Dari Lokasi Medan Perang, Jadi Alam Margasatwa

Jum'at, 27 Desember 2019 - 08:36 WIB
Dari Lokasi Medan Perang,...
Dari Lokasi Medan Perang, Jadi Alam Margasatwa
A A A
SEOUL - Peperangan tidak hanya merugikan harta dan jiwa, tapi juga merusak lingkungan. Uniknya, ketika perang berakhir, baik melalui perundingan perdamaian ataupun gencatan senjata, alam kembali pulih dengan disertai keanekaragam hayati.

Fenomena itu terjadi di kawasan perbatasan Korea Selatan (Korsel)-Korea Utara (Korut), Israel-Suriah, dan Siprus.

Korsel dan Korut kini dipisahkan kawasan zona demiliterisasi (DMZ) sepanjang 250 kilometer dengan lebar 4 kilometer setelah kedua negara sepakat untuk melakukan gencatan senjata pada 1953. Tepi kawasan perbatasan itu dijaga ketat pasukan militer kedua negara sehingga tidak ada warga sipil yang masuk.

Setelah hampir 70 tahun terisolasi, kawasan itu kini menjadi rumah bagi 5.000 spesies, 106 di antaranya spesies langka. Beberapa hewan yang sering ditemukan ialah beruang Asia, domba, dan leopard.

“Kami memanggil kawasan ini sebagai surga yang tidak disengaja,” ujar Lee Seung-ho, Presiden Forum DMZ, organisasi yang melindungi ekologi dan warisan budaya di wilayah DMZ Korea, dikutip CNN. “Para ilmuwan terkesima dengan reklamasi alam ini. Banyak dari mereka yang ingin meneliti apa yang terjadi di sini.”

Seung-ho menambahkan para ekolog tidak dizinkan memasuki DMZ. Namun, mereka dapat mengamati kehidupan satwa liar di Civilian Control Zone (CCZ), wilayah tambahan di dekat DMZ di Korsel yang boleh dimasuki warga sipil. Beberapa bagian wilayah CCZ diakui UNESCO sebagai cagar alam dengan beribu spesies.

Seung-ho mengatakan penebangan hutan dan banjir di Korut telah menyebabkan lingkungan rusak. Begitupun dengan aktivitas pembangunan kota dan polusi di Korsel. Saat ini, hanya DMZ yang terbebas dari jamah manusia. Dengan demikian, tak heran jika burung seperti bangau putih bermigrasi menuju DMZ.

Namun, satwa liar di DMZ Korea masih terancam kehilangan habitatnya mengingat mereka berada di tengah-tengah ranjau dan terjepit peralatan militer canggih Korsel dan Korut. Pada tahun lalu, pemimpin kedua negara berjanji untuk mentransformasi DMZ menjadi zona perdamaian. Namun, usulan itu belum ditunaikan.

DMZ Korea bukanlah satu-satunya bekas medan perang yang menjadi alam baru margasatwa. Di tengah Laut Mediteranea, Pulau Siprus juga memiliki kawasan serupa bernama Garis Hijau. Partisi itu dibentuk untuk mengakhiri perang antara Yunani dan Turki setelah Siprus memerdekakan diri dari Inggris pada 1970-an.

Saat ini, Garis Hijau yang memisahkan Siprus dan Siprus Utara dijaga ketat Pasukan Perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Setalah terisolasi selama hampir 50 tahun, tumbuhan mulai tumbuh. Kawasan itu pun menjadi rumah bagi 356 spesies tanaman khas seperti anggrek lebah siprus dan tulip siprus.

Beberapa hewan yang dianggap punah juga bermunculan di Garis Hijau, mulai dari kadal skink, burung lapwing, hingga tikus spiny siprus. PBB kini berupaya untuk melindungi kelestarian alam di Garis Hijau, termasuk flora dan faunanya yang unik. Sebab, area itu menjadi katalis perdamaian Siprus dan Siprus Utara.

Dataran Tinggi Golan dan Gunung Hermon juga menyajikan pemandangan serupa. Setelah menjadi medan perang antara negara-negara Arab dan Israel pada 1967, kawasan Garis Ungu seluas 230 kilometer itu kini dihuni beragam satwa liar, mulai dari kucing, serigala, kelelawar, hyena, rusa, hingga babi.

Gunung Hermon bahkan menjadi rumah bagi 100 spesies kupu kupu, termasuk spesies yang belum pernah ada sebelumnya. Selain itu, Dataran Tinggi Golan menjadi jembatan migrasi sekitar 500 juta burung dari Eropa menuju Asia atau Asia menuju Afrika. Fenomena alam itu terjadi dua kali di setiap tahun. (Muh Shamil)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8327 seconds (0.1#10.140)