China dan Israel Mesra, Amerika Serikat Galau
A
A
A
YERUSALEM - Sebuah laporan mengungkap kegalauan pemerintah Amerika Serikat (AS) atas mesranya hubungan China dengan Israel. Presiden Donald Trump bahkan disebut telah memperingatkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahwa jika hubungan dengan Beijing tidak dikekang, maka hubungan keamanan Washington dengan negara Yahudi itu bisa terganggu.
Kegalauan Washington itu diungkap Channel 13 pada hari Minggu (16/6/2019). Tak hanya Trump, peringatan serupa juga disampaikan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih John Bolton dan Menteri Luar Negeri Micahel Pompeo.
Trump mengeluarkan peringatan tersebut selama pertemuannya dengan Netanyahu di Washington pada akhir Maret, tak lama setelah ia secara resmi mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Laporan media itu mengutip beberapa pejabat senior Israel yang menjelaskan isi dari pertemuan di Washington.
Menurut para pejabat Israel, Trump tidak membuat ancaman khusus atau menyampaikan ultimatum, tetapi dia menyampaikan di mana masalah itu berada.
Masih menurut para pejabat tersebut, Netanyahu merasa tidak memiliki masalah untuk mencegah perusahaan-perusahaan China berpartisipasi dalam tender pemerintah untuk telekomunikasi. Dia kesulitan untuk membatalkan tender guna membangun pelabuhan di Haifa, karena perusahaan China yang memenangkannya telah memulai pekerjaan konstruksi.
Laporan itu melanjutkan, Netanyahu telah mengatakan kepada pemerintah AS dalam beberapa bulan terakhir bahwa kabinetnya akan menyetujui mekanisme baru untuk memantau investasi China di Israel. Namun, dua rapat kabinet mengenai masalah ini tidak menghasilkan keputusan, di tengah ketidaksepakatan mengenai masalah di dalam Kantor Perdana Menteri dan antara menteri luar negeri dan menteri keuangan.
Gedung Putih mengatakan tidak memiliki komentar atas laporan tersebut. Sedangkan Kantor Perdana Menteri Israel mengatakan laporan itu salah.
China dan Israel telah meningkatkan hubungan bisnis dalam beberapa tahun terakhir dan meluncurkan pembicaraan perdagangan bebas.
Pada bulan Oktober, Netanyahu dan Wakil Presiden China Wang Qishan bersama-sama menyelenggarakan konferensi perdagangan dan inovasi tingkat tinggi di Yerusalem. Netanyahu mengumumkan pada saat itu bahwa kedua negara akan menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas pada tahun 2019, dan China berencana akan berinvestasi dalam infrastruktur Israel, termasuk pelabuhan baru dan kereta api ringan.
Perusahaan-perusahaan China telah membuat terobosan besar di Israel, termasuk pengambilalihan raksasa perusahaan makanan lokal Tnuva pada tahun 2014, dan kesepakatan untuk mengelola pelabuhan Haifa dan Ashdod.
Selama kunjungannya ke Israel awal tahun ini, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mendorong para pejabat Israel untuk mengambil sikap lebih keras terhadap produsen elektronik China; ZTE dan Huawei.
"Kami semua prihatin dengan pencurian kekayaan intelektual dan perusahaan telekomunikasi China yang digunakan oleh China untuk tujuan pengumpulan (data) intelijen," kata seorang pejabat senior pemerintah AS yang diberi pengarahan tentang pertemuan tersebut, seperti dikutip Reuters.
Berbicara kepada Channel 13 pada bulan lalu, Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo menyoroti risiko yang ditimbulkan oleh Beijing.
“China secara luas menghadirkan peluang nyata, mereka adalah kekuatan ekonomi dan ada banyak peluang bagi negara untuk melakukan bisnis dengan China. Ketika China berperilaku transparan, ketika China terlibat dalam transaksi ekonomi riil, kami tidak terganggu," kata Pompeo.
Namun, ia memperingatkan bahwa China juga memiliki risiko dengan menggunakan utang sebagai perangkap. "Dan terlibat dalam memata-matai perusahaan komersial milik negara dan menghadirkan risiko melalui sistem teknologi perusahaannya, seperti Huawei," kata Pompeo. Dia menambahkan bahwa hal itu menghadirkan risiko nyata bagi rakyat Israel.
"Kami ingin memastikan setiap negara memiliki mata yang jernih dan sadar sehubungan dengan ancaman kebijakan yang ditimbulkan oleh China," katanya. “Amerika harus membuat keputusan juga. Jika sistem tertentu masuk ke tempat-tempat tertentu maka upaya Amerika untuk bekerja bersama Anda akan lebih sulit, dan di beberapa tempat kami tidak akan dapat melakukannya."
"Berbagi intelijen mungkin harus dikurangi, co-location fasilitas keamanan mungkin harus dikurangi, kami ingin memastikan negara memahami hal ini dan mengetahui risikonya," imbuh diplomat top Amerika itu.
Kegalauan Washington itu diungkap Channel 13 pada hari Minggu (16/6/2019). Tak hanya Trump, peringatan serupa juga disampaikan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih John Bolton dan Menteri Luar Negeri Micahel Pompeo.
Trump mengeluarkan peringatan tersebut selama pertemuannya dengan Netanyahu di Washington pada akhir Maret, tak lama setelah ia secara resmi mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Laporan media itu mengutip beberapa pejabat senior Israel yang menjelaskan isi dari pertemuan di Washington.
Menurut para pejabat Israel, Trump tidak membuat ancaman khusus atau menyampaikan ultimatum, tetapi dia menyampaikan di mana masalah itu berada.
Masih menurut para pejabat tersebut, Netanyahu merasa tidak memiliki masalah untuk mencegah perusahaan-perusahaan China berpartisipasi dalam tender pemerintah untuk telekomunikasi. Dia kesulitan untuk membatalkan tender guna membangun pelabuhan di Haifa, karena perusahaan China yang memenangkannya telah memulai pekerjaan konstruksi.
Laporan itu melanjutkan, Netanyahu telah mengatakan kepada pemerintah AS dalam beberapa bulan terakhir bahwa kabinetnya akan menyetujui mekanisme baru untuk memantau investasi China di Israel. Namun, dua rapat kabinet mengenai masalah ini tidak menghasilkan keputusan, di tengah ketidaksepakatan mengenai masalah di dalam Kantor Perdana Menteri dan antara menteri luar negeri dan menteri keuangan.
Gedung Putih mengatakan tidak memiliki komentar atas laporan tersebut. Sedangkan Kantor Perdana Menteri Israel mengatakan laporan itu salah.
China dan Israel telah meningkatkan hubungan bisnis dalam beberapa tahun terakhir dan meluncurkan pembicaraan perdagangan bebas.
Pada bulan Oktober, Netanyahu dan Wakil Presiden China Wang Qishan bersama-sama menyelenggarakan konferensi perdagangan dan inovasi tingkat tinggi di Yerusalem. Netanyahu mengumumkan pada saat itu bahwa kedua negara akan menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas pada tahun 2019, dan China berencana akan berinvestasi dalam infrastruktur Israel, termasuk pelabuhan baru dan kereta api ringan.
Perusahaan-perusahaan China telah membuat terobosan besar di Israel, termasuk pengambilalihan raksasa perusahaan makanan lokal Tnuva pada tahun 2014, dan kesepakatan untuk mengelola pelabuhan Haifa dan Ashdod.
Selama kunjungannya ke Israel awal tahun ini, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mendorong para pejabat Israel untuk mengambil sikap lebih keras terhadap produsen elektronik China; ZTE dan Huawei.
"Kami semua prihatin dengan pencurian kekayaan intelektual dan perusahaan telekomunikasi China yang digunakan oleh China untuk tujuan pengumpulan (data) intelijen," kata seorang pejabat senior pemerintah AS yang diberi pengarahan tentang pertemuan tersebut, seperti dikutip Reuters.
Berbicara kepada Channel 13 pada bulan lalu, Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo menyoroti risiko yang ditimbulkan oleh Beijing.
“China secara luas menghadirkan peluang nyata, mereka adalah kekuatan ekonomi dan ada banyak peluang bagi negara untuk melakukan bisnis dengan China. Ketika China berperilaku transparan, ketika China terlibat dalam transaksi ekonomi riil, kami tidak terganggu," kata Pompeo.
Namun, ia memperingatkan bahwa China juga memiliki risiko dengan menggunakan utang sebagai perangkap. "Dan terlibat dalam memata-matai perusahaan komersial milik negara dan menghadirkan risiko melalui sistem teknologi perusahaannya, seperti Huawei," kata Pompeo. Dia menambahkan bahwa hal itu menghadirkan risiko nyata bagi rakyat Israel.
"Kami ingin memastikan setiap negara memiliki mata yang jernih dan sadar sehubungan dengan ancaman kebijakan yang ditimbulkan oleh China," katanya. “Amerika harus membuat keputusan juga. Jika sistem tertentu masuk ke tempat-tempat tertentu maka upaya Amerika untuk bekerja bersama Anda akan lebih sulit, dan di beberapa tempat kami tidak akan dapat melakukannya."
"Berbagi intelijen mungkin harus dikurangi, co-location fasilitas keamanan mungkin harus dikurangi, kami ingin memastikan negara memahami hal ini dan mengetahui risikonya," imbuh diplomat top Amerika itu.
(mas)