Amnesty: Ribuan TKI alami perbudakan di Hong Kong
A
A
A
Sindonews.com – Amnesty Internasional melansir laporan, bahwa ribuan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berprofesi sebagai pembantu di Hong Kong, terjebak dalam praktik “perbudakan” dan terlilit utang.
Mereka ditipu broker dan mengalami eksploitasi. ”Dokumen mereka disita di Indonesia, gerakan mereka dikendalikan di Hong Kong,” kata Norma Muico, peneliti dari Amnesty Internasional untuk Migran Asia Pasifik, seperti dikutip CNN, Kamis (21/11/2013).
Laporan Muico itu berjudul “Exploited for profit, failed by governments” atau “Eksploitasi untuk mencari keuntungan, kegagalan pemerintah.”
”Badan perekrutan memberitahu majikan, 'jangan biarkan pekerja Anda keluar untuk tujuh bulan pertama ketika mereka membayar biaya perekrutan. Jangan biarkan mereka berbicara dengan para pekerja Indonesia lainnya’. Setiap aspek kehidupan mereka dikendalikan untuk tujuan mendapatkan uang,” ujar Muico.
Laporan itu menuduh Pemerintah Indonesia dan Hong Kong menutup mata untuk masalah ini. Karena para pekerja rumah tangga menyediakan layanan yang berharga untuk kota (di Hong Kong), dan mengirim banyak uang yang mereka peroleh ke Indonesia.
Menanggapi laporan tersebut , Konsulat Indonesia di Hong Kong merilis sebuah pernyataan. ”Perlindungan warga Indonesia di luar negeri adalah prioritas Pemerintah Indonesia ,” bunyi pernyataan Konsulat Inodnesia di Hong Kong. ”Kami memiliki komitmen penuh untuk melakukan itu dengan segala cara yang mungkin dan sumber daya (kami).”
Sementara itu, Departemen Tenaga Kerja Hong Kong juga mengeluarkan pernyataan. ”Kami tidak mengizinkan penyalahgunaan FDHs (pembantu rumah tangga asing) termasuk praktik bayar upah yang kurang, tidak adanya hari libur mingguan dan hari libur resmi, dann setiap penyalahgunaan yang didukung oleh bukti yang cukup akan dituntut,” bunyi pernyataan departemen itu.
Hingga September 2013, hampir 150 ribu pekerja rumah tangga Indonesia , tinggal dan bekerja di Hong Kong. Jumlah itu hampir separuh dari totalnya 319 ribu jiwa. Selain di Hong Kong, mereka bekerja di Filipina. Rata-rata mereka adalah perempuan.
Mereka ditipu broker dan mengalami eksploitasi. ”Dokumen mereka disita di Indonesia, gerakan mereka dikendalikan di Hong Kong,” kata Norma Muico, peneliti dari Amnesty Internasional untuk Migran Asia Pasifik, seperti dikutip CNN, Kamis (21/11/2013).
Laporan Muico itu berjudul “Exploited for profit, failed by governments” atau “Eksploitasi untuk mencari keuntungan, kegagalan pemerintah.”
”Badan perekrutan memberitahu majikan, 'jangan biarkan pekerja Anda keluar untuk tujuh bulan pertama ketika mereka membayar biaya perekrutan. Jangan biarkan mereka berbicara dengan para pekerja Indonesia lainnya’. Setiap aspek kehidupan mereka dikendalikan untuk tujuan mendapatkan uang,” ujar Muico.
Laporan itu menuduh Pemerintah Indonesia dan Hong Kong menutup mata untuk masalah ini. Karena para pekerja rumah tangga menyediakan layanan yang berharga untuk kota (di Hong Kong), dan mengirim banyak uang yang mereka peroleh ke Indonesia.
Menanggapi laporan tersebut , Konsulat Indonesia di Hong Kong merilis sebuah pernyataan. ”Perlindungan warga Indonesia di luar negeri adalah prioritas Pemerintah Indonesia ,” bunyi pernyataan Konsulat Inodnesia di Hong Kong. ”Kami memiliki komitmen penuh untuk melakukan itu dengan segala cara yang mungkin dan sumber daya (kami).”
Sementara itu, Departemen Tenaga Kerja Hong Kong juga mengeluarkan pernyataan. ”Kami tidak mengizinkan penyalahgunaan FDHs (pembantu rumah tangga asing) termasuk praktik bayar upah yang kurang, tidak adanya hari libur mingguan dan hari libur resmi, dann setiap penyalahgunaan yang didukung oleh bukti yang cukup akan dituntut,” bunyi pernyataan departemen itu.
Hingga September 2013, hampir 150 ribu pekerja rumah tangga Indonesia , tinggal dan bekerja di Hong Kong. Jumlah itu hampir separuh dari totalnya 319 ribu jiwa. Selain di Hong Kong, mereka bekerja di Filipina. Rata-rata mereka adalah perempuan.
(mas)