Rouhani: Iran Perkaya Uranium Lebih Banyak Daripada Sebelum JCPOA
A
A
A
TEHERAN - Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan bahwa Teheran sekarang telah memperkaya lebih banyak uranium daripada sebelum meneken kesepakatan nuklir 2015 dengan kekuatan dunia.
"Kami memperkaya lebih banyak uranium (daripada) sebelum kesepakatan tercapai," kata Rouhani dalam sebuah pidatonya di televisi.
"Tekanan telah meningkat di Iran tetapi kami terus berkembang," imbuhnya.
"Kami tidak memiliki batasan pada file nuklir, dan kami meningkatkan pengayaan setiap hari," tukasnya, menurut sebuah tweet dari Al-Mayadeen Channel yang berbasis di Lebanon, yang menerbitkan pembaruan dari pidato tersebut seperti dikutip dari Fox News, Kamis (16/1/2020).
Pernyataan itu dikeluarkan setelah Inggris, Prancis, dan Jerman, yang menandatangani Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2015, mengirim surat kepada kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa pada hari Selasa yang mengatakan bahwa mereka menghidupkan klausul "mekanisme sengketa." Klausul ini menandakan dimulainya sebuah proses yang dapat mulihkan sanksi PBB yang sebelumnya dicabut berdasarkan kesepakatan tersebut. (Baca: Trio Eropa Aktifkan Mekanisme Perselisihan, JCPOA Terancam Kolaps )
Trump menarik dukungan Amerika Serikat (AS) dari kesepakatan itu pada Mei 2018. Sejak saat itu, AS secara bertahap menerapkan kembali sanksi terhadap Iran. Iran pun menanggapinya dengan mengurangi secara bertahap kewajiban mereka hingga Eropa bisa menemukan solusi untuk membantu perekonomian mereka yang terpuruk akibat sanksi AS.
Terbaru, sebagai bagian dari tanggapannya terhadap serangan udara AS yang menewaskan Jenderal Qassem Soleimani, Iran mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi menghormati batasan yang ditetapkan pada berapa banyak sentrifugal yang dapat digunakan untuk memperkaya uranium.
"Kami memperkaya lebih banyak uranium (daripada) sebelum kesepakatan tercapai," kata Rouhani dalam sebuah pidatonya di televisi.
"Tekanan telah meningkat di Iran tetapi kami terus berkembang," imbuhnya.
"Kami tidak memiliki batasan pada file nuklir, dan kami meningkatkan pengayaan setiap hari," tukasnya, menurut sebuah tweet dari Al-Mayadeen Channel yang berbasis di Lebanon, yang menerbitkan pembaruan dari pidato tersebut seperti dikutip dari Fox News, Kamis (16/1/2020).
Pernyataan itu dikeluarkan setelah Inggris, Prancis, dan Jerman, yang menandatangani Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2015, mengirim surat kepada kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa pada hari Selasa yang mengatakan bahwa mereka menghidupkan klausul "mekanisme sengketa." Klausul ini menandakan dimulainya sebuah proses yang dapat mulihkan sanksi PBB yang sebelumnya dicabut berdasarkan kesepakatan tersebut. (Baca: Trio Eropa Aktifkan Mekanisme Perselisihan, JCPOA Terancam Kolaps )
Trump menarik dukungan Amerika Serikat (AS) dari kesepakatan itu pada Mei 2018. Sejak saat itu, AS secara bertahap menerapkan kembali sanksi terhadap Iran. Iran pun menanggapinya dengan mengurangi secara bertahap kewajiban mereka hingga Eropa bisa menemukan solusi untuk membantu perekonomian mereka yang terpuruk akibat sanksi AS.
Terbaru, sebagai bagian dari tanggapannya terhadap serangan udara AS yang menewaskan Jenderal Qassem Soleimani, Iran mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi menghormati batasan yang ditetapkan pada berapa banyak sentrifugal yang dapat digunakan untuk memperkaya uranium.
(ian)