Hong Kong adalah Hong Kong, China adalah China
A
A
A
HONG KONG - Demonstran di Hong Kong itu bernama Joshua Wong. Usianya baru 17 tahun, tapi dia berani meneriakkan posisi Tanah Air-nya, Hong Kong, yang tidak mau terlalu bergantung pada China.
Joshua hanya satu dari sekian ribu pelajar di Hong Kong yang turun ke jalan untuk menuntut Beijing memberikan izin bagi Hong Kong untuk menggelar Pemilu langsung.
Joshua dan ribuan rekan-rekannya bergabung dengan para aktivis pro-demokrasi untuk terus berdemo sampai China mengabulkan tuntutan rakyat Hong Kong.
Para demonstran mulai tidak suka dengan arogansi China, setelah pihak Beijing memperingatkan masyarakat dunia agar tidak ikut campur masalah di Hong Kong, karena wilayah itu merupakan bagian dari China.
Namun, bagi para demonstran, Tanah Air mereka tidak mau selalu tunduk mutlak pada China. Meskipun Hong Kong yang sebelumnya jajahan Inggris telah diambil alih oleh China pada tahun 1997.
”Hong Kong adalah Hong Kong dan China adalah China,” kata Ashley Au, seorang manajer public relations berusia31 tahun yang ikut demo di di lingkungan Causeway Bay, Selasa (30/9/2014). ”Kami ingin hak lebih dari suara kita, dalam pemerintahan kita,” lanjut dia.
Para demonstran tetap menunut Pemilu langsung digelar 2017 sebagai hak demokrasi. Namun Beijing bersikeras, bahwa China dan Hong Kon adalah satu negara dengan dua sistem.
Hari ini (1/10/2014), seperti dikutip Reuters, para demonstran kembali turun ke jalan meski diguyur hujan dan diselingi petir. Mereka akan terus berdemo ke jalan sampai puncaknya 1 Oktober 2014 yang merupakan hali libur nasional China.
”Ini rata-rata pelajar, mereka bukan sekelas aktivis,” kata Trey Menefee, mantan profesor di Universitas Hong Kong yang ikut berdemo di jalan.”Tidak ada demografis khusus dalam usia. Itu hanya hal usia,” ucapnya.
Menurut survei Universitas Hong Kong yang diterbitkan bulan ini, 75 persen responden berusia 18 sampai 29 menyatakan, bahwa mereka tidak percaya dengan pemerintah China. Sedangkan 85 persen dari mereka menyatakan tidak percaya dengan istilah “satu negara, dua sistem pemerintahan” yang diterapkan China terhadap Hong Kong.
Joshua hanya satu dari sekian ribu pelajar di Hong Kong yang turun ke jalan untuk menuntut Beijing memberikan izin bagi Hong Kong untuk menggelar Pemilu langsung.
Joshua dan ribuan rekan-rekannya bergabung dengan para aktivis pro-demokrasi untuk terus berdemo sampai China mengabulkan tuntutan rakyat Hong Kong.
Para demonstran mulai tidak suka dengan arogansi China, setelah pihak Beijing memperingatkan masyarakat dunia agar tidak ikut campur masalah di Hong Kong, karena wilayah itu merupakan bagian dari China.
Namun, bagi para demonstran, Tanah Air mereka tidak mau selalu tunduk mutlak pada China. Meskipun Hong Kong yang sebelumnya jajahan Inggris telah diambil alih oleh China pada tahun 1997.
”Hong Kong adalah Hong Kong dan China adalah China,” kata Ashley Au, seorang manajer public relations berusia31 tahun yang ikut demo di di lingkungan Causeway Bay, Selasa (30/9/2014). ”Kami ingin hak lebih dari suara kita, dalam pemerintahan kita,” lanjut dia.
Para demonstran tetap menunut Pemilu langsung digelar 2017 sebagai hak demokrasi. Namun Beijing bersikeras, bahwa China dan Hong Kon adalah satu negara dengan dua sistem.
Hari ini (1/10/2014), seperti dikutip Reuters, para demonstran kembali turun ke jalan meski diguyur hujan dan diselingi petir. Mereka akan terus berdemo ke jalan sampai puncaknya 1 Oktober 2014 yang merupakan hali libur nasional China.
”Ini rata-rata pelajar, mereka bukan sekelas aktivis,” kata Trey Menefee, mantan profesor di Universitas Hong Kong yang ikut berdemo di jalan.”Tidak ada demografis khusus dalam usia. Itu hanya hal usia,” ucapnya.
Menurut survei Universitas Hong Kong yang diterbitkan bulan ini, 75 persen responden berusia 18 sampai 29 menyatakan, bahwa mereka tidak percaya dengan pemerintah China. Sedangkan 85 persen dari mereka menyatakan tidak percaya dengan istilah “satu negara, dua sistem pemerintahan” yang diterapkan China terhadap Hong Kong.
(mas)