Wapres Kenya diseret ke Mahkamah Internasional
A
A
A
Sindonews.com – Persidangan dengan terdakwa Wakil Presiden Kenya, William Ruto telah dibuka di Mahkamah Pidana Internasional (ICC ) di Den Haag, Belanda. Ruto dan Presiden Uhuru Kenyatta dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan sebagai dalang kekerasan dan pembunuhan pasca-Pemilu 2007.
Namun, kedua pemimpin Kenya itu membantah tuduhan tersebut. Ruto resmi duduk di kursi ICC sebagai terdakwa untuk pertama kalinya. Sidang itu, akan menjadi tolok ukur para pemimpin politik dunia yang bermasalah.
Sekitar 1.200 orang tewas dan 600 ribbu dipaksa meninggalkan rumah mereka dalam beberapa pekan aksi kekerasan setelah sengketa Pemilu Desember 2007 di Kenya. PBB sudah menengahi kasus itu, yang berujung tuntutan pertanggungjawaban kedua pemimpin Kenya tersebut.
Sebuah komisi telah dibentuk untuk menyelidiki kekerasan dan direkomendasikan untuk membawa kasus itu ke Mahkamah Internasional di Den Haag, jika pengadilan kasus itu gagal digelar di Kenya.
Kenya berulang kali gagal untuk menggelar pengadilan untuk mereka. Sehingga ICC mendakwa mereka sebagai penanggung jawab aksi kekerasan.
ICC, seperti dikutip BBC, Selasa (10/9/2013), mengatakan sidang dua pemimpin Kenya tidak akan berbenturan. ”Sebelumnya (Presiden) Kenyatta memperingatkan, bahwa konstitusi Kenya mencegah dua orang pemimpin berada di luar negeri pada waktu yang sama,” tulis BBC, mengutip pernyataan Kenyatta.
Presiden Kenyatta sendiri dijadwalkan diadili pada pada bulan November 2013. Para hakim di Den Haag telah menetapkan, dua kasus bisa didengar secara bergantian. Pengadilan mengatakan kasus akan berlanjut, bahkan jika Presiden Kenya mundur sekalipun.
ICC didirikan pada tahun 2002 untuk menangani genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi.
Namun, kedua pemimpin Kenya itu membantah tuduhan tersebut. Ruto resmi duduk di kursi ICC sebagai terdakwa untuk pertama kalinya. Sidang itu, akan menjadi tolok ukur para pemimpin politik dunia yang bermasalah.
Sekitar 1.200 orang tewas dan 600 ribbu dipaksa meninggalkan rumah mereka dalam beberapa pekan aksi kekerasan setelah sengketa Pemilu Desember 2007 di Kenya. PBB sudah menengahi kasus itu, yang berujung tuntutan pertanggungjawaban kedua pemimpin Kenya tersebut.
Sebuah komisi telah dibentuk untuk menyelidiki kekerasan dan direkomendasikan untuk membawa kasus itu ke Mahkamah Internasional di Den Haag, jika pengadilan kasus itu gagal digelar di Kenya.
Kenya berulang kali gagal untuk menggelar pengadilan untuk mereka. Sehingga ICC mendakwa mereka sebagai penanggung jawab aksi kekerasan.
ICC, seperti dikutip BBC, Selasa (10/9/2013), mengatakan sidang dua pemimpin Kenya tidak akan berbenturan. ”Sebelumnya (Presiden) Kenyatta memperingatkan, bahwa konstitusi Kenya mencegah dua orang pemimpin berada di luar negeri pada waktu yang sama,” tulis BBC, mengutip pernyataan Kenyatta.
Presiden Kenyatta sendiri dijadwalkan diadili pada pada bulan November 2013. Para hakim di Den Haag telah menetapkan, dua kasus bisa didengar secara bergantian. Pengadilan mengatakan kasus akan berlanjut, bahkan jika Presiden Kenya mundur sekalipun.
ICC didirikan pada tahun 2002 untuk menangani genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi.
(esn)