Ukraina Diduga Gunakan Ranjau, Human Rights Watch Serukan Penyelidikan
Rabu, 01 Februari 2023 - 07:44 WIB
NEW YORK - Organisasi hak asasi manusia, Human Rights Watch , meminta Kiev melakukan penyelidikan atas dugaan penggunaan ranjau darat oleh militer Ukraina di dekat kota Izyum,wilayahtimur negara itu.
Kelompok yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS) itu mengatakan telah mendokumentasikan beberapa kasus di mana militer Ukraina menembakkan roket yang membawa ranjau anti-personel di dalam dan sekitar Izyum saat diduduki oleh pasukan Rusia.
“Pasukan Ukraina tampaknya telah menyebarkan ranjau darat secara ekstensif di sekitar wilayah Izium, menyebabkan korban sipil dan menimbulkan risiko yang berkelanjutan,” kata Steve Goose, Direktur Divisi Senjata di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan.
“Pasukan Rusia telah berulang kali menggunakan ranjau anti-personil dan melakukan kekejaman di seluruh negeri, tetapi ini tidak membenarkan penggunaan senjata terlarang ini oleh Ukraina,” tambahnya seperti dikutip dari The Hill, Rabu (1/2/2023).
Rusia pertama kali menguasai Izyum pada Maret 2022, sekitar satu bulan setelah perang di Ukraina. Pasukan Ukraina kemudian merebut kembali kota itu pada bulan September, di tengah serangan balasan yang cukup berhasil pada musim gugur yang lalu.
Setelah Izyum direbut kembali oleh pasukan Ukraina, menurut pihak berwenang Ukraina, sebuah situs pemakaman massal ditemukan di kota itu dan mayat-mayat yang digali dilaporkan menunjukkan tanda-tanda penyiksaan.
Menurut Human Rights Watch, selama pendudukan Rusia di Izyum, militer Ukraina tampaknya telah menggunakan ranjau darat di sembilan wilayah di sekitar Izyum, mengakibatkan 11 kematian warga sipil dan sekitar 50 warga sipil cedera.
Kelompok hak asasi manusia itu menemukan bukti fisik penggunaan ranjau darat - termasuk ranjau yang tidak meledak, sisa-sisa ranjau, kaset logam yang membawa ranjau dan tanda ledakan ranjau - di tujuh dari sembilan lokasi di Izyum. Dua lokasi yang tersisa diidentifikasi oleh para saksi.
Human Rights Watch mencatat bahwa Ukraina adalah penandatangan Perjanjian Pelarangan Ranjau 1997, yang melarang penggunaan ranjau darat. Rusia, yang bukan penandatangan perjanjian itu, menurut Human Rights Watch juga menggunakan ranjau anti-personil jenis lain selama perang hampir setahun di Ukraina.
Kementerian Pertahanan Ukraina dilaporkan menanggapi pertanyaan dari kelompok hak asasi manusia pada akhir November, mengklaim bahwa militernya mematuhi kewajiban internasionalnya. Namun, juga dicatat bahwa informasi tentang jenis senjata yang digunakan oleh Ukraina tidak boleh dikomentari sebelum perang berakhir.
Kelompok yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS) itu mengatakan telah mendokumentasikan beberapa kasus di mana militer Ukraina menembakkan roket yang membawa ranjau anti-personel di dalam dan sekitar Izyum saat diduduki oleh pasukan Rusia.
“Pasukan Ukraina tampaknya telah menyebarkan ranjau darat secara ekstensif di sekitar wilayah Izium, menyebabkan korban sipil dan menimbulkan risiko yang berkelanjutan,” kata Steve Goose, Direktur Divisi Senjata di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga
“Pasukan Rusia telah berulang kali menggunakan ranjau anti-personil dan melakukan kekejaman di seluruh negeri, tetapi ini tidak membenarkan penggunaan senjata terlarang ini oleh Ukraina,” tambahnya seperti dikutip dari The Hill, Rabu (1/2/2023).
Rusia pertama kali menguasai Izyum pada Maret 2022, sekitar satu bulan setelah perang di Ukraina. Pasukan Ukraina kemudian merebut kembali kota itu pada bulan September, di tengah serangan balasan yang cukup berhasil pada musim gugur yang lalu.
Setelah Izyum direbut kembali oleh pasukan Ukraina, menurut pihak berwenang Ukraina, sebuah situs pemakaman massal ditemukan di kota itu dan mayat-mayat yang digali dilaporkan menunjukkan tanda-tanda penyiksaan.
Menurut Human Rights Watch, selama pendudukan Rusia di Izyum, militer Ukraina tampaknya telah menggunakan ranjau darat di sembilan wilayah di sekitar Izyum, mengakibatkan 11 kematian warga sipil dan sekitar 50 warga sipil cedera.
Kelompok hak asasi manusia itu menemukan bukti fisik penggunaan ranjau darat - termasuk ranjau yang tidak meledak, sisa-sisa ranjau, kaset logam yang membawa ranjau dan tanda ledakan ranjau - di tujuh dari sembilan lokasi di Izyum. Dua lokasi yang tersisa diidentifikasi oleh para saksi.
Human Rights Watch mencatat bahwa Ukraina adalah penandatangan Perjanjian Pelarangan Ranjau 1997, yang melarang penggunaan ranjau darat. Rusia, yang bukan penandatangan perjanjian itu, menurut Human Rights Watch juga menggunakan ranjau anti-personil jenis lain selama perang hampir setahun di Ukraina.
Kementerian Pertahanan Ukraina dilaporkan menanggapi pertanyaan dari kelompok hak asasi manusia pada akhir November, mengklaim bahwa militernya mematuhi kewajiban internasionalnya. Namun, juga dicatat bahwa informasi tentang jenis senjata yang digunakan oleh Ukraina tidak boleh dikomentari sebelum perang berakhir.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda