Abaikan Kongres, Trump Jual Senjata AS ke Saudi Cs Senilai Rp115,1 T
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah Presiden Donald Trump nekat melanjutkan penjualan senjata Amerika Serikat (AS) senilai USD8 miliar atau lebih dari Rp115,1 trilun kepada Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yordania.
Presiden, dengan dalih keadaan darurat nasional karena tegang dengan Iran, mengabaikan keberatan Kongres AS soal penjualan senjata tersebut.
Pemerintahan Trump memberi tahu komite-komite di Kongres bahwa pemerintah akan tetap melanjutkan 22 paket penjualan senjata militer ke tiga negara Arab tersebut. Langkah itu membuat marah para legislator Amerika Serikat.
Para anggota Kongres sejatinya telah memblokir penjualan peralatan militer ofensif ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab selama berbulan-bulan. Mereka marah terkait banyaknya korban sipil dari serangan udara Koalisi Arab di Yaman, serta pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Turki.
Pada awal pekan ini, para pembuat undang-undang dan ajudan Kongres mengatakan bahwa Trump yang frustrasi dengan Kongres semestinya menahan kesepakatan penjualan senjata termasuk bom ke Arab Saudi. Namun, presiden Trump ternyata mempertimbangkan untuk menggunakan celah dalam undang-undang pengendalian senjata dengan mengumumkan keadaan darurat nasional sebagai dalih melanjutkan kesepakatan penjualan senjata tersebut.
"Presiden Trump hanya menggunakan celah ini karena dia tahu Kongres tidak akan menyetujui... Tidak ada alasan 'darurat' baru untuk menjual bom ke Saudi untuk dijatuhkan di Yaman, dan melakukan itu hanya akan melanggengkan krisis kemanusiaan di sana," kata Senator Partai Demokrat, Chris Murphy, seperti dikutip Reuters, Sabtu (25/5/2019).
Niat Trump itu sudah disampaikan Murphy kepada publik di Twitter pada hari Rabu bahwa lalu, di mana Trump sedang mempertimbangkan celah dalam Undang-Undang Ekspor Kontrol Senjata untuk memuluskan penjualan senjata AS ke negara-negara Arab.
Para Senator Partai Republik juga menyatakan keberatan dengan cara Trump tersebut. Tindakan seperti itu akan menghilangkan kemampuan Kongres untuk memeriksa tidak hanya Trump tetapi presiden masa depan AS dari tindakannya menjual senjata di tempat yang mereka sukai.
Menteri Luar Negeri Michael Pompeo mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mitra AS di Timur Tengah membutuhkan kontrak pembelian senjata yang harus diselesaikan untuk membantu menangkal Iran. Dalih Pompeo ini juga untuk melawan keberatan Kongres.
Ini bukan pertama kalinya Kongres dan Trump berselisih soal kebijakan di kawasan Timur Tengah maupun pembagian kekuasaan antara Gedung Putih dan Capitol Hill. Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat pernah memutuskan untuk mengakhiri dukungan militer AS terhadap agresi militer Koalisi Arab di Yaman pada awal tahun ini, tetapi Trump memveto resolusi tersebut.
Senjata-senjata AS yang dijual kepada tiga negara Arab itu antara lain amunisi presisi berpemandu (PGM) produksi Raytheon, suku cadang untuk pesawat F-15 Boeing, dan rudal anti-tank Javelin, yang dibuat oleh Raytheon dan Lockheed Martin Corp.
Perusahaan lain yang akan diuntungkan dalam penjualan senjata ini termasuk General Electric, yang sekarang diizinkan untuk menjual mesin untuk jet tempur F-16 yang dioperasikan oleh Uni Emirat Arab dan unit perusahaan AS di Thales, Prancis, yang dibebaskan untuk menjual sistem fuzing untuk bom berpemandu Paveway IV kepada Inggris dan UEA.
Langkah Trump ini kemungkinan juga akan menjadi berita baik bagi BAE Systems Plc Inggris dan Airbus Eropa, yang membuka jalan bagi pemasangan bom yang dipandu laser Paveway di Eurofighter dan jet tempur Tornado buatan Eropa yang dijual ke Arab Saudi, serta pesawat tempur F-15 yang dibuat oleh Boeing.
"Saya kecewa, tetapi tidak terkejut, bahwa Pemerintahan Trump telah gagal sekali lagi untuk memprioritaskan kepentingan keamanan nasional jangka panjang kami atau membela hak asasi manusia, dan sebaliknya memberikan bantuan kepada negara-negara otoriter seperti Arab Saudi," kata Senator Bob Menendez dalam sebuah pernyataan.
Presiden, dengan dalih keadaan darurat nasional karena tegang dengan Iran, mengabaikan keberatan Kongres AS soal penjualan senjata tersebut.
Pemerintahan Trump memberi tahu komite-komite di Kongres bahwa pemerintah akan tetap melanjutkan 22 paket penjualan senjata militer ke tiga negara Arab tersebut. Langkah itu membuat marah para legislator Amerika Serikat.
Para anggota Kongres sejatinya telah memblokir penjualan peralatan militer ofensif ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab selama berbulan-bulan. Mereka marah terkait banyaknya korban sipil dari serangan udara Koalisi Arab di Yaman, serta pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Turki.
Pada awal pekan ini, para pembuat undang-undang dan ajudan Kongres mengatakan bahwa Trump yang frustrasi dengan Kongres semestinya menahan kesepakatan penjualan senjata termasuk bom ke Arab Saudi. Namun, presiden Trump ternyata mempertimbangkan untuk menggunakan celah dalam undang-undang pengendalian senjata dengan mengumumkan keadaan darurat nasional sebagai dalih melanjutkan kesepakatan penjualan senjata tersebut.
"Presiden Trump hanya menggunakan celah ini karena dia tahu Kongres tidak akan menyetujui... Tidak ada alasan 'darurat' baru untuk menjual bom ke Saudi untuk dijatuhkan di Yaman, dan melakukan itu hanya akan melanggengkan krisis kemanusiaan di sana," kata Senator Partai Demokrat, Chris Murphy, seperti dikutip Reuters, Sabtu (25/5/2019).
Niat Trump itu sudah disampaikan Murphy kepada publik di Twitter pada hari Rabu bahwa lalu, di mana Trump sedang mempertimbangkan celah dalam Undang-Undang Ekspor Kontrol Senjata untuk memuluskan penjualan senjata AS ke negara-negara Arab.
Para Senator Partai Republik juga menyatakan keberatan dengan cara Trump tersebut. Tindakan seperti itu akan menghilangkan kemampuan Kongres untuk memeriksa tidak hanya Trump tetapi presiden masa depan AS dari tindakannya menjual senjata di tempat yang mereka sukai.
Menteri Luar Negeri Michael Pompeo mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mitra AS di Timur Tengah membutuhkan kontrak pembelian senjata yang harus diselesaikan untuk membantu menangkal Iran. Dalih Pompeo ini juga untuk melawan keberatan Kongres.
Ini bukan pertama kalinya Kongres dan Trump berselisih soal kebijakan di kawasan Timur Tengah maupun pembagian kekuasaan antara Gedung Putih dan Capitol Hill. Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat pernah memutuskan untuk mengakhiri dukungan militer AS terhadap agresi militer Koalisi Arab di Yaman pada awal tahun ini, tetapi Trump memveto resolusi tersebut.
Senjata-senjata AS yang dijual kepada tiga negara Arab itu antara lain amunisi presisi berpemandu (PGM) produksi Raytheon, suku cadang untuk pesawat F-15 Boeing, dan rudal anti-tank Javelin, yang dibuat oleh Raytheon dan Lockheed Martin Corp.
Perusahaan lain yang akan diuntungkan dalam penjualan senjata ini termasuk General Electric, yang sekarang diizinkan untuk menjual mesin untuk jet tempur F-16 yang dioperasikan oleh Uni Emirat Arab dan unit perusahaan AS di Thales, Prancis, yang dibebaskan untuk menjual sistem fuzing untuk bom berpemandu Paveway IV kepada Inggris dan UEA.
Langkah Trump ini kemungkinan juga akan menjadi berita baik bagi BAE Systems Plc Inggris dan Airbus Eropa, yang membuka jalan bagi pemasangan bom yang dipandu laser Paveway di Eurofighter dan jet tempur Tornado buatan Eropa yang dijual ke Arab Saudi, serta pesawat tempur F-15 yang dibuat oleh Boeing.
"Saya kecewa, tetapi tidak terkejut, bahwa Pemerintahan Trump telah gagal sekali lagi untuk memprioritaskan kepentingan keamanan nasional jangka panjang kami atau membela hak asasi manusia, dan sebaliknya memberikan bantuan kepada negara-negara otoriter seperti Arab Saudi," kata Senator Bob Menendez dalam sebuah pernyataan.
(mas)