Polusi Udara di China Turun Drastis Akibat Virus Corona

Selasa, 03 Maret 2020 - 12:45 WIB
Polusi Udara di China Turun Drastis Akibat Virus Corona
Polusi Udara di China Turun Drastis Akibat Virus Corona
A A A
BEIJING - Dengan berkurangnya aktivitas lalu lintas dan produksi di pabrik akibat wabah virus korona Covid-19, China mengalami penurunan polusi udara. Hal itu terungkap dari citra satelit yang dikeluarkan Badan Penerbangan dan Antariksa (NASA) Amerika Serikat (AS) dan Badan Antariksa Eropa (ESA) beberapa waktu lalu.

Berdasarkan citra satelit, tingkat nitrogen dioksida di China menumpuk pada 1–20 Januari. Namun, pada 10–25 Februari, jejak gas tersebut hampir tidak terlihat mata. Nitrogen dioksida adalah gas yang berwarna kuning-coklat, biasanya diproduksi kendaraan bermotor, pembangkit listrik, dan fasilitas industri.

Peneliti kualitas udara di Goddard Space Flight Center NASA, Fei Liu, mengatakan penurunan itu terlihat paling jelas di Wuhan, pusat wabah Covid-19. “Saya baru kali ini melihat penurunan drastis di area seluas itu. Tingkat pengurangannya sangat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” katanya dilansir CNN.

Menurut IQAir, AirVisual, dan Greenpeace, China merupakan salah satu negara yang tidak terbebas dari polusi udara. Wilayah perkotaan di China juga sering diselimuti kabut asap. Melalui kebijakan baru, termasuk penggunaan mobil listrik, tingkat polusi di China diharapkan bisa menurun pada masa mendatang.

Selain China, negara lain yang menghadapi masalah polusi terburuk ialah India. Sebanyak 22 dari 30 kota polusi terburuk di dunia bahkan berada di India. Kota India yang paling tercemar ialah kota industri Gurugram. Tingkat polusi udaranya 13 kali lebih tinggi dibandingkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Kota lainnya yang berada di belakang Gurugram ialah Delhi, ibu kota paling tercemar di seluruh dunia, Patna, Lucknow, Faisalabad, Lahore, dan Hotan. Para ahli dari IQAir, AirVisual, dan Greenpeace, fokus pada PM2.5. Partikel mikroskopis itu 20 kali lebih kecil dibandingkan sehelai rambut manusia dan sangat berbahaya.

PM2.5 bisa berupa logam, senyawa organik, atau hasil dari pembakaran batu bara, kayu, arang, gas, dan minyak. Dampaknya terhadap kesehatan dan ekonomi lebih hebat dibanding asap rokok. Secara global, partikel itu menyebabkan tujuh juta orang tewas per tahun dan mengurangi rata-rata usia sekitar 1,8 tahun.

Kerugian ekonomi yang ditelan dari kematian buruh akibat PM2.5 saja mencapai USD225 miliar. Adapun untuk kesehatan ditaksir mencapai triliunan dolar AS. Bank Dunia bahkan mengestimasikan polusi udara merugikan India sebesar 8,5% dari PDB. Dengan peningkatan industrialisasi, masalah itu akan kian sulit diatasi.

Polusi udara merupakan salah satu penyebab kematian yang tidak disadari banyak orang dan sudah menyebar ke seluruh dunia. WHO menyebut sebanyak 91% penduduk dunia menghirup udara “jahat”. PM2.5 bisa mencemari aliran darah ketika terhirup hingga menyebabkan kanker, stroke, dan penyakit jantung.

WHO mengungkapkan risiko penyakit tak menular (NCD) menewaskan 41 juta orang per tahun di dunia. Selain menyarankan pembuat kebijakan membangun akses layanan kesehatan dan keselamatan, WHO juga menyarankan pengentasan masalah asap rokok, polusi udara, diet buruk, dan rendahnya aktivitas olahraga. (Muh Shamil)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6046 seconds (0.1#10.140)