Swedia Terapkan Budaya Mandiri sejak Dini
A
A
A
STOCKHOLM - Swedia telah berhasil mencetak generasi milenial dan Z yang lebih dewasa di usia muda. Dengan didukung kesejahteraan yang sangat baik, mayoritas pemuda dan pemudi Swedia berusia 18-19 tahun kini dapat hidup mandiri secara lebih cepat.
Berdasarkan data Eurostat, tren itu mengalami kenaikkan sejak lima tahun terakhir ketika rata-rata pemuda dan pemudi Eropa baru dapat melepaskan ketergantungan terhadap orang tua di usia 26 tahun. Mayoritas anak muda Swedia juga tidak pindah menuju asrama, melainkan rumah sendiri atau rumah kontrakan.
Pew Research Center juga pernah mempublikasikan data sensus yang menunjukkan jumlah pemuda dan pemudi yang masih tinggal bersama orang tua di Amerika Serikat (AS) meningkat sejak 1940. Data serupa juga dikeluarkan Civitas. Sebesar 49% orang berusia 23 tahun di Inggris masih tinggal bersama orang tua.
Warga Swedia, Ida Staberg, mengaku sudah tinggal seorang diri di Vällingby, wilayah suburban di barat laut Stockholm, selama dua tahun sejak berusia 19 tahun. Meski biaya sewa rumah sekitar 8.000 krona (Rp11,8 juta) per bulan, dia tidak pernah meminta kepada orang tuanya dan memilih membayarnya sendiri.
“Saya berkeinginan untuk hidup mandiri, terbebas dari ketergantungan orang tua, dan membangun kehidupan baru. Saya selalu merasa siap untuk melakukan itu,” kata Ida, dikutip BBC. “Saya tidak takut berada jauh dari orang tua dalam menjalani kehidupan ini dan yakin dengan kemampuan diri saya sendiri,”
Lebih dari separuh rumah di Swedia dihuni satu orang, tertinggi di antara negara Eropa lainnya. Statistic Sweden menyatakan sekitar 1/5 warga Swedia berusia 18-15 tahun tinggal terpisah dari orang tuanya. Tren ini juga tetap meningkat sekalipun Swedia mengalami kenaikkan harga properti setidaknya sejak 2011.
Profesor Demografi dari Universitas Stockholm, Gunnar Andersson, mengatakan ini merupakan fenomena sosial yang unik. Pasalnya, warga Eropa lainnya memandang hidup bersama orang tua sebagai sesuatu yang amat lazim. Sebaliknya, di Swedia, generasi muda dipersiapkan secara matang agar mandiri.
“Bahkan, di Eropa Selatan, jika mereka hidup mandiri di usia muda, mereka dianggap tidak peduli terhadap orang tuanya. Jadi, di sana, hidup terus bersama orang tua masih dianggap sebagai bagian dari tujuan berkeluarga,” ujar Gunnar. “Tapi, di Swedia, masyarakat berupaya menciptakan individu yang mandiri,” lanjutnya
Gunnar menambahkan budaya mandiri Swedia sudah ada sejak beberapa abad silam. Hanya, pada zaman dulu, anak-anak mudanya biasanya meninggalkan rumah untuk bekerja di pertanian atau peternakan. Budaya ini kian menguat menyusul adanya peningkatan dan pemeratan kesejahteraan di Swedia.
Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) MIND, Karin Schulz, budaya mandiri itu memiliki dampak buruk terhadap mental pemuda dan pemudi Swedia yang belum siap. Namun, menurut ahli yang lain, budaya mandiri dapat membantu generasi muda Swedia untuk hidup lebih dewasa dan menjadi bagian aktif masyarakat.
Ida juga mengaku awalnya tidak tahu menahu tentang berbagai hal ketika hidup sendiri, tak terkecuali pengisian tisu toilet, cara memperbaiki sistem pengairan, atau cara membayar biaya sewa. Namun, dia sedikit demi sedikit belajar dan mampu mengatasinya. Dia juga menjadi lebih realistis dalam kehidupan dia sendiri.
Meski begitu, warga lainnya Christoffer Sandström, 26, yang tinggal sendiri di Stockholm sejak 21 tahun mengaku merasa sedikit kesepian. Dia terpisah 380 kilometer dari orang tuanya di Sundsvall. “Kesehatan mental saya terkoyak sedikit. Saya merasa terisolasi karena saya dulu belum terbiasa,” katanya. (Muh Shamil)
Berdasarkan data Eurostat, tren itu mengalami kenaikkan sejak lima tahun terakhir ketika rata-rata pemuda dan pemudi Eropa baru dapat melepaskan ketergantungan terhadap orang tua di usia 26 tahun. Mayoritas anak muda Swedia juga tidak pindah menuju asrama, melainkan rumah sendiri atau rumah kontrakan.
Pew Research Center juga pernah mempublikasikan data sensus yang menunjukkan jumlah pemuda dan pemudi yang masih tinggal bersama orang tua di Amerika Serikat (AS) meningkat sejak 1940. Data serupa juga dikeluarkan Civitas. Sebesar 49% orang berusia 23 tahun di Inggris masih tinggal bersama orang tua.
Warga Swedia, Ida Staberg, mengaku sudah tinggal seorang diri di Vällingby, wilayah suburban di barat laut Stockholm, selama dua tahun sejak berusia 19 tahun. Meski biaya sewa rumah sekitar 8.000 krona (Rp11,8 juta) per bulan, dia tidak pernah meminta kepada orang tuanya dan memilih membayarnya sendiri.
“Saya berkeinginan untuk hidup mandiri, terbebas dari ketergantungan orang tua, dan membangun kehidupan baru. Saya selalu merasa siap untuk melakukan itu,” kata Ida, dikutip BBC. “Saya tidak takut berada jauh dari orang tua dalam menjalani kehidupan ini dan yakin dengan kemampuan diri saya sendiri,”
Lebih dari separuh rumah di Swedia dihuni satu orang, tertinggi di antara negara Eropa lainnya. Statistic Sweden menyatakan sekitar 1/5 warga Swedia berusia 18-15 tahun tinggal terpisah dari orang tuanya. Tren ini juga tetap meningkat sekalipun Swedia mengalami kenaikkan harga properti setidaknya sejak 2011.
Profesor Demografi dari Universitas Stockholm, Gunnar Andersson, mengatakan ini merupakan fenomena sosial yang unik. Pasalnya, warga Eropa lainnya memandang hidup bersama orang tua sebagai sesuatu yang amat lazim. Sebaliknya, di Swedia, generasi muda dipersiapkan secara matang agar mandiri.
“Bahkan, di Eropa Selatan, jika mereka hidup mandiri di usia muda, mereka dianggap tidak peduli terhadap orang tuanya. Jadi, di sana, hidup terus bersama orang tua masih dianggap sebagai bagian dari tujuan berkeluarga,” ujar Gunnar. “Tapi, di Swedia, masyarakat berupaya menciptakan individu yang mandiri,” lanjutnya
Gunnar menambahkan budaya mandiri Swedia sudah ada sejak beberapa abad silam. Hanya, pada zaman dulu, anak-anak mudanya biasanya meninggalkan rumah untuk bekerja di pertanian atau peternakan. Budaya ini kian menguat menyusul adanya peningkatan dan pemeratan kesejahteraan di Swedia.
Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) MIND, Karin Schulz, budaya mandiri itu memiliki dampak buruk terhadap mental pemuda dan pemudi Swedia yang belum siap. Namun, menurut ahli yang lain, budaya mandiri dapat membantu generasi muda Swedia untuk hidup lebih dewasa dan menjadi bagian aktif masyarakat.
Ida juga mengaku awalnya tidak tahu menahu tentang berbagai hal ketika hidup sendiri, tak terkecuali pengisian tisu toilet, cara memperbaiki sistem pengairan, atau cara membayar biaya sewa. Namun, dia sedikit demi sedikit belajar dan mampu mengatasinya. Dia juga menjadi lebih realistis dalam kehidupan dia sendiri.
Meski begitu, warga lainnya Christoffer Sandström, 26, yang tinggal sendiri di Stockholm sejak 21 tahun mengaku merasa sedikit kesepian. Dia terpisah 380 kilometer dari orang tuanya di Sundsvall. “Kesehatan mental saya terkoyak sedikit. Saya merasa terisolasi karena saya dulu belum terbiasa,” katanya. (Muh Shamil)
(nfl)