Eks Kepala Polisi Diraja Malaysia Desak Pemerintah Usir Zakir Naik
A
A
A
PETALING JAYA - Mantan Kepala Polisi Diraja Malaysia Tan Sri Rahim Noor mendesak Pemerintah Perdana Menteri Mahathir Mohamad mengusir penceramah asal India, Zakir Naik .
Menurutnya, pemerintah koalisi Pakatan Harapan yang berkuasa harus mencabut status Permanent Resident (PR) atau Penduduk Tetap yang diberikan kepada penceramah itu dan mengirimnya ke India.
Menurutnya, apa yang telah dilakukan Zakir Naik di negara asalnya dan di Malaysia sudah cukup menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan hal itu.
"Perdana Menteri Mahathir Mohamad telah berkomentar bahwa pemerintah akan mempertimbangkan mencabut status PR-nya jika terbukti telah melakukan pelanggaran pidana," kata Rahim.
“Berdasarkan pernyataan ini, sepertinya kita harus menunggu hasil investigasi. Namun, pandangan pribadi saya adalah dia telah menyentuh agama dan hal-hal lain yang menyakiti perasaan non-Muslim di negara ini, terutama Hindu. Kita tidak harus menunggu hasil investigasi," lanjut dia.
"Dengan bukti kuat tentang apa yang dia katakan di Kelantan dan apa yang dia lakukan di India, saya mendesak pemerintah untuk mencabut status PR Zakir dan menyerahkannya kepada pemerintah India dan membiarkan dia menghadapi hukum di sana," ujarnya kemarin, seperti dikutip The Star, Senin (19/8/2019).
Rahim mengatakan, dia sadar bahwa pihak-pihak tertentu mungkin tidak setuju dengan pandangannya. Namun, kata dia, mereka harus bertanya pada diri sendiri mengapa ada banyak tokoh Islam di India yang tidak menghadapi masalah hukum kecuali Zakir Naik.
“Pasti ada sesuatu yang dia lakukan di negara asalnya yang melanggar hukum karena dia dimasukkan dalam daftar orang yang dicari oleh otoritas India," katanya.
“Kami tidak membutuhkan orang asing untuk datang ke sini dan menggunakan agama untuk menghasut kekacauan dan masalah," imbuh Rahim.
“Apakah kita membutuhkan tipe orang seperti ini? Bagi saya, itu merupakan hal yang salah," ujarnya.
Rahim mengatakan, dia tidak melihat dampak politik di pihak pemerintah yang berkuasa atau partai oposisi jika peceramah kontroversial itu dikirim kembali ke India.
“(Pemerintah) harus mengatakan kepadanya untuk kembali ke India dan menghadapi hukum di sana," kata Rahim.
"Dia harus bertanggung jawab atas tindakannya dan menghadapinya, seperti yang dikatakan orang Melayu, ‘berani buat, berani tanggung' (menuai apa yang Anda tabur)," papar Rahim.
"Negara seharusnya tidak menjadi 'pak sanggup' (menerima secara membabi buta) dalam menerima dia karena kita tidak kekurangan ahli Islam atau cendekiawan di negara ini," paparnya.
Rahim melanjutkan, sebagai seorang patriot, dia merasa sangat terluka karena seorang asing, yang diberi PR, berani berkomentar yang dapat menghasut masalah di antara orang Malaysia dari agama dan ras yang berbeda.
“Itu hanya menunjukkan bahwa dia tidak menghormati cara hidup kita. Warga Malaysia hidup damai sambil saling menghormati kepercayaan dan etnisitas masing-masing," katanya.
Rahim juga mempertanyakan mengapa Zakir diberi status PR pada tahun 2015, mengingat bahwa ia diburu oleh pemerintah India serta sejarahnya dalam menyentuh masalah-masalah sensitif yang menyinggung umat agama lain.
“Bagaimana bisa orang asing seperti itu diberikan PR dalam sekejap mata. Sepengetahuan saya, akan butuh bertahun-tahun bagi seseorang untuk diberi status PR, terlepas dari kontribusinya terhadap ekonomi atau masalah sosial," ujarnya.
"Saya juga bertanya-tanya apakah uji tuntas yang tepat dan pemeriksaan latar belakang menyeluruh telah dilakukan oleh pihak berwenang sebelum pemberian (status) PR disetujui. Zakir diburu oleh pihak berwenang India sehubungan dengan kegiatannya yang melanggar hukum di sana, namun mengapa negara kita dengan mudah menerimanya?."
"Saya merasa aneh bahwa pemerintah saat itu, menyetujui kedatangannya di Malaysia dan kemudian memberinya (status) PR," katanya.
Menurutnya, pemerintah koalisi Pakatan Harapan yang berkuasa harus mencabut status Permanent Resident (PR) atau Penduduk Tetap yang diberikan kepada penceramah itu dan mengirimnya ke India.
Menurutnya, apa yang telah dilakukan Zakir Naik di negara asalnya dan di Malaysia sudah cukup menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan hal itu.
"Perdana Menteri Mahathir Mohamad telah berkomentar bahwa pemerintah akan mempertimbangkan mencabut status PR-nya jika terbukti telah melakukan pelanggaran pidana," kata Rahim.
“Berdasarkan pernyataan ini, sepertinya kita harus menunggu hasil investigasi. Namun, pandangan pribadi saya adalah dia telah menyentuh agama dan hal-hal lain yang menyakiti perasaan non-Muslim di negara ini, terutama Hindu. Kita tidak harus menunggu hasil investigasi," lanjut dia.
"Dengan bukti kuat tentang apa yang dia katakan di Kelantan dan apa yang dia lakukan di India, saya mendesak pemerintah untuk mencabut status PR Zakir dan menyerahkannya kepada pemerintah India dan membiarkan dia menghadapi hukum di sana," ujarnya kemarin, seperti dikutip The Star, Senin (19/8/2019).
Rahim mengatakan, dia sadar bahwa pihak-pihak tertentu mungkin tidak setuju dengan pandangannya. Namun, kata dia, mereka harus bertanya pada diri sendiri mengapa ada banyak tokoh Islam di India yang tidak menghadapi masalah hukum kecuali Zakir Naik.
“Pasti ada sesuatu yang dia lakukan di negara asalnya yang melanggar hukum karena dia dimasukkan dalam daftar orang yang dicari oleh otoritas India," katanya.
“Kami tidak membutuhkan orang asing untuk datang ke sini dan menggunakan agama untuk menghasut kekacauan dan masalah," imbuh Rahim.
“Apakah kita membutuhkan tipe orang seperti ini? Bagi saya, itu merupakan hal yang salah," ujarnya.
Rahim mengatakan, dia tidak melihat dampak politik di pihak pemerintah yang berkuasa atau partai oposisi jika peceramah kontroversial itu dikirim kembali ke India.
“(Pemerintah) harus mengatakan kepadanya untuk kembali ke India dan menghadapi hukum di sana," kata Rahim.
"Dia harus bertanggung jawab atas tindakannya dan menghadapinya, seperti yang dikatakan orang Melayu, ‘berani buat, berani tanggung' (menuai apa yang Anda tabur)," papar Rahim.
"Negara seharusnya tidak menjadi 'pak sanggup' (menerima secara membabi buta) dalam menerima dia karena kita tidak kekurangan ahli Islam atau cendekiawan di negara ini," paparnya.
Rahim melanjutkan, sebagai seorang patriot, dia merasa sangat terluka karena seorang asing, yang diberi PR, berani berkomentar yang dapat menghasut masalah di antara orang Malaysia dari agama dan ras yang berbeda.
“Itu hanya menunjukkan bahwa dia tidak menghormati cara hidup kita. Warga Malaysia hidup damai sambil saling menghormati kepercayaan dan etnisitas masing-masing," katanya.
Rahim juga mempertanyakan mengapa Zakir diberi status PR pada tahun 2015, mengingat bahwa ia diburu oleh pemerintah India serta sejarahnya dalam menyentuh masalah-masalah sensitif yang menyinggung umat agama lain.
“Bagaimana bisa orang asing seperti itu diberikan PR dalam sekejap mata. Sepengetahuan saya, akan butuh bertahun-tahun bagi seseorang untuk diberi status PR, terlepas dari kontribusinya terhadap ekonomi atau masalah sosial," ujarnya.
"Saya juga bertanya-tanya apakah uji tuntas yang tepat dan pemeriksaan latar belakang menyeluruh telah dilakukan oleh pihak berwenang sebelum pemberian (status) PR disetujui. Zakir diburu oleh pihak berwenang India sehubungan dengan kegiatannya yang melanggar hukum di sana, namun mengapa negara kita dengan mudah menerimanya?."
"Saya merasa aneh bahwa pemerintah saat itu, menyetujui kedatangannya di Malaysia dan kemudian memberinya (status) PR," katanya.
(mas)