Menengok Lembaga-lembaga Antikorupsi Berbagai Negara
A
A
A
SEJUMLAH pemerintah negara serius memerangi korupsi yang telah mendarah daging di negaranya. Jika Indonesia memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), maka negara-negara itu juga membentuk lembaga khusus memerangi kejahatan kerah putih tersebut. Terbukti lembaga-lembaga berhasil menekan tingkat korupsi di negaranya.
1. ICAC Hong Kong
Independent Commission Againts Corruption (ICAC) berdiri sejak Februari 1974. Sektor pembangunan mengalami perkembangan pesat pada 1960-an hingga 1970-an di bekas koloni Inggris ini. Imbas pembangunan membuat suap dan praktik korupsi berkembang.
Ironisnya, kepolisian juga terindikasi melindungi pelaku perjudian, prostitusi, dan bandar narkoba. Ini membuat praktik korupsi di negara itu semakin liar.
ICAC dibentuk untuk membereskan masalah tersebut. Lembaga ini memiliki tiga strategi memberantas korupsi, yakni pencegahan, penindakan dan pendidikan. ICAC juga mendapatkan dukungan keuangan cukup besar, jumlah tenaga ahli mencukupi, dan konsistensi dukungan pemerintah selama lebih dari 30 tahun.
2. CPIB Singapura
Hingga 1952, kasus korupsi ditangani oleh satuan di Kepolisian Singapura bernama "Unit Anti Korupsi". Namun, unit ini tak bisa bekerja maksimal. CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau) lahir untuk mengemban tugas tersebut. CPIB membuat undang-undang untuk menambah kewenangan investigasinya dan menetapkan hukuman lebih berat bagi pelaku korupsi.
Undang-undang ini juga mengalami perubahan berkali-kali menyesuaikan perkembangan. Tak hanya kepentingan negara, CPIB juga tercatat bisa menyelidiki pihak swasta.
3. NCCC Thailand
Pada 1970-an, kasus korupsi di Thailand masih di bawah wewenang kepolisian. Namun, dalam praktiknya, korupsi semakin masif. Pada 1975, lahir lembaga Office of the Commission of Counter Corruption. Namun lembaga ini dinilai tak maksimal karena korupsi masih marak.
Akhirnya, pada 1999 dibentuklah National Counter Corruption Commision (NCCC) beranggotakan 99 orang. Mereka diberi keleluasaan wewenang mengusut dan menuntut politisi maupun pejabat yang diduga korupsi.
4. KACC Kenya
Lembaga anti-korupsi pertama Kenya dibentuk pada 1987, yaitu KACA (Kenya Anti-Corruption Authority). Namun dalam praktiknya lembaga ini tak bisa berbuat banyak menumpas korupsi. Setelah Mwai Kibaki terpilih menjadi presiden pada 2002, ia mulai membentuk dan mengubah KACA menjadi lebih baik.
KACA diubah menjadi Kenya Anti Corruption Commission (KACC). Sedikit demi sedikit, korupsi mulai bisa mendapatkan penanganan dengan baik. Lembaga ini memiliki kewenangan investigasi, pelacakan aset, layanan hukum hingga pendidikan dan pencegahan.
5. PCB Tanzania
Lembaga Prevention and Combating of Corruption Bureau (PCB) sudah ada sejak 1991. Namun, keberadaan PCB kurang maksimal. Pada 1995, presiden terpilih Benjamin Mkapa mulai mengubah sistem lembaga tersebut. Ia membenahi reformasi hukum dan penerapan strategi nasional anti-korupsi.
Program anti korupsi pemerintah diresmikan bersamaan dengan berdirinya lembaga Presidential Commission on Corruption (PCB). Lembaga ini mempunyai wewenang melayani empat institusi penting, yakni kepolisian, peradilan, pajak, dan badan pertanahan.
6. ACC Zambia
Minimnya dana dari pemerintah menjadikan gerakan anti-korupsi di Zambia tak maksimal. Ketika itu, pemerintah Zambia pada masa Presiden Frederick Chiliba dinilai tak mendukung gerakan anti-korupsi. Pada 1982, berdiri lembaga Anti Corruption Commission.
Lembaga ini bertugas dalam penyelidikan, pencegahan, hingga pendidikan anti-korupsi. Namun realitanya tak sesuai dengan fungsi utamanya. Penanganan kasus korupsi tak terkoordinasi dengan baik.
Akhirnya, pada 1996 lembaga ini diperbaiki. Sistem pendanaan ada dua yakni dari pemerintah dan sumbangan dari beberapa pihak.
7. Bianco Madagaskar
Biro Independen Anti-Korupsi Madagaskar (Bianco) terbentuk pada September 2003. Dalam menjalankan misinya, lembaga ini mendapatkan apresiasi penuh dari Amerika Serikat. Tak hanya fokus pada tindak korupsi saja, Bianco juga melakukan pendekatan lebih tegas. Pada 2005, lembaga ini fokus melakukan pembenahan di sektor yudikatif (peradilan dan kepolisian), keuangan (pajak, bea cukai tanah dan perdagangan), dan sektor sosial.
1. ICAC Hong Kong
Independent Commission Againts Corruption (ICAC) berdiri sejak Februari 1974. Sektor pembangunan mengalami perkembangan pesat pada 1960-an hingga 1970-an di bekas koloni Inggris ini. Imbas pembangunan membuat suap dan praktik korupsi berkembang.
Ironisnya, kepolisian juga terindikasi melindungi pelaku perjudian, prostitusi, dan bandar narkoba. Ini membuat praktik korupsi di negara itu semakin liar.
ICAC dibentuk untuk membereskan masalah tersebut. Lembaga ini memiliki tiga strategi memberantas korupsi, yakni pencegahan, penindakan dan pendidikan. ICAC juga mendapatkan dukungan keuangan cukup besar, jumlah tenaga ahli mencukupi, dan konsistensi dukungan pemerintah selama lebih dari 30 tahun.
2. CPIB Singapura
Hingga 1952, kasus korupsi ditangani oleh satuan di Kepolisian Singapura bernama "Unit Anti Korupsi". Namun, unit ini tak bisa bekerja maksimal. CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau) lahir untuk mengemban tugas tersebut. CPIB membuat undang-undang untuk menambah kewenangan investigasinya dan menetapkan hukuman lebih berat bagi pelaku korupsi.
Undang-undang ini juga mengalami perubahan berkali-kali menyesuaikan perkembangan. Tak hanya kepentingan negara, CPIB juga tercatat bisa menyelidiki pihak swasta.
3. NCCC Thailand
Pada 1970-an, kasus korupsi di Thailand masih di bawah wewenang kepolisian. Namun, dalam praktiknya, korupsi semakin masif. Pada 1975, lahir lembaga Office of the Commission of Counter Corruption. Namun lembaga ini dinilai tak maksimal karena korupsi masih marak.
Akhirnya, pada 1999 dibentuklah National Counter Corruption Commision (NCCC) beranggotakan 99 orang. Mereka diberi keleluasaan wewenang mengusut dan menuntut politisi maupun pejabat yang diduga korupsi.
4. KACC Kenya
Lembaga anti-korupsi pertama Kenya dibentuk pada 1987, yaitu KACA (Kenya Anti-Corruption Authority). Namun dalam praktiknya lembaga ini tak bisa berbuat banyak menumpas korupsi. Setelah Mwai Kibaki terpilih menjadi presiden pada 2002, ia mulai membentuk dan mengubah KACA menjadi lebih baik.
KACA diubah menjadi Kenya Anti Corruption Commission (KACC). Sedikit demi sedikit, korupsi mulai bisa mendapatkan penanganan dengan baik. Lembaga ini memiliki kewenangan investigasi, pelacakan aset, layanan hukum hingga pendidikan dan pencegahan.
5. PCB Tanzania
Lembaga Prevention and Combating of Corruption Bureau (PCB) sudah ada sejak 1991. Namun, keberadaan PCB kurang maksimal. Pada 1995, presiden terpilih Benjamin Mkapa mulai mengubah sistem lembaga tersebut. Ia membenahi reformasi hukum dan penerapan strategi nasional anti-korupsi.
Program anti korupsi pemerintah diresmikan bersamaan dengan berdirinya lembaga Presidential Commission on Corruption (PCB). Lembaga ini mempunyai wewenang melayani empat institusi penting, yakni kepolisian, peradilan, pajak, dan badan pertanahan.
6. ACC Zambia
Minimnya dana dari pemerintah menjadikan gerakan anti-korupsi di Zambia tak maksimal. Ketika itu, pemerintah Zambia pada masa Presiden Frederick Chiliba dinilai tak mendukung gerakan anti-korupsi. Pada 1982, berdiri lembaga Anti Corruption Commission.
Lembaga ini bertugas dalam penyelidikan, pencegahan, hingga pendidikan anti-korupsi. Namun realitanya tak sesuai dengan fungsi utamanya. Penanganan kasus korupsi tak terkoordinasi dengan baik.
Akhirnya, pada 1996 lembaga ini diperbaiki. Sistem pendanaan ada dua yakni dari pemerintah dan sumbangan dari beberapa pihak.
7. Bianco Madagaskar
Biro Independen Anti-Korupsi Madagaskar (Bianco) terbentuk pada September 2003. Dalam menjalankan misinya, lembaga ini mendapatkan apresiasi penuh dari Amerika Serikat. Tak hanya fokus pada tindak korupsi saja, Bianco juga melakukan pendekatan lebih tegas. Pada 2005, lembaga ini fokus melakukan pembenahan di sektor yudikatif (peradilan dan kepolisian), keuangan (pajak, bea cukai tanah dan perdagangan), dan sektor sosial.
(poe)