Sabah Melarang Zakir Naik Jika Terbukti Miliki Pandangan Ekstremisme
A
A
A
PAPAR - Pemerintah Negara Bagian Sabah, Malaysia , akan melarang penceramah kontroversial asal India, Zakir Naik , memasuki wilayah itu jika ia terbukti memiliki pandangan ekstremisme dalam syiar agama.
Namun, Kepala Menteri Sabah Mohd Shafie Apdal mengaku belum menerima laporan dari departemen agama setempat sehubungan dengan masalah itu.
"Jika ada laporan dan bukti yang jelas, kami tidak akan ragu untuk melarang (Zakir Naik)," katanya, dikutip dari Bernama, Jumat (16/8/2019).
"Ini adalah yurisdiksi pemerintah negara bagian tetapi laporan seperti itu belum saya ketahui," ujarnya.
Pada 3 Agustus, Zakir dilaporkan menyampaikan ceramah sensitif di Kota Baru. Dalam ceramahnya tersebut, ia membanding-bandingkan kondisi umat Hindu Malaysia dengan umat Islam di India. Menurutnya, umat Hindu di Malaysia memiliki hak 100 kali lebih banyak daripada minoritas Muslim di India.
Bahkan, Zakir mengklaim umat Hindu di negara itu lebih loyal kepada Perdana Menteri India Narendra Modi daripada kepada Perdana Menteri Mahathir Mohamad.
Kemudian pada 8 Agustus, ceramah Zakir di Negara Bagian Kelantan dilaporkan menyinggung komunitas China atau Tionghoa di Malaysia. Ketika muncul seruan deportasi atas dirinya, Zakir menyerukan agar para warga etnik China yang harus pergi terlebih dahulu karena mereka adalah "tamu lama" di Malaysia.
"Anda tahu, seseorang memanggil saya tamu. Jadi saya berkata, sebelum saya, orang China adalah tamu. Jika Anda ingin tamu baru pergi, minta tamu lama untuk pergi lebih dulu," kata Zakir.
"Orang China tidak dilahirkan di sini, kebanyakan dari mereka. Mungkin generasi baru, ya," kata Zakir.
Sekadar diketahui, yayasan milik Zakir Naik; Islamic Research Foundation, dilarang oleh pemerintah India pada akhir 2016 atas tuduhan mendorong dan membantu para pengikutnya untuk mempromosikan atau mencoba untuk mempromosikan perasaan permusuhan, kebencian atau niat buruk antara berbagai komunitas dan kelompok agama yang berbeda.
Penceramah ini sudah tinggal di Malaysia selama tiga tahun setelah diberi izin tinggal oleh pemerintah sebelumnya, yakni perdana menteri Najib Razak. Para pengkritik Najib menilai penampungan penceramah kontroversial itu untuk mengalihkan kasus skandal korupsi 1MDB.
Namun, Kepala Menteri Sabah Mohd Shafie Apdal mengaku belum menerima laporan dari departemen agama setempat sehubungan dengan masalah itu.
"Jika ada laporan dan bukti yang jelas, kami tidak akan ragu untuk melarang (Zakir Naik)," katanya, dikutip dari Bernama, Jumat (16/8/2019).
"Ini adalah yurisdiksi pemerintah negara bagian tetapi laporan seperti itu belum saya ketahui," ujarnya.
Pada 3 Agustus, Zakir dilaporkan menyampaikan ceramah sensitif di Kota Baru. Dalam ceramahnya tersebut, ia membanding-bandingkan kondisi umat Hindu Malaysia dengan umat Islam di India. Menurutnya, umat Hindu di Malaysia memiliki hak 100 kali lebih banyak daripada minoritas Muslim di India.
Bahkan, Zakir mengklaim umat Hindu di negara itu lebih loyal kepada Perdana Menteri India Narendra Modi daripada kepada Perdana Menteri Mahathir Mohamad.
Kemudian pada 8 Agustus, ceramah Zakir di Negara Bagian Kelantan dilaporkan menyinggung komunitas China atau Tionghoa di Malaysia. Ketika muncul seruan deportasi atas dirinya, Zakir menyerukan agar para warga etnik China yang harus pergi terlebih dahulu karena mereka adalah "tamu lama" di Malaysia.
"Anda tahu, seseorang memanggil saya tamu. Jadi saya berkata, sebelum saya, orang China adalah tamu. Jika Anda ingin tamu baru pergi, minta tamu lama untuk pergi lebih dulu," kata Zakir.
"Orang China tidak dilahirkan di sini, kebanyakan dari mereka. Mungkin generasi baru, ya," kata Zakir.
Sekadar diketahui, yayasan milik Zakir Naik; Islamic Research Foundation, dilarang oleh pemerintah India pada akhir 2016 atas tuduhan mendorong dan membantu para pengikutnya untuk mempromosikan atau mencoba untuk mempromosikan perasaan permusuhan, kebencian atau niat buruk antara berbagai komunitas dan kelompok agama yang berbeda.
Penceramah ini sudah tinggal di Malaysia selama tiga tahun setelah diberi izin tinggal oleh pemerintah sebelumnya, yakni perdana menteri Najib Razak. Para pengkritik Najib menilai penampungan penceramah kontroversial itu untuk mengalihkan kasus skandal korupsi 1MDB.
(mas)