Pentagon: Serangan Seksual Meningkat di Akademi Militer AS
A
A
A
WASHINGTON - Pentagon mengatakan insiden serangan seksual di akademi militer AS meningkat lagi tahun lalu, meskipun ada upaya untuk memerangi masalah tersebut.
Selama tahun ajaran 2018 hingga 2019, ada 149 serangan seksual yang secara resmi dilaporkan kepada pihak berwenang di tiga akademi militer—di mana para kadet mempersiapkan masa depan sebagai perwira militer—dibandingkan dengan 117 kasus selama tahun ajaran sebelumnya. Menurut laporan Pentagon, peningkatan kasus itu lebih dari 25 persen.
Hitungan tahun ini hanya mencakup kasus-kasus kekerasan seksual yang dilaporkan kepada pihak berwenang, yang menurut Pentagon menyulitkan untuk menentukan apakah kenaikan kasus disebabkan oleh pelaporan yang lebih baik atau apakah kekerasan seksual memang terjadi lebih sering daripada tahun sebelumnya.
Setiap dua tahun, hampir 13.000 kadet di tiga akademi—Akademi Militer AS di West Point, New York, Akademi Angkatan Laut di Annapolis, Maryland, dan Akademi Angkatan Udara di Colorado Springs, Colorado—juga dapat mengisi kuesioner anonim tentang kekerasan seksual yang tidak dilaporkan kepada pihak berwenang, termasuk kasus pelecehan seksual atau kontak seksual yang tidak diinginkan.
Laporan Pentagon terbaru ini tidak termasuk hasil dari kuesioner.
Akademi Militer di West Point menghitung paling banyak kasus yang dialami kadet, di mana 57 serangan seksual dilaporkan, dan Akademi Angkatan Laut menghitung laporan paling sedikit 33 kasus. Ada 40 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan di Akademi Angkatan Udara. Sisa laporan berasal dari kasus-kasus non-kadet.
"Laporan ini adalah refleksi dari apa yang sudah kita ketahui," kata pensiunan Kolonel Don Christensen, mantan jaksa penuntut Angkatan Udara dan kepala organisasi Protect Our Defenders.
"Pentagon telah berulang kali gagal mengatasi krisis kekerasan seksual yang mencengkeram jajarannya dan, sebagai akibatnya, masalahnya terus tumbuh," lanjut dia, seperti dikutip AFP, Jumat (31/1/2020).
"Tahun demi tahun, kepemimpinan militer memuji fokus pada pencegahan meskipun tidak ada bukti bahwa tindakan pencegahan berhasil. Faktanya, yang terjadi adalah yang sebaliknya," ujarnya.
Christensen mengkritik kurangnya "reformasi peradilan militer" Pentagon dalam tidak menempatkan kasus kekerasan seksual "di tangan para profesional."
"Hambatan reformasi mereka yang terus-menerus telah menyebabkan peningkatan dramatis dalam pelecehan dan pelecehan seksual, tidak hanya memengaruhi mereka yang dengan berani melayani di militer kita, tetapi juga para pemimpin generasi selanjutnya," katanya.
Selama tahun ajaran 2018 hingga 2019, ada 149 serangan seksual yang secara resmi dilaporkan kepada pihak berwenang di tiga akademi militer—di mana para kadet mempersiapkan masa depan sebagai perwira militer—dibandingkan dengan 117 kasus selama tahun ajaran sebelumnya. Menurut laporan Pentagon, peningkatan kasus itu lebih dari 25 persen.
Hitungan tahun ini hanya mencakup kasus-kasus kekerasan seksual yang dilaporkan kepada pihak berwenang, yang menurut Pentagon menyulitkan untuk menentukan apakah kenaikan kasus disebabkan oleh pelaporan yang lebih baik atau apakah kekerasan seksual memang terjadi lebih sering daripada tahun sebelumnya.
Setiap dua tahun, hampir 13.000 kadet di tiga akademi—Akademi Militer AS di West Point, New York, Akademi Angkatan Laut di Annapolis, Maryland, dan Akademi Angkatan Udara di Colorado Springs, Colorado—juga dapat mengisi kuesioner anonim tentang kekerasan seksual yang tidak dilaporkan kepada pihak berwenang, termasuk kasus pelecehan seksual atau kontak seksual yang tidak diinginkan.
Laporan Pentagon terbaru ini tidak termasuk hasil dari kuesioner.
Akademi Militer di West Point menghitung paling banyak kasus yang dialami kadet, di mana 57 serangan seksual dilaporkan, dan Akademi Angkatan Laut menghitung laporan paling sedikit 33 kasus. Ada 40 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan di Akademi Angkatan Udara. Sisa laporan berasal dari kasus-kasus non-kadet.
"Laporan ini adalah refleksi dari apa yang sudah kita ketahui," kata pensiunan Kolonel Don Christensen, mantan jaksa penuntut Angkatan Udara dan kepala organisasi Protect Our Defenders.
"Pentagon telah berulang kali gagal mengatasi krisis kekerasan seksual yang mencengkeram jajarannya dan, sebagai akibatnya, masalahnya terus tumbuh," lanjut dia, seperti dikutip AFP, Jumat (31/1/2020).
"Tahun demi tahun, kepemimpinan militer memuji fokus pada pencegahan meskipun tidak ada bukti bahwa tindakan pencegahan berhasil. Faktanya, yang terjadi adalah yang sebaliknya," ujarnya.
Christensen mengkritik kurangnya "reformasi peradilan militer" Pentagon dalam tidak menempatkan kasus kekerasan seksual "di tangan para profesional."
"Hambatan reformasi mereka yang terus-menerus telah menyebabkan peningkatan dramatis dalam pelecehan dan pelecehan seksual, tidak hanya memengaruhi mereka yang dengan berani melayani di militer kita, tetapi juga para pemimpin generasi selanjutnya," katanya.
(mas)