Suu Kyi kecam pengetatan perkawinan perempuan Buddha
A
A
A
Sindonews.com - Pemimpin Oposisi Myanmar, Aung San Suu Kyi pada Jumat (21/6/2013), mengecam proposal aturan dari Biarawan Nasionalis yang membatasi pernikahan perempuan Buddha dengan laki-laki lain agama.
”Ini adalah salah satu sisi. Mengapa hanya perempuan? Anda tidak bisa memperlakukan perempuan secara tidak adil,” ujar Suu Kyi dalam wawancaranya dengan stasiun Radio Free Asia.
”Saya juga memahami bahwa ini tidak sesuai dengan hukum negara dan itu juga bukan bagian dari (hukum) agama Buddha,” kata aktivis veteran penerima Nobel Perdamaian itu. ”Ini adalah pelanggaran terhadap hak-hak perempuan dan hak asasi manusia,” lanjut Suu Kyi.
Menurut proposal aturan itu, laki-laki non-Buddhis yang ingin menikahi seorang wanita Buddhis harus mengkonversi (pindah agama) dan mendapatkan izin dari orangtuanya untuk menikah, atau (jika tidak) akan menerima risiko 10 tahun penjara.
Ide pembuatan aturan yang kontroversial itu muncul pada pertemuan baru-baru ini, di mana lebih dari 200 biksu dipanggil untuk membahas soal lonjakan kekerasan Buddha-Muslim di negara yang pernah diperintah junta militer itu.
Wirathu, biksu senior di Myanmar, mengatakan hukum itu memang diperlukan. ”Karena anak perempuan Buddhis telah kehilangan kebebasan beragama, ketika mereka menikah dengan pria Muslim,” katanya.
”Ini adalah salah satu sisi. Mengapa hanya perempuan? Anda tidak bisa memperlakukan perempuan secara tidak adil,” ujar Suu Kyi dalam wawancaranya dengan stasiun Radio Free Asia.
”Saya juga memahami bahwa ini tidak sesuai dengan hukum negara dan itu juga bukan bagian dari (hukum) agama Buddha,” kata aktivis veteran penerima Nobel Perdamaian itu. ”Ini adalah pelanggaran terhadap hak-hak perempuan dan hak asasi manusia,” lanjut Suu Kyi.
Menurut proposal aturan itu, laki-laki non-Buddhis yang ingin menikahi seorang wanita Buddhis harus mengkonversi (pindah agama) dan mendapatkan izin dari orangtuanya untuk menikah, atau (jika tidak) akan menerima risiko 10 tahun penjara.
Ide pembuatan aturan yang kontroversial itu muncul pada pertemuan baru-baru ini, di mana lebih dari 200 biksu dipanggil untuk membahas soal lonjakan kekerasan Buddha-Muslim di negara yang pernah diperintah junta militer itu.
Wirathu, biksu senior di Myanmar, mengatakan hukum itu memang diperlukan. ”Karena anak perempuan Buddhis telah kehilangan kebebasan beragama, ketika mereka menikah dengan pria Muslim,” katanya.
(esn)