Pasukan Bersenjata di Kashmir Dilaporkan Culik Anak-anak dan Cabuli Perempuan

Jum'at, 16 Agustus 2019 - 16:27 WIB
Pasukan Bersenjata di Kashmir Dilaporkan Culik Anak-anak dan Cabuli Perempuan
Pasukan Bersenjata di Kashmir Dilaporkan Culik Anak-anak dan Cabuli Perempuan
A A A
SRINAGAR - Pasukan keamanan di Kashmir telah menculik ratusan anak laki-laki dalam sebuah penggerebekan di tengah malam. Mereka juga mencabuli perempuan dan anak perempuan di tengah-tengah blackout selama 11 hari di negara bagian itu.

Begitu bunyi laporan penyelidikan dari sekelompok ekonom dan aktivis India. Laporan tersebut diberi judul "Kashmir Caged."

Menurut laporan tersebut polisi regional, tentara, dan pasukan paramiliter telah menggerebek ratusan rumah di sekitar wilayah itu. Mereka kemudian secara sewenang-wenang menyambar anak-anak sekolah dan remaja yang sangat muda dari tempat tidur sejak 5 Agustus.

"Para perwira itu juga mencabuli perempuan dan anak perempuan selama penggerebekan malam hari ini," kata para peneliti, tanpa menyebutkan secara spesifik apa tindakan mereka seperti dilansir dari Business Insider, Jumat (16/8/2019).

Laporan itu tidak secara eksplisit mengatakan apakah pasukan itu dipekerjakan oleh pemerintah daerah Kashmir atau pemerintah India. Namun, sebagian besar perwira polisi, paramiliter, dan tentara di Jammu dan Kashmir bekerja di bawah pemerintah India.

"Meskipun para peneliti berbicara dengan ratusan orang biasa - dari pelajar hingga penjaga toko hingga jurnalis lokal - di seluruh negara bagian dari tanggal 9 dan 13 Agustus untuk laporan mereka, tidak ada yang mau berbicara di depan kamera karena takut akan penganiayaan dari pemerintah India," kata para ekonom.

Laporan itu mengatakan orang tua takut untuk memberi tahu mereka tentang penculikan putra mereka karena mereka tidak ingin ditangkap karena mengganggu keamanan negara. Beberapa khawatir bahwa anak laki-laki mereka akan "dihilangkan" - dibunuh dalam tahanan - karena keluarga mereka telah berbicara.

Seorang warga sipil mengatakan tidak ada catatan resmi tentang penangkapan itu. Jadi jika seseorang terbunuh dalam tahanan, polisi dapat mengklaim bahwa mereka tidak pernah ditangkap sejak awal

Seorang anak lelaki berusia 11 tahun di Pampore, sebuah kota di Kashmir barat, mengatakan kepada para peneliti bahwa dia dipukuli selama ditahan dari 5 hingga 11 Agustus, dan ada anak laki-laki yang bahkan lebih muda darinya dalam tahanan.

Para peneliti juga mengatakan bahwa pasukan keamanan Kashmir telah menembakkan senjata tanpa pandang bulu terhadap warga sipil, membuat mereka dirawat di rumah sakit dan mengalami pendarahan internal.

Para peneliti di balik laporan "Kashmir Caged" menambahkan bahwa antara 5 dan 9 Agustus, warga Kashmir kekurangan makanan, susu, dan kebutuhan pokok, meskipun pemerintah India mengatakan akhir pekan lalu bahwa mereka akan mengirimkan lebih banyak pasokan pada waktunya untuk hari raya Idul Adha.

Laporan ini muncul ketika Kashmir masih dikunci ketat dan dilakukan pemadaman komunikasi. Hari Kamis kemarin menandai hari ke-11 saluran telepon dan internet terputus.

Tindakan keras itu dilakukan tak lama setelah pemerintah India membatalkan dua pasal utama dalam konstitusi yang menjamin otonomi Jammu dan Kashmir pada 6 Agustus lalu.

Pasal 35A dan 370 memungkinkan wilayah mayoritas Muslim itu untuk membuat undang-undang sendiri, dan mencegah orang luar membeli properti di wilayah tersebut atau bekerja untuk pemerintah daerah.

Perdana Menteri India Narendra Modi telah berulang kali membela tindakan pemerintahannya di Kashmir. Dalam pidatonya pada Kamis kemarin, yang menandai kemerdekaan India dari Inggris, Modi mengatakan bahwa peraturan lama telah merusak hak-hak perempuan, anak-anak, dan komunitas terpinggirkan lainnya.

"Peraturan lama di Jammu, Kashmir dan Ladakh mendorong korupsi, nepotisme tetapi ada ketidakadilan dalam hal hak-hak perempuan, anak-anak, kaum Dalit, komunitas suku," kata Modi.

Pakistan - yang juga mengklaim Jammu dan Kashmir - mengibarkan benderanya setengah tiang pada Hari Kemerdekaan India untuk memprotes krisis Kashmir.

Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, dalam sebuah pidato mengatakan bahwa ia tidak menginginkan perang tetapi akan memilih untuk itu jika diperlukan. Dia juga berulang kali menyamakan tindakan pemerintah Modi di Kashmir dengan tindakan Nazi.

"Saya tidak ingin perang tetapi sekarang jelas bahwa mereka (India) tidak ingin berdialog," kata Khan, menurut CNN.

“Kami akan berperang sampai titik darah penghabisan jika itu yang terjadi. Sampai akhir. Dan di ujung jalan itu, Kashmir akan mandiri," tukasnya. (Baca juga: Pakistan Siap Berperang Sampai Titik Darah Penghabisan untuk Kashmir )
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5673 seconds (0.1#10.140)