ISIS Paksa Wanita Yazidi Donorkan Darah untuk Militan
A
A
A
SINJAR - Seorang wanita Yazidi, Irak, berhasil melarikan diri setelah disekap militan ISIS selama 28 hari. Dia dipaksa menikah dan mendonorkan darahnya untuk militan ISIS yang terluka akibat perang.
Wanita Yazidi bernama Hamshe, 19, bersama bayinya disandera militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) setelah suaminya tewas dibunuh. Menurutnya, tidak hanya para wanita yang dipaksa mendonorkan darah. Tapi juga anak-anak Yazidi yang disandera.
“Ketika masing-masing (militan ISIS) mengambil seorang gadis Yazidi, salah satu dari mereka membawa saya ke rumahnya, mengunci saya di sebuah ruangan dan mengatakan kepada saya; 'Saya tidak akan memberikan makanan atau air jika Anda menolak untuk menikah',” kata Hamshe menirukan ucapan militan ISIS yang menyekapnya.
Hamshe juga menceritakan adegan dramatis saat dia melarikan diri dari penyekapan militan ISIS. ”Suatu malam bayi saya menangis karena kehausan. Saya mengetuk pintu dan melihat semua penjaga tidur di luar. Saya mengambil sebotol air dari mereka, dan saya lari dengan bayi saya kemudian berjalan selama empat jam,” tutur Hamshe, seperti dikutip Daily Mail, Senin (12/1/2015).
Wanita Yazidi yang merasa beruntung bisa lari dari penyanderaan ISIS itu juga mengungkap pemaksaan donor darah oleh ISIS terhadap para wanita Yazidi. Darah itu dibutuhkan para militan ISIS yang terluka akibat perang.
”Mereka memaksa gadis-gadis Yazidi untuk menyumbangkan darah ke militan ISIS yang terluka. Bagaimana Tuhan mengizinkan tindakan seperti ini?,” tanya Hamshe, saat bercerita kepada aktivis Nareen Shammo.
Ketika melarikan diri dari penyanderaan militan ISIS, dia Hamshe bertemu dengan seorang pria Arab. Pria itu membawa Hamshe ke rumahnya dan dirawat selama tiga hari.
”Kemudian mereka (keluarga Arab) membawa saya ke sebuah pos pemeriksaan Peshmerga di Barda Rash. Saya berada di pos pemeriksaan selama tujuh jam. Kemudian kakak saya datang dan membawa saya pulang ke rumah,” tutur Hamshe.
Ibu Hamshe bersyukur putrinya bisa pulang.”Saya tidak bisa membayangkan bahwa anak saya akan pulang. Kami berterima kasih kepada Tuhan untuk itu. Keluarga kami hancur. Komunitas Yazidi telah dihancurkan,” kata ibu Hamshe.
Wanita Yazidi bernama Hamshe, 19, bersama bayinya disandera militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) setelah suaminya tewas dibunuh. Menurutnya, tidak hanya para wanita yang dipaksa mendonorkan darah. Tapi juga anak-anak Yazidi yang disandera.
“Ketika masing-masing (militan ISIS) mengambil seorang gadis Yazidi, salah satu dari mereka membawa saya ke rumahnya, mengunci saya di sebuah ruangan dan mengatakan kepada saya; 'Saya tidak akan memberikan makanan atau air jika Anda menolak untuk menikah',” kata Hamshe menirukan ucapan militan ISIS yang menyekapnya.
Hamshe juga menceritakan adegan dramatis saat dia melarikan diri dari penyekapan militan ISIS. ”Suatu malam bayi saya menangis karena kehausan. Saya mengetuk pintu dan melihat semua penjaga tidur di luar. Saya mengambil sebotol air dari mereka, dan saya lari dengan bayi saya kemudian berjalan selama empat jam,” tutur Hamshe, seperti dikutip Daily Mail, Senin (12/1/2015).
Wanita Yazidi yang merasa beruntung bisa lari dari penyanderaan ISIS itu juga mengungkap pemaksaan donor darah oleh ISIS terhadap para wanita Yazidi. Darah itu dibutuhkan para militan ISIS yang terluka akibat perang.
”Mereka memaksa gadis-gadis Yazidi untuk menyumbangkan darah ke militan ISIS yang terluka. Bagaimana Tuhan mengizinkan tindakan seperti ini?,” tanya Hamshe, saat bercerita kepada aktivis Nareen Shammo.
Ketika melarikan diri dari penyanderaan militan ISIS, dia Hamshe bertemu dengan seorang pria Arab. Pria itu membawa Hamshe ke rumahnya dan dirawat selama tiga hari.
”Kemudian mereka (keluarga Arab) membawa saya ke sebuah pos pemeriksaan Peshmerga di Barda Rash. Saya berada di pos pemeriksaan selama tujuh jam. Kemudian kakak saya datang dan membawa saya pulang ke rumah,” tutur Hamshe.
Ibu Hamshe bersyukur putrinya bisa pulang.”Saya tidak bisa membayangkan bahwa anak saya akan pulang. Kami berterima kasih kepada Tuhan untuk itu. Keluarga kami hancur. Komunitas Yazidi telah dihancurkan,” kata ibu Hamshe.
(mas)