Tragedi MH17 Bisa Picu Perang AS dan Rusia
A
A
A
WASHINGTON - Jatuhnya Pesawat Malaysia Airlines (MAS) MH17 di tanah Ukraina timur yang diduga kuat karena ditembak rudal, Kamis lalu, bisa memicu perang antara Rusia dan Amerika Serikat (AS). Terlebih AS mengkritik Presiden Rusia, Vladimir Putin yang dianggap campur tangan dalam konflik di Ukraina timur.
Kekhawatiran tragedi MH17 bisa memicu perang menjadi laporan media AS, Wall Street Journal (WSJ), Sabtu (19/7/2014). WSJ dalam laporannya menggaris bawahi bahwa Presiden AS, Barack Obama sejak Mei lalu sudah memperingatkan bahwa agresi sebuah negara terhadap negara lain yang dilanda konflik bisa mengundang aksi militer AS.
”Kata-kata Obama sekarang akan diuji. Apakah pesawat Malaysia dengan 298 orang yang sengaja ditargetkan atau korban kesalahan (serangan) ini menandai tindakan tak terhindarkan dari sebuah agresi,” tulis Daniel Flitton, koresponden senior WSJ.
Ia mengatakan Obama telah mengingkari janjinya untuk mengambil tindakan terhadap Suriah yang melakukan serangan senjata kimia. Kebijakan Obama yang dianggap lemah itu telah jadi perbincangan publik negara-negara Barat.
Obama dalam kebijakan terbarunya, telah menjatuhkan sanksi terbaru terhadap Rusia. Obama telah menekan Putin agar Rusia hengkang dari konflik di Ukraina. Namun, Putin enggan menanggapi retorika Obama karena akan mempertaruhkan reputasinya.
Sementara itu, ketegangan AS dan Rusia kembali terasa di PBB. Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin, menganggap ada keanehan karena Ukraina mengizinkan pesawat MH17 terbang di zona perang, di Ukraina timur.
Sedangkan Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power terang-terangan menyalahkan separatis pro-Rusia. ”Kami menilai pesawat Malaysia Airlines MH17 yang membawa ini 298 orang dari Amsterdam ke Kuala Lumpur, kemungkinan besar jatuh oleh rudal SA-11 yang dioperasikan dari lokasi yang dikuasai separatis Ukraina timur,” ujar Samantha.
Kekhawatiran tragedi MH17 bisa memicu perang menjadi laporan media AS, Wall Street Journal (WSJ), Sabtu (19/7/2014). WSJ dalam laporannya menggaris bawahi bahwa Presiden AS, Barack Obama sejak Mei lalu sudah memperingatkan bahwa agresi sebuah negara terhadap negara lain yang dilanda konflik bisa mengundang aksi militer AS.
”Kata-kata Obama sekarang akan diuji. Apakah pesawat Malaysia dengan 298 orang yang sengaja ditargetkan atau korban kesalahan (serangan) ini menandai tindakan tak terhindarkan dari sebuah agresi,” tulis Daniel Flitton, koresponden senior WSJ.
Ia mengatakan Obama telah mengingkari janjinya untuk mengambil tindakan terhadap Suriah yang melakukan serangan senjata kimia. Kebijakan Obama yang dianggap lemah itu telah jadi perbincangan publik negara-negara Barat.
Obama dalam kebijakan terbarunya, telah menjatuhkan sanksi terbaru terhadap Rusia. Obama telah menekan Putin agar Rusia hengkang dari konflik di Ukraina. Namun, Putin enggan menanggapi retorika Obama karena akan mempertaruhkan reputasinya.
Sementara itu, ketegangan AS dan Rusia kembali terasa di PBB. Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin, menganggap ada keanehan karena Ukraina mengizinkan pesawat MH17 terbang di zona perang, di Ukraina timur.
Sedangkan Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Power terang-terangan menyalahkan separatis pro-Rusia. ”Kami menilai pesawat Malaysia Airlines MH17 yang membawa ini 298 orang dari Amsterdam ke Kuala Lumpur, kemungkinan besar jatuh oleh rudal SA-11 yang dioperasikan dari lokasi yang dikuasai separatis Ukraina timur,” ujar Samantha.
(mas)