Palestina Kecam Rencana Perdamaian Timur Tengah Trump
A
A
A
GAZA - Palestina mengecam rencana perdamaian Timur Tengah Amerika Serikat (AS) sesaat setelah Presiden Donald Trump mengumumkannya. Ribuan warga Palestina melakukan aksi protes di Jalur Gaza, sementara dua kelompok yang berseteru - Hamas dan Fatah - mengeluarkan pernyataan bernada kecaman terhadap rencana tersebut.
Rencana perdamaian yang diajukan Trump memunculkan dua solusi dua negara di mana Israel dan negara Palestina hidup berdampingan satu sama lain dengan syarat.
Trump mengusulkan negara Palestina di masa depan beribukota di Yerusalem Timur sebagai salah satu langkah terobosan dalam menyelesaikan konflik Israel dan Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Namun, Trump juga mengatakan Yerusalem akan tetap menjadi Ibu Kota Israel yang tidak terpisahkan.
Tidak ada reaksi langsung dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dari Otoritas Palestina yang didukung Barat, yang basis kekuatannya berada di Tepi Barat yang diduduki Israel. Abbas diketahui segera melakukan pertemuan dengan para pembantunya pada Selasa malam waktu setempat.
Tetapi juru bicara Partai Fatah yang dipimpin Abbas mengatakan rencana Trump akan masuk ke tempat sampah sejarah.
"Trump sedang berusaha mengalihkan fokus dari pemakzulannya di AS dan baik Trump, maupun siapa pun tidak akan dapat mengakhiri perjuangan Palestina," kata juru bicara Fatah Hussein Hamayel kepada Palestine TV seperti dikutip dari Reuters, Rabu (29/1/2020).
Sementara itu kelompok perjuangan Hamas, yang basisnya ada di Gaza, melontarkan pernyataan yang sangat pedas.
"Pernyataan Trump agresif dan akan memicu banyak kemarahan," kata pejabat Hamas Sami Abu Zuhri kepada Reuters.
"Pernyataan Trump tentang Yerusalem adalah omong kosong dan Yerusalem akan selalu menjadi tanah bagi Palestina. Palestina akan menghadapi kesepakatan ini dan Yerusalem akan tetap menjadi tanah Palestina," tambah Abu Zuhri.
Di Kota Gaza, warga Palestina membakar ban dan meneriakkan: "Trump adalah orang bodoh".
“Kami datang ke sini untuk menolak kesepakatan ini, kesepakatan rasa malu Amerika. Amerika Serikat bertanggung jawab atas semua kehancuran di dunia Arab,” kata Tamer Al-Madhoun, seorang pengunjuk rasa.
Terkait dengan situasi yang berkembang, Kedutaan Besar AS di Yerusalem membatasi pegawai pemerintah dan keluarganya bepergian dan beberapa kota di Palestina serta daerah-daerah pendudukan di Tepi Barat dengan memperingatkan akan kemungkinan adanya seruan untuk melakukan demonstrasi.
Rencana perdamaian yang diajukan Trump memunculkan dua solusi dua negara di mana Israel dan negara Palestina hidup berdampingan satu sama lain dengan syarat.
Trump mengusulkan negara Palestina di masa depan beribukota di Yerusalem Timur sebagai salah satu langkah terobosan dalam menyelesaikan konflik Israel dan Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Namun, Trump juga mengatakan Yerusalem akan tetap menjadi Ibu Kota Israel yang tidak terpisahkan.
Tidak ada reaksi langsung dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dari Otoritas Palestina yang didukung Barat, yang basis kekuatannya berada di Tepi Barat yang diduduki Israel. Abbas diketahui segera melakukan pertemuan dengan para pembantunya pada Selasa malam waktu setempat.
Tetapi juru bicara Partai Fatah yang dipimpin Abbas mengatakan rencana Trump akan masuk ke tempat sampah sejarah.
"Trump sedang berusaha mengalihkan fokus dari pemakzulannya di AS dan baik Trump, maupun siapa pun tidak akan dapat mengakhiri perjuangan Palestina," kata juru bicara Fatah Hussein Hamayel kepada Palestine TV seperti dikutip dari Reuters, Rabu (29/1/2020).
Sementara itu kelompok perjuangan Hamas, yang basisnya ada di Gaza, melontarkan pernyataan yang sangat pedas.
"Pernyataan Trump agresif dan akan memicu banyak kemarahan," kata pejabat Hamas Sami Abu Zuhri kepada Reuters.
"Pernyataan Trump tentang Yerusalem adalah omong kosong dan Yerusalem akan selalu menjadi tanah bagi Palestina. Palestina akan menghadapi kesepakatan ini dan Yerusalem akan tetap menjadi tanah Palestina," tambah Abu Zuhri.
Di Kota Gaza, warga Palestina membakar ban dan meneriakkan: "Trump adalah orang bodoh".
“Kami datang ke sini untuk menolak kesepakatan ini, kesepakatan rasa malu Amerika. Amerika Serikat bertanggung jawab atas semua kehancuran di dunia Arab,” kata Tamer Al-Madhoun, seorang pengunjuk rasa.
Terkait dengan situasi yang berkembang, Kedutaan Besar AS di Yerusalem membatasi pegawai pemerintah dan keluarganya bepergian dan beberapa kota di Palestina serta daerah-daerah pendudukan di Tepi Barat dengan memperingatkan akan kemungkinan adanya seruan untuk melakukan demonstrasi.
(ian)