Marahnya China saat Warganya Dilarang Masuk Banyak Negara
A
A
A
BEIJING - Semakin banyak negara yang menutup pintu bagi warga negara China dan menangguhkan penerbangan dari negara Tirai Bambu di tengah mewabahnya virus Corona baru, 2019-nCoV. Larangan masuk bagi warganya itu membuat China benar-benar marah bahkan membandingkannya dengan peristiwa Holocaust.
Negara-negara yang melarang masuk pengunjung asal China—baik total seluruh wilayah atau sebagian wilayah negara tersebut—antara lain:
Menurut Beijing keputusan seperti itu bertentangan dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan darurat kesehatan global akibat wabah 2019-nCoV tidak boleh direspons dengan pembatasan ketat perjalanan dan perdagangan dengan China.
Pelaksana Tugas (Plt) Duta Besar China untuk Israel, Dai Yuming, membandingkan apa yang dialami warga negara China di berbagai negara dengan peristiwa Holocaust.
Dalam sebuah pengarahan kemarin di Tel Aviv dia mengatakan; “Jutaan orang Yahudi terbunuh, dan banyak, banyak orang Yahudi yang ditolak ketika mereka mencoba mencari bantuan dari negara lain. Hanya sangat, sangat sedikit negara yang membuka pintu mereka, dan di antara mereka adalah China," katanya, seperti dikutip dari SBS.com.au, Senin (3/2/2020).
Dia juga menyalahkan apa yang dia sebut sebagai "berita palsu" sebagai faktor banyak negara membuat pembatasan seperti itu.
Dai dalam menceritakan peritiwa Holocaust mengklaim bahwa Shanghai di masa silam menawarkan perlindungan kepada sekitar 20.000 orang Yahudi yang melarikan diri dari Eropa.
Sebenarnya, alasan ribuan orang Yahudi kala itu dapat masuk Shanghai bukan semata-mata karena kemurahan hati China, namun karena pemerintah China di masa itu tidak mengontrol internal Shanghai karena fakta bahwa kota itu adalah kota pelabuhan hasil sebuah perjanjian dengan status ekstra teritorial. Kota status seperti itu adalah salah satu dari sedikit tempat di dunia yang bisa dijangkau orang Yahudi tanpa harus mendapatkan visa.
Ini bukan pertama kalinya China menggunakan perbandingan Holocaust untuk mengekspresikan ketidaksenangannya. Media pemerintah China tahun lalu menyindir bahwa pengunjuk rasa Hong Kong bertindak seperti Nazi dengan membagikan sebuah puisi ala "First They Came" karya Martin Niemöller, seorang pendeta Jerman yang secara terbuka menentang Adolf Hitler dan dikirim ke kamp konsentrasi. Perbandingan itu dikritik habis-habisan.
China mungkin menyadari bahwa pihaknya melangkah terlalu jauh dengan perbandingan Holocaust kali ini. Kedutaan Besar China di Israel kemudian meminta maaf atas pernyataan Dai, dan mengatakan; "Tidak ada niat apa pun untuk membandingkan hari-hari gelap Holocaust dengan situasi saat ini dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah Israel untuk melindungi warganya."
Negara-negara yang melarang masuk pengunjung asal China—baik total seluruh wilayah atau sebagian wilayah negara tersebut—antara lain:
- Amerika Serikat (melarang masuk seluruh pengunjung asal China maupun warga asing yang dalam 14 hari terakhir mengunjungi China)
- Selandia Baru (melarang masuk seluruh pengunjung asal China maupun warga asing yang dalam 14 hari terakhir mengunjungi China)
- Australia (melarang masuk seluruh pengunjung asal China maupun warga asing yang dalam 14 hari terakhir mengunjungi China)
- Indonesia (melarang masuk pengunjung asal China atau pengunjung asing yang 14 hari terakhir berada di China)
- Filipina (melarang masuk pengunjung asal China atau pengunjung asing yang 14 hari terakhir berada di China)
- Myanmar (melarang masuk pengunjung asal China atau pengunjung asing yang 14 hari terakhir berada di China)
- Irak (melarang masuk pengunjung asal China atau pengunjung asing yang 14 hari terakhir berada di China)
- Jepang (larangan masuk hanya berlaku untuk pelancong dari Hubei, pusat wabah virus Corona baru)
- Korea Selatan (larangan masuk hanya berlaku untuk pelancong dari Hubei)
- Israel (melarang masuk orang asing yang berkunjung ke China dalam 14 hari terakhir).
Menurut Beijing keputusan seperti itu bertentangan dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan darurat kesehatan global akibat wabah 2019-nCoV tidak boleh direspons dengan pembatasan ketat perjalanan dan perdagangan dengan China.
Pelaksana Tugas (Plt) Duta Besar China untuk Israel, Dai Yuming, membandingkan apa yang dialami warga negara China di berbagai negara dengan peristiwa Holocaust.
Dalam sebuah pengarahan kemarin di Tel Aviv dia mengatakan; “Jutaan orang Yahudi terbunuh, dan banyak, banyak orang Yahudi yang ditolak ketika mereka mencoba mencari bantuan dari negara lain. Hanya sangat, sangat sedikit negara yang membuka pintu mereka, dan di antara mereka adalah China," katanya, seperti dikutip dari SBS.com.au, Senin (3/2/2020).
Dia juga menyalahkan apa yang dia sebut sebagai "berita palsu" sebagai faktor banyak negara membuat pembatasan seperti itu.
Dai dalam menceritakan peritiwa Holocaust mengklaim bahwa Shanghai di masa silam menawarkan perlindungan kepada sekitar 20.000 orang Yahudi yang melarikan diri dari Eropa.
Sebenarnya, alasan ribuan orang Yahudi kala itu dapat masuk Shanghai bukan semata-mata karena kemurahan hati China, namun karena pemerintah China di masa itu tidak mengontrol internal Shanghai karena fakta bahwa kota itu adalah kota pelabuhan hasil sebuah perjanjian dengan status ekstra teritorial. Kota status seperti itu adalah salah satu dari sedikit tempat di dunia yang bisa dijangkau orang Yahudi tanpa harus mendapatkan visa.
Ini bukan pertama kalinya China menggunakan perbandingan Holocaust untuk mengekspresikan ketidaksenangannya. Media pemerintah China tahun lalu menyindir bahwa pengunjuk rasa Hong Kong bertindak seperti Nazi dengan membagikan sebuah puisi ala "First They Came" karya Martin Niemöller, seorang pendeta Jerman yang secara terbuka menentang Adolf Hitler dan dikirim ke kamp konsentrasi. Perbandingan itu dikritik habis-habisan.
China mungkin menyadari bahwa pihaknya melangkah terlalu jauh dengan perbandingan Holocaust kali ini. Kedutaan Besar China di Israel kemudian meminta maaf atas pernyataan Dai, dan mengatakan; "Tidak ada niat apa pun untuk membandingkan hari-hari gelap Holocaust dengan situasi saat ini dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah Israel untuk melindungi warganya."
(mas)