Anak 2 Tahun di Myanmar Diperkosa, Ribuan Orang Demo Polisi
A
A
A
YANGON - Ribuan orang demo ke kantor polisi di utara kota Yangon pada pada hari Sabtu (6/7/2019). Massa menuntut keadilan yang cepat dan transparan atas kasus pemerkosaan terhadap anak berusia dua tahun yang telah memicu kemarahan publik secara nasional.
Polisi mengaku telah menangkap seorang tersangka dalam kasus pemerkosaan anak balita yang dijuluki Victoria tersebut. Serangan terhadap korban terjadi sebuah lembaha pendidikan anak usia dini (PAUD) swasta di ibu kota administrasi; Naypyitaw, pada bulan Mei.
Pengguna media sosial mengkritik profesionalisme polisi karena keluarga korban sudah mengajukan laporan lebih dari sebulan yang lalu. Mereka menggarisbawahi kurangnya kepercayaan pada otoritas negara yang dipimpin sipil setelah puluhan tahun negara itu dalam kekuasaan militer.
Pemerintah yang dipimpin oleh pemenang Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi mengambil alih kekuasaan setelah memenangkan pemilu pada tahun 2015. Namun, lembaga-lembaga utama seperti polisi tetap di bawah kendali militer dan upaya untuk memperkuat supremasi hukum telah gagal.
Penyelenggara protes memperkirakan sebanyak 6.000 pengunjuk rasa berkumpul pada hari Sabtu di kantor Departemen Investigasi Kriminal (CID) Yangon. Massa datang dengan mengenakan kaus putih, yang beberapa di antaranya dicetak dengan kata-kata "Keadilan untuk Victoria". Ada juga demonstran yang mengusung spanduk bertuliskan; "Kami tidak ingin ada banyak lagi Victoria".
"Kami membutuhkan penjelasan bahwa orang dapat menerimanya dan keadilan untuk anak itu," kata Aung Htike Min, 33, salah seorang demonstran, seperti dikutip Reuters.
Para pengunjuk rasa juga meminta pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak Myanmar.
Wakil Direktur Jenderal Kepolisian, Aung Naing Thu, mengatakan pada hari Jumat dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan langsung di Facebook dan disaksikan oleh ribuan orang bahwa polisi telah mengajukan sebuah kasus di pengadilan terhadap seorang yang saat ini berada dalam tahanan.
Menurutnya, penyelidikan menyeluruh sedang dilakukan. Namun, upaya untuk mengidentifikasi pelaku telah ditunda karena petugas sedang menunggu untuk berbicara dengan korban yang sedang dalam proses pemulihan setelah serangan yang dialami.
"Kami mengajukan gugatan terhadap tersangka berdasarkan kesaksian anak dan catatan teknis," kata Aung Naing Thu, merujuk pada rekaman kamera keamanan yang katanya melibatkan tersangka yang merupakan pengemudi.
PAUD terkait juga telah ditutup karena tidak memiliki lisensi yang tepat untuk beroperasi.
Para demonstran skeptis tentang penjelasan yang diberikan oleh polisi Myanmar, karena lembaga itu dianggap korup atau tidak kompeten.
Ye Myint Win, 37, yang bergabung dengan protes bersama dengan istri dan putrinya yang berusia dua tahun, mengatakan kepada Reuters bahwa pihak berwenang harus menangani kasus pemerkosaan anak dengan lebih serius.
"Saya merasa sangat mencurigakan dan saya tidak percaya pada investigasi CID," katanya.
Polisi mengaku telah menangkap seorang tersangka dalam kasus pemerkosaan anak balita yang dijuluki Victoria tersebut. Serangan terhadap korban terjadi sebuah lembaha pendidikan anak usia dini (PAUD) swasta di ibu kota administrasi; Naypyitaw, pada bulan Mei.
Pengguna media sosial mengkritik profesionalisme polisi karena keluarga korban sudah mengajukan laporan lebih dari sebulan yang lalu. Mereka menggarisbawahi kurangnya kepercayaan pada otoritas negara yang dipimpin sipil setelah puluhan tahun negara itu dalam kekuasaan militer.
Pemerintah yang dipimpin oleh pemenang Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi mengambil alih kekuasaan setelah memenangkan pemilu pada tahun 2015. Namun, lembaga-lembaga utama seperti polisi tetap di bawah kendali militer dan upaya untuk memperkuat supremasi hukum telah gagal.
Penyelenggara protes memperkirakan sebanyak 6.000 pengunjuk rasa berkumpul pada hari Sabtu di kantor Departemen Investigasi Kriminal (CID) Yangon. Massa datang dengan mengenakan kaus putih, yang beberapa di antaranya dicetak dengan kata-kata "Keadilan untuk Victoria". Ada juga demonstran yang mengusung spanduk bertuliskan; "Kami tidak ingin ada banyak lagi Victoria".
"Kami membutuhkan penjelasan bahwa orang dapat menerimanya dan keadilan untuk anak itu," kata Aung Htike Min, 33, salah seorang demonstran, seperti dikutip Reuters.
Para pengunjuk rasa juga meminta pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak Myanmar.
Wakil Direktur Jenderal Kepolisian, Aung Naing Thu, mengatakan pada hari Jumat dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan langsung di Facebook dan disaksikan oleh ribuan orang bahwa polisi telah mengajukan sebuah kasus di pengadilan terhadap seorang yang saat ini berada dalam tahanan.
Menurutnya, penyelidikan menyeluruh sedang dilakukan. Namun, upaya untuk mengidentifikasi pelaku telah ditunda karena petugas sedang menunggu untuk berbicara dengan korban yang sedang dalam proses pemulihan setelah serangan yang dialami.
"Kami mengajukan gugatan terhadap tersangka berdasarkan kesaksian anak dan catatan teknis," kata Aung Naing Thu, merujuk pada rekaman kamera keamanan yang katanya melibatkan tersangka yang merupakan pengemudi.
PAUD terkait juga telah ditutup karena tidak memiliki lisensi yang tepat untuk beroperasi.
Para demonstran skeptis tentang penjelasan yang diberikan oleh polisi Myanmar, karena lembaga itu dianggap korup atau tidak kompeten.
Ye Myint Win, 37, yang bergabung dengan protes bersama dengan istri dan putrinya yang berusia dua tahun, mengatakan kepada Reuters bahwa pihak berwenang harus menangani kasus pemerkosaan anak dengan lebih serius.
"Saya merasa sangat mencurigakan dan saya tidak percaya pada investigasi CID," katanya.
(mas)