Kongres AS Serukan Sanksi Pelanggaran HAM kepada China
A
A
A
WASHINGTON - Sebuah studi kongres Amerika Serikat (AS) yang dirilis pada Rabu (8/1/2020) waktu setempat menyerukan sanksi terhadap China atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kongres juga menyerukan para pejabat AS untuk tetap memperhatikan masalah HAM dalam setiap berurusan dengan Beijing, termasuk negosiasi perdagangan.
Laporan HAM tahunan dari Komisi Eksekutif Kongres untuk China mengatakan bahwa kondisi hak asasi manusia dan penegakan hukum memburuk di Negeri Tirai Bambu itu sejak Agustus 2018 hingga Agustus 2019, periode yang dicakup oleh laporan tersebut.
Laporan itu secara luas memfokuskan diri pada perlakuan terhadap populasi minoritas Muslim Uighur di Xinjiang di mana Komisi Eksekutif Kongres AS percaya pemerintah China mungkin telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Selain itu, Pemerintah harus mengembangkan poin pembicaraan untuk pejabat pemerintah AS - termasuk mereka yang terlibat dalam negosiasi perdagangan - yang secara konsisten menghubungkan kebebasan pers, berbicara, dan berserikat dengan kepentingan AS dan China," kata laporan itu seperti disitir dari Reuters.
Komisi ini dipimpin oleh Perwakilan Partai Demokrat Jim McGovern dan Senator Republik Marco Rubio.
Laporan itu hanya manuver terbaru dari Washington atas catatan hak asasi manusia China, khususnya perlakuan terhadap Muslim Uighur di wilayah barat laut Xinjiang. Setidaknya satu juta orang telah ditahan dalam apa yang dilihat sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan beragama. Namun China menolak semua tuduhan tersebut.
Undang-undang untuk mengatasi situasi ini terhenti di Kongres, di tengah pembicaraan perdagangan antara pemerintahan Trump dengan China.
Di Xinjiang, kata laporan itu, pemerintah China juga telah menggunakan kamera pengenal wajah dan sistem pemantauan telepon seluler untuk menciptakan apa yang disebut "penjara terbuka."
"Kebijakan luar negeri AS harus memprioritaskan kemajuan hak asasi manusia universal dan supremasi hukum di China, tidak hanya untuk menghormati dan melindungi martabat dasar rakyat China, tetapi juga untuk lebih meningkatkan keamanan dan kemakmuran bagi seluruh umat manusia,” bunyi laporan itu.
Untuk mengatasi pelanggaran, laporan itu merekomendasikan sejumlah tindakan, termasuk memperketat akses ke pasar modal AS bagi perusahaan China yang telah memberikan dukungan atau kemampuan teknis untuk penindasan di Xinjiang.
Laporan itu juga merekomendasikan pengenaan sanksi hak asasi manusia terhadap bisnis dan pejabat China yang terlibat dalam penahanan massal dan pengawasan warga Uighur.
Laporan tersebut merekomendasikan mengendalikan penjualan sistem pengenalan wajah, pembelajaran mesin dan teknologi biometrik dengan menempatkan pemerintah Xinjiang dan lembaga keamanan di "Entity List" Departemen Perdagangan AS, yang akan mencegah mereka membeli dari pemasok AS.
Laporan juga merekomendasikan agar Kongres meloloskan undang-undang yang mengatur kontrol ekspor dan membatasi pembelian pemerintah AS dari China, untuk memungkinkan reaksi "lebih kuat" terhadap tindakan Beijing di Xinjiang.
Laporan HAM tahunan dari Komisi Eksekutif Kongres untuk China mengatakan bahwa kondisi hak asasi manusia dan penegakan hukum memburuk di Negeri Tirai Bambu itu sejak Agustus 2018 hingga Agustus 2019, periode yang dicakup oleh laporan tersebut.
Laporan itu secara luas memfokuskan diri pada perlakuan terhadap populasi minoritas Muslim Uighur di Xinjiang di mana Komisi Eksekutif Kongres AS percaya pemerintah China mungkin telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Selain itu, Pemerintah harus mengembangkan poin pembicaraan untuk pejabat pemerintah AS - termasuk mereka yang terlibat dalam negosiasi perdagangan - yang secara konsisten menghubungkan kebebasan pers, berbicara, dan berserikat dengan kepentingan AS dan China," kata laporan itu seperti disitir dari Reuters.
Komisi ini dipimpin oleh Perwakilan Partai Demokrat Jim McGovern dan Senator Republik Marco Rubio.
Laporan itu hanya manuver terbaru dari Washington atas catatan hak asasi manusia China, khususnya perlakuan terhadap Muslim Uighur di wilayah barat laut Xinjiang. Setidaknya satu juta orang telah ditahan dalam apa yang dilihat sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan beragama. Namun China menolak semua tuduhan tersebut.
Undang-undang untuk mengatasi situasi ini terhenti di Kongres, di tengah pembicaraan perdagangan antara pemerintahan Trump dengan China.
Di Xinjiang, kata laporan itu, pemerintah China juga telah menggunakan kamera pengenal wajah dan sistem pemantauan telepon seluler untuk menciptakan apa yang disebut "penjara terbuka."
"Kebijakan luar negeri AS harus memprioritaskan kemajuan hak asasi manusia universal dan supremasi hukum di China, tidak hanya untuk menghormati dan melindungi martabat dasar rakyat China, tetapi juga untuk lebih meningkatkan keamanan dan kemakmuran bagi seluruh umat manusia,” bunyi laporan itu.
Untuk mengatasi pelanggaran, laporan itu merekomendasikan sejumlah tindakan, termasuk memperketat akses ke pasar modal AS bagi perusahaan China yang telah memberikan dukungan atau kemampuan teknis untuk penindasan di Xinjiang.
Laporan itu juga merekomendasikan pengenaan sanksi hak asasi manusia terhadap bisnis dan pejabat China yang terlibat dalam penahanan massal dan pengawasan warga Uighur.
Laporan tersebut merekomendasikan mengendalikan penjualan sistem pengenalan wajah, pembelajaran mesin dan teknologi biometrik dengan menempatkan pemerintah Xinjiang dan lembaga keamanan di "Entity List" Departemen Perdagangan AS, yang akan mencegah mereka membeli dari pemasok AS.
Laporan juga merekomendasikan agar Kongres meloloskan undang-undang yang mengatur kontrol ekspor dan membatasi pembelian pemerintah AS dari China, untuk memungkinkan reaksi "lebih kuat" terhadap tindakan Beijing di Xinjiang.
(ian)