Trump Frustrasi dan Kecewa dengan PM Israel Netanyahu
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump dan pemerintahannya merasa frustrasi dan kecewa dengan politik Israel secara umum dan dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu pada khususnya.
Hal itu diungkap para pejabat senior Gedung Putih yang berbicara dengan rekan-rekan Israel mereka dengan syarat anonim.
"Orang Amerika berkecil hati dan frustrasi oleh politik Israel dan krisis politik saat ini, yang telah mencegah Gedung Putih mengungkap bagian politik dari 'Kesepakatan Abad Ini," kata sumber-sumber Gedung Putih, merujuk pada rencana perdamaian Timur Tengah rancangan pemerintah Trump yang lama tertunda untuk diumumkan.
Para sumber menambahkan bahwa Presiden Donald Trump di masa lalu mengakui merasa sangat kecewa dengan Netanyhau dan telah berbicara tentang dia secara negatif.
Masih menurut sumber, Trump telah memutuskan untuk menjauhkan diri dari PM Netanyahu setelah kegagalannya untuk mengamankan kemenangan yang pasti dalam pemilu 9 April dan membentuk pemerintahan, meskipun bantuan presiden diterima pemimpin Israel selama ini. "Presiden tidak suka pecundang," kata salah satu sumber Gedung Putih, seperti dikutip dari Ynet, Senin (18/11/2019).
Sebelum pemungutan suara pemilu 9 April, Netanyahu diundang ke Gedung Putih, tempat Trump secara resmi mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah berdaulat Israel dan menunjuk Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran sebagai organisasi teroris asing.
Namun, selama kampanye dan menjelang pemilu 17 September 2019, perilaku Trump terhadap Netanyahu telah berubah.
Dia tidak menulis "cek kosong" untuk Netanyahu selama kampanye itu dan tidak membuat pernyataan atau janji yang keras. Satu-satunya yang penting adalah tweet, di mana Trump bersumpah untuk membentuk aliansi keamanan dengan Israel.
Selain itu, mantan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson mengatakan dua bulan lalu dalam sebuah acara di Universitas Harvard bahwa Netanyahu "mempermainkan" Trump pada beberapa kesempatan dengan memberinya informasi yang salah.
"Dalam berurusan dengan Bibi (panggilan untuk Netanyahu), selalu berguna untuk membawa skeptisisme yang sehat dalam diskusi Anda dengannya," kata Tillerson kala itu. "Itu mengganggu saya bahwa sekutu yang sedekat itu dan penting bagi kita akan melakukan itu pada kita," paparnya.
Hal itu diungkap para pejabat senior Gedung Putih yang berbicara dengan rekan-rekan Israel mereka dengan syarat anonim.
"Orang Amerika berkecil hati dan frustrasi oleh politik Israel dan krisis politik saat ini, yang telah mencegah Gedung Putih mengungkap bagian politik dari 'Kesepakatan Abad Ini," kata sumber-sumber Gedung Putih, merujuk pada rencana perdamaian Timur Tengah rancangan pemerintah Trump yang lama tertunda untuk diumumkan.
Para sumber menambahkan bahwa Presiden Donald Trump di masa lalu mengakui merasa sangat kecewa dengan Netanyhau dan telah berbicara tentang dia secara negatif.
Masih menurut sumber, Trump telah memutuskan untuk menjauhkan diri dari PM Netanyahu setelah kegagalannya untuk mengamankan kemenangan yang pasti dalam pemilu 9 April dan membentuk pemerintahan, meskipun bantuan presiden diterima pemimpin Israel selama ini. "Presiden tidak suka pecundang," kata salah satu sumber Gedung Putih, seperti dikutip dari Ynet, Senin (18/11/2019).
Sebelum pemungutan suara pemilu 9 April, Netanyahu diundang ke Gedung Putih, tempat Trump secara resmi mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah berdaulat Israel dan menunjuk Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran sebagai organisasi teroris asing.
Namun, selama kampanye dan menjelang pemilu 17 September 2019, perilaku Trump terhadap Netanyahu telah berubah.
Dia tidak menulis "cek kosong" untuk Netanyahu selama kampanye itu dan tidak membuat pernyataan atau janji yang keras. Satu-satunya yang penting adalah tweet, di mana Trump bersumpah untuk membentuk aliansi keamanan dengan Israel.
Selain itu, mantan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson mengatakan dua bulan lalu dalam sebuah acara di Universitas Harvard bahwa Netanyahu "mempermainkan" Trump pada beberapa kesempatan dengan memberinya informasi yang salah.
"Dalam berurusan dengan Bibi (panggilan untuk Netanyahu), selalu berguna untuk membawa skeptisisme yang sehat dalam diskusi Anda dengannya," kata Tillerson kala itu. "Itu mengganggu saya bahwa sekutu yang sedekat itu dan penting bagi kita akan melakukan itu pada kita," paparnya.
(mas)