Rusia: Kekerasan di Irak berakar di Suriah
A
A
A
Sindonews.com – Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan, bahwa wabah baru kekerasan di Irak berakar dalam konflik yang sedang berlangsung di Suriah.
Kementerian itu mengatakan dalam sebuah komentar yang diterbitkan di situsnya, Selasa (28/5/2013), bahwa lebih dari 500 orang telah tewas dalam gelombang baru ketegangan di Irak sejak awal Mei.
Ditambahkan, bahwa Moskow “terganggu secara serius” oleh konfrontasi itu dan mengutuk keras serangan yang dilakukan oleh kaum militan. “Munculnya ketegangan di Irak berkaitan dengan konflik di Suriah, yang mulai melintasi batas,” sebut pernyataan Kemenlu Rusia.
Rusia menyerukan semua kekuatan politik di Irak untuk mencapai rekonsiliasi nasional guna mencegah pertumpahan darah, kehancuran, dan penderitaan rakyat di negara itu.
Kementerian itu juga mengatakan, bahwa Moskow melihat apa yang terjadi di Irak sebagai akibat dari konflik politik, sosial, dan keagamaan yang belum terselesaikan. Kondisi ini diperparah oleh invasi asing pada 2003 dan perang sipil.
Hingga Selasa, dilaporkan 507 orang tewas dan 1.287 terluka. Jumlah ini membuat Mei menjadi bulan paling mematikan dalam kurun satu tahun terakhir. Besarnya jumlah korban tewas telah menimbulkan rasa prihatin dari berbagai pihak.
"Saya sekali lagi mendesak semua pemimpin Irak untuk melakukan segala kemungkinan guna melindungi warga sipil Irak. Ini adalah tanggung jawab mereka, untuk menghentikan pertumpahan darah," kata utusan PBB Martin Kobler dalam sebuah pernyataan.
Kementerian itu mengatakan dalam sebuah komentar yang diterbitkan di situsnya, Selasa (28/5/2013), bahwa lebih dari 500 orang telah tewas dalam gelombang baru ketegangan di Irak sejak awal Mei.
Ditambahkan, bahwa Moskow “terganggu secara serius” oleh konfrontasi itu dan mengutuk keras serangan yang dilakukan oleh kaum militan. “Munculnya ketegangan di Irak berkaitan dengan konflik di Suriah, yang mulai melintasi batas,” sebut pernyataan Kemenlu Rusia.
Rusia menyerukan semua kekuatan politik di Irak untuk mencapai rekonsiliasi nasional guna mencegah pertumpahan darah, kehancuran, dan penderitaan rakyat di negara itu.
Kementerian itu juga mengatakan, bahwa Moskow melihat apa yang terjadi di Irak sebagai akibat dari konflik politik, sosial, dan keagamaan yang belum terselesaikan. Kondisi ini diperparah oleh invasi asing pada 2003 dan perang sipil.
Hingga Selasa, dilaporkan 507 orang tewas dan 1.287 terluka. Jumlah ini membuat Mei menjadi bulan paling mematikan dalam kurun satu tahun terakhir. Besarnya jumlah korban tewas telah menimbulkan rasa prihatin dari berbagai pihak.
"Saya sekali lagi mendesak semua pemimpin Irak untuk melakukan segala kemungkinan guna melindungi warga sipil Irak. Ini adalah tanggung jawab mereka, untuk menghentikan pertumpahan darah," kata utusan PBB Martin Kobler dalam sebuah pernyataan.
(esn)