Tewas Diserang Drone AS, Bocah Kelas 6 SD Dicap Militan
A
A
A
MARIB - Mohammed Saleh Qayed Taeiman, 12, bocah kelas enam SD di Yaman tewas terkena serangan pesawat tanpa awak (drone) Amerika Serikat (AS). Anehnya, pemerintah Yaman justru menuduh bocah kecil itu sebagai militan.
Kerabat korban mengatakan Mohammed adalah anak biasa yang periang dan menikmati pendidikan di sekolah. Ayah dan saudara bocah itu sudah tewas pada tahun 2011, juga karena serangan drone AS.
Menurut Organisasi Nasional Yaman untuk Korban Drone (NODV), Mohammed adalah satu dari tiga orang yang tewas dalam serangan drone AS di Yaman pada pekan lalu. Biro Investigasi Jurnalisme mencatat, 424 orang Yaman tewas, di mana delapan di antaranya anak-anak sejak serangan pesawat tanpa awak dimulai pada tahun 2002.
Sepupu korban, Muhammad Hussein Taeiman, di Kairo berbicara kepada Russia Today,menegaskan bahwa bocah itu bukan seorang militan. ”Tidak, tidak, tidak, dia seorang anak. Mohammed seperti anak lainnya, ia belajar di sekolah dan tinggal di rumah, “ ujarnya.
“Dia seperti anak manapun. Ayahnya tewas sekitar empat tahun yang lalu. Saat itu berusia delapan tahun dan tidak mengerti apa-apa. Dia kehilangan cinta ayahnya, tetapi tidak memiliki perasaan dendam. Dia hanya seorang anak. Mohammed sangat menyenangkan. Anak paling bahagia di desa,” lanjut Taeiman, yang dilansir Sabtu (7/2/2015).
”Dia dibunuh oleh pesawat tak berawak AS tanpa alasan. Dia berada di kelas enam sekolah dasar. Apa yang akan dia lakukan? Tidak ada yang memiliki dasar hukum untuk membuatnya terbunuh.”
Kerabat korban mengatakan Mohammed adalah anak biasa yang periang dan menikmati pendidikan di sekolah. Ayah dan saudara bocah itu sudah tewas pada tahun 2011, juga karena serangan drone AS.
Menurut Organisasi Nasional Yaman untuk Korban Drone (NODV), Mohammed adalah satu dari tiga orang yang tewas dalam serangan drone AS di Yaman pada pekan lalu. Biro Investigasi Jurnalisme mencatat, 424 orang Yaman tewas, di mana delapan di antaranya anak-anak sejak serangan pesawat tanpa awak dimulai pada tahun 2002.
Sepupu korban, Muhammad Hussein Taeiman, di Kairo berbicara kepada Russia Today,menegaskan bahwa bocah itu bukan seorang militan. ”Tidak, tidak, tidak, dia seorang anak. Mohammed seperti anak lainnya, ia belajar di sekolah dan tinggal di rumah, “ ujarnya.
“Dia seperti anak manapun. Ayahnya tewas sekitar empat tahun yang lalu. Saat itu berusia delapan tahun dan tidak mengerti apa-apa. Dia kehilangan cinta ayahnya, tetapi tidak memiliki perasaan dendam. Dia hanya seorang anak. Mohammed sangat menyenangkan. Anak paling bahagia di desa,” lanjut Taeiman, yang dilansir Sabtu (7/2/2015).
”Dia dibunuh oleh pesawat tak berawak AS tanpa alasan. Dia berada di kelas enam sekolah dasar. Apa yang akan dia lakukan? Tidak ada yang memiliki dasar hukum untuk membuatnya terbunuh.”
(mas)