Korban Tewas Baku Tembak Armenia-Azerbaijan Meningkat
Rabu, 15 Juli 2020 - 01:41 WIB
YEREVAN - Pertempuran tiga hari antara pasukan Armenia dan Azerbaijan telah menewaskan sedikitnya 16 orang, termasuk seorang jenderal Azerbaijan. Pasukan Armenia dan Azerbaijan bertempur Selasa dengan artileri berat dan pesawat tak berawak.
Ini adalah konflik bersenjata terburuk antara dua negara bertetangga selama bertahun-tahun.
Pertempuran di perbatasan yang tidak stabil antara kedua negara Kaukasus Selatan dimulai hari Minggu lalu. Azerbaijan mengatakan telah kehilangan 11 prajurit dan satu warga sipil dalam tiga hari pertempuran, sedangkan Armenia mengatakan empat tentaranya tewas pada hari Selasa. (Baca: Azerbaijan dan Armenia Baku Tembak di Perbatasan, 9 Tentara Tewas )
Dua tetangga di Kaukasus Selatan telah dikunci dalam konflik atas Nagorno-Karabakh, wilayah Azerbaijan yang berada di bawah kendali pasukan etnis Armenia yang didukung oleh Armenia sejak perang di sana berakhir pada 1994. Upaya internasional untuk menyelesaikan konflik pun terhenti.
Pasukan Armenia dan Azerbaijan sering terlibat dalam bentrokan. Pertempuran saat ini tampaknya menandai lonjakan permusuhan paling serius sejak 2016 ketika sejumlah orang terbunuh dalam pertempuran selama empat hari. (Baca: Bentrok di Nagorno-Karabakh, 3 Tentara Azerbaijan Tewas )
Insiden terbaru dimulai hari Minggu ketika pasukan Armenia dan Azerbaijan saling bertukar tembakan di bagian utara perbatasan mereka. Para pejabat di kedua negara saling menyalahkan atas dimulainya pertempuran dan mengatakan bahwa penembakan sporadis terus berlanjut.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan dua perwira senior, Mayor Jenderal Polad Hashimov dan Kolonel Ilgar Mirzayev, tewas dalam pertempuran pada Selasa bersama dengan lima prajurit lainnya.
Pejabat Armenia mengklaim bahwa drone Azerbaijan melancarkan serangan terhadap kota Berd, provinsi Tuvush, yang menargetkan infrastruktur sipil. Juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia Shushan Stepanyan mengatakan bahwa salah satu drone Azerbaijan jatuh.
Stepanyan juga menuduh bahwa militer Azerbaijan menggunakan warga sipil sebagai perisai, menempatkan artileri dekat dengan desa Dondar Gushchu di distrik Tovuz sekitar 10 kilometer (enam mil) dari perbatasan.
"Pihak Azerbaijan telah mengepung penduduknya sendiri dengan baterai artileri, menjadikan mereka target, dan kemudian mengeluh bahwa pasukan Armenia menembak ke arah itu," katanya di Facebook di mana ia memposting gambar artileri Azerbaijan di sekitar desa seperti dikutip dari US News, Rabu (15/7/2020).
Militer Azerbaijan menyangkal kehilangan sebuah pesawat tak berawak dan pada gilirannya mengklaim bahwa pasukannya menembak jatuh sebuah pesawat tak berawak serta menghancurkan sistem artileri Armenia bersama krunya.
Ketika permusuhan berlanjut, Armenia juga menuduh Azerbaijan meluncurkan serangan siber di situs web pemerintah Armenia.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan pada hari Senin menuduh Azerbaijan memprovokasi bentrokan dan memperingatkan bahwa negara tetangganya itu akan memikul tanggung jawab atas konsekuensi yang tidak terduga. Sedangkan Presiden Azerbaijan Ilhan Aliyev mengecam apa yang ia sebut sebagai "provokasi lain Armenia" dan berjanji untuk melindungi wilayah nasional Azerbaijan.
Turki, yang memiliki ikatan etnis dan budaya yang erat dengan Azerbaijan, telah menyuarakan dukungan kuat kepada Azerbaijan dalam konflik tersebut.
Amerika Serikat (AS) dan Rusia, yang menjadi ketua bersama kelompok Minsk dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa yang telah mencoba untuk menegosiasikan penyelesaian konflik Nagorno-Karabakh, telah mengutuk aksi kekerasan dan menyerukan menahan diri.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov melakukan panggilan telepon terpisah dengan rekan-rekannya di Armenia dan Azerbaijan pada hari Senin untuk menyerukan gencatan senjata segera.
Juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Moskow "sangat khawatir" tentang pertempuran itu dan siap untuk bertindak sebagai mediator.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyatakan khawatir. Juru bicaranya, Stéphane Dujarric, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kepala PBB mendesak untuk segera mengakhiri pertempuran dan meminta semua yang terlibat untuk mengambil langkah segera untuk menguraikan situasi dan menahan diri dari retorika provokatif.
Ini adalah konflik bersenjata terburuk antara dua negara bertetangga selama bertahun-tahun.
Pertempuran di perbatasan yang tidak stabil antara kedua negara Kaukasus Selatan dimulai hari Minggu lalu. Azerbaijan mengatakan telah kehilangan 11 prajurit dan satu warga sipil dalam tiga hari pertempuran, sedangkan Armenia mengatakan empat tentaranya tewas pada hari Selasa. (Baca: Azerbaijan dan Armenia Baku Tembak di Perbatasan, 9 Tentara Tewas )
Dua tetangga di Kaukasus Selatan telah dikunci dalam konflik atas Nagorno-Karabakh, wilayah Azerbaijan yang berada di bawah kendali pasukan etnis Armenia yang didukung oleh Armenia sejak perang di sana berakhir pada 1994. Upaya internasional untuk menyelesaikan konflik pun terhenti.
Pasukan Armenia dan Azerbaijan sering terlibat dalam bentrokan. Pertempuran saat ini tampaknya menandai lonjakan permusuhan paling serius sejak 2016 ketika sejumlah orang terbunuh dalam pertempuran selama empat hari. (Baca: Bentrok di Nagorno-Karabakh, 3 Tentara Azerbaijan Tewas )
Insiden terbaru dimulai hari Minggu ketika pasukan Armenia dan Azerbaijan saling bertukar tembakan di bagian utara perbatasan mereka. Para pejabat di kedua negara saling menyalahkan atas dimulainya pertempuran dan mengatakan bahwa penembakan sporadis terus berlanjut.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan dua perwira senior, Mayor Jenderal Polad Hashimov dan Kolonel Ilgar Mirzayev, tewas dalam pertempuran pada Selasa bersama dengan lima prajurit lainnya.
Pejabat Armenia mengklaim bahwa drone Azerbaijan melancarkan serangan terhadap kota Berd, provinsi Tuvush, yang menargetkan infrastruktur sipil. Juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia Shushan Stepanyan mengatakan bahwa salah satu drone Azerbaijan jatuh.
Stepanyan juga menuduh bahwa militer Azerbaijan menggunakan warga sipil sebagai perisai, menempatkan artileri dekat dengan desa Dondar Gushchu di distrik Tovuz sekitar 10 kilometer (enam mil) dari perbatasan.
"Pihak Azerbaijan telah mengepung penduduknya sendiri dengan baterai artileri, menjadikan mereka target, dan kemudian mengeluh bahwa pasukan Armenia menembak ke arah itu," katanya di Facebook di mana ia memposting gambar artileri Azerbaijan di sekitar desa seperti dikutip dari US News, Rabu (15/7/2020).
Militer Azerbaijan menyangkal kehilangan sebuah pesawat tak berawak dan pada gilirannya mengklaim bahwa pasukannya menembak jatuh sebuah pesawat tak berawak serta menghancurkan sistem artileri Armenia bersama krunya.
Ketika permusuhan berlanjut, Armenia juga menuduh Azerbaijan meluncurkan serangan siber di situs web pemerintah Armenia.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan pada hari Senin menuduh Azerbaijan memprovokasi bentrokan dan memperingatkan bahwa negara tetangganya itu akan memikul tanggung jawab atas konsekuensi yang tidak terduga. Sedangkan Presiden Azerbaijan Ilhan Aliyev mengecam apa yang ia sebut sebagai "provokasi lain Armenia" dan berjanji untuk melindungi wilayah nasional Azerbaijan.
Turki, yang memiliki ikatan etnis dan budaya yang erat dengan Azerbaijan, telah menyuarakan dukungan kuat kepada Azerbaijan dalam konflik tersebut.
Amerika Serikat (AS) dan Rusia, yang menjadi ketua bersama kelompok Minsk dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa yang telah mencoba untuk menegosiasikan penyelesaian konflik Nagorno-Karabakh, telah mengutuk aksi kekerasan dan menyerukan menahan diri.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov melakukan panggilan telepon terpisah dengan rekan-rekannya di Armenia dan Azerbaijan pada hari Senin untuk menyerukan gencatan senjata segera.
Juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa Moskow "sangat khawatir" tentang pertempuran itu dan siap untuk bertindak sebagai mediator.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyatakan khawatir. Juru bicaranya, Stéphane Dujarric, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kepala PBB mendesak untuk segera mengakhiri pertempuran dan meminta semua yang terlibat untuk mengambil langkah segera untuk menguraikan situasi dan menahan diri dari retorika provokatif.
(ber)
tulis komentar anda