena Kremlin menolak mengakui kemerdekaan Ukraina. Kebenciannya terhadap Rusia terlihat saat dia menirukan gerakan menggorok leher.
Kemarahannya atas apa yang dilakukan terhadap tanah airnya dan orang-orang telah mendorongnya untuk bertindak. Saat menceritakan kisahnya kepada CNN di dalam rumah yang dia tinggali bersama putrinya, dua sukarelawan tiba untuk mengantarkan kain goni.
Dia menikmati tugasnya, mengikat tali goni ke jaring untuk membuat pakaian kamuflase penembak jitu buat menyamarkan tentara Ukraina di vegetasi atau salju, agar mereka dapat membunuh orang Rusia dengan lebih baik.
“Kita perlu memusnahkan mereka agar tidak ada satu pun yang tersisa. Hanya dengan begitu bisa ada kedamaian,” kata Yarosh tentang Rusia.
(ian)
tulis komentar anda