Tangkap Veronica Koman, Australia Butuh Surat Ini dari Indonesia
A
A
A
CANBERRA - Veronica Koman, pengacara dan aktivis hak asasi manusia (HAM) yang menjadi tersangka kasus provokasi dan hoaks dalam kerusuhan Papua berada di Sydney Australia. Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur mengancam akan mengeluarkan red notice Interpol untuk penangkapannya.
Polisi Federal Australia (AFP) enggan mengomentari langsung perihal rencana Polda Jawa Timur tersebut. Namun, AFP menguraikan bagaimana red notice Interpol harus ditangani. (Baca: RI Ancam Veronica Koman dengan Red Notice Interpol, Ini Respons Australia )
Red notice Interpol rencananya akan dikeluarkan jika perempuan muda itu tidak memenuhi panggilan Polda Jawa Timur pada Rabu (18/9/2019). Faktanya, Veronica Koman memang tidak memenuhi panggilan polisi.
AFP mengaku tidak bisa leluasa menangkap Veronica Koman tanpa sebuah surat permintaan atau perintah penangkapan dari pihak kepolisian Indonesia berdasarkan Undang-Undang Ekstradisi.
"Red notice Interpol menunjukkan negara yang memulai permintaan penangkapan orang tersebut untuk tujuan ekstradisi, tetapi tanpa adanya surat perintah penangkapan yang dapat ditegakkan, yang dalam konteks ekstradisi adalah surat perintah yang dikeluarkan (berdasarkan) Undang-Undang Ekstradisi, Australia tidak mampu menangkap orang tersebut berdasarkan permintaan itu," kata AFP melalui seorang juru bicaranya kepada ABC.net.au.
Sekadar diketahui, perjanjian ekstradisi antara Australia dan Indonesia ditandatangani pada tahun 1992 dan masih efektif. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa ekstradisi hanya dapat diberikan jika pelanggaran dianggap sebagai kejahatan menurut hukum di kedua negara, dan tidak boleh bermotivasi politik. (Baca juga: PTRI Jenewa Sayangkan Pembelaan 5 Pakar HAM PBB pada Veronica Koman )
Oleh Polda Jawa Timur, Veronica Koman dijerat pasal berlapis. Di antaranya, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), KUHP 160, serta UU Nomor 1 tahun 1946 dan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Polisi Federal Australia (AFP) enggan mengomentari langsung perihal rencana Polda Jawa Timur tersebut. Namun, AFP menguraikan bagaimana red notice Interpol harus ditangani. (Baca: RI Ancam Veronica Koman dengan Red Notice Interpol, Ini Respons Australia )
Red notice Interpol rencananya akan dikeluarkan jika perempuan muda itu tidak memenuhi panggilan Polda Jawa Timur pada Rabu (18/9/2019). Faktanya, Veronica Koman memang tidak memenuhi panggilan polisi.
AFP mengaku tidak bisa leluasa menangkap Veronica Koman tanpa sebuah surat permintaan atau perintah penangkapan dari pihak kepolisian Indonesia berdasarkan Undang-Undang Ekstradisi.
"Red notice Interpol menunjukkan negara yang memulai permintaan penangkapan orang tersebut untuk tujuan ekstradisi, tetapi tanpa adanya surat perintah penangkapan yang dapat ditegakkan, yang dalam konteks ekstradisi adalah surat perintah yang dikeluarkan (berdasarkan) Undang-Undang Ekstradisi, Australia tidak mampu menangkap orang tersebut berdasarkan permintaan itu," kata AFP melalui seorang juru bicaranya kepada ABC.net.au.
Sekadar diketahui, perjanjian ekstradisi antara Australia dan Indonesia ditandatangani pada tahun 1992 dan masih efektif. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa ekstradisi hanya dapat diberikan jika pelanggaran dianggap sebagai kejahatan menurut hukum di kedua negara, dan tidak boleh bermotivasi politik. (Baca juga: PTRI Jenewa Sayangkan Pembelaan 5 Pakar HAM PBB pada Veronica Koman )
Oleh Polda Jawa Timur, Veronica Koman dijerat pasal berlapis. Di antaranya, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), KUHP 160, serta UU Nomor 1 tahun 1946 dan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
(mas)