Hendak minta tolong, warga kulit hitam ditembak polisi AS
A
A
A
Sindonews.com - Polisi di Charlotte, North Carolina, Amerika Serikat (AS), menembak mati seorang pria yang sedang berlari menuju petugas polisi, pada Sabtu pekan lalu. Jonathan Ferrell, 24, warga kulit hitam ditembak mati, saat ia berupaya meminta pertolongan setelah selamat dari tabrakan mobil.
Pengacara keluarga korban, menilai penembakan terhadap warga kulit hitam AS itu, berunsur rasis. ”Kalau Ferrell bukan warga kulit hitam atau coklat, tidak akan ada pertanyaan kenapa dia ditembus dengan peluru,” kata pengacara keluarga korban, Chris Chestnut, seperti dikutip Reuters, Senin (16/9/2013).
Pengacara itu akan meminta bukti-bukti kepada polisi soal penembakan kliennya tersebut. Menurut Chestnut, sebelum ditembak mati, Ferrell sedang mencari bantuan kepada warga di lingkungan masyarakat kulit putih AS, setelah kecelakaan itu.
Saat itu, seorang wanita menelepon operator darurat 911, setelah Ferrell mulai mengetuk pintu rumahnya bertubi-tubi, sekitar pukul 02.30 waktu setempat. Wanita itu lantas menutup pintu setelah melihat yang mengetuk pintu bukan suaminya. Menurut polisi, wanita itu baru menyadari, jika Ferrell dalam kondisi merangkak minta pertolongan.
Tiga polisi yang tiba di rumah wanita itu, menemukan Ferrell tak berdaya. Mengetahui ada petugas polisi datang, Ferrel berusaha berlari menghampiri para polisi. Salah satu polisi kemudian menembak Ferrel, tapi pria itu terus berlari untuk menghampiri polisi. Randall Kerrick, petugas polisi yang lain, menembak Ferrell beberapa kali sampai tewas.
Keesokan harinya, polisi menemukan mobil Ferrel yang kecelakaan hancur. Pihak Kepolisian setempat kini memberikan sanksi administratif kepada tiga petugas polisi tersebut. ”Investigasi kami menunjukkan bahwa petugas Kerrick tidak memiliki hak yang sah untuk melepaskan senjatanya,” kata pihak Kepolisian dalam sebuah pernyataan.
Ferrell adalah mantan pemain sepak bola untuk Universitas A&M Florida, di Tallahassee yang baru saja pindah ke Charlotte dengan tunangannya untuk melanjutkan studinya di Universitas Johnson C. Smith.
Pengacara keluarga korban, menilai penembakan terhadap warga kulit hitam AS itu, berunsur rasis. ”Kalau Ferrell bukan warga kulit hitam atau coklat, tidak akan ada pertanyaan kenapa dia ditembus dengan peluru,” kata pengacara keluarga korban, Chris Chestnut, seperti dikutip Reuters, Senin (16/9/2013).
Pengacara itu akan meminta bukti-bukti kepada polisi soal penembakan kliennya tersebut. Menurut Chestnut, sebelum ditembak mati, Ferrell sedang mencari bantuan kepada warga di lingkungan masyarakat kulit putih AS, setelah kecelakaan itu.
Saat itu, seorang wanita menelepon operator darurat 911, setelah Ferrell mulai mengetuk pintu rumahnya bertubi-tubi, sekitar pukul 02.30 waktu setempat. Wanita itu lantas menutup pintu setelah melihat yang mengetuk pintu bukan suaminya. Menurut polisi, wanita itu baru menyadari, jika Ferrell dalam kondisi merangkak minta pertolongan.
Tiga polisi yang tiba di rumah wanita itu, menemukan Ferrell tak berdaya. Mengetahui ada petugas polisi datang, Ferrel berusaha berlari menghampiri para polisi. Salah satu polisi kemudian menembak Ferrel, tapi pria itu terus berlari untuk menghampiri polisi. Randall Kerrick, petugas polisi yang lain, menembak Ferrell beberapa kali sampai tewas.
Keesokan harinya, polisi menemukan mobil Ferrel yang kecelakaan hancur. Pihak Kepolisian setempat kini memberikan sanksi administratif kepada tiga petugas polisi tersebut. ”Investigasi kami menunjukkan bahwa petugas Kerrick tidak memiliki hak yang sah untuk melepaskan senjatanya,” kata pihak Kepolisian dalam sebuah pernyataan.
Ferrell adalah mantan pemain sepak bola untuk Universitas A&M Florida, di Tallahassee yang baru saja pindah ke Charlotte dengan tunangannya untuk melanjutkan studinya di Universitas Johnson C. Smith.
(esn)