PBB: Risiko Perang Nuklir di Level Tertinggi sejak Perang Dunia II

Kamis, 23 Mei 2019 - 09:33 WIB
PBB: Risiko Perang Nuklir...
PBB: Risiko Perang Nuklir di Level Tertinggi sejak Perang Dunia II
A A A
JENEWA - Risiko perang senjata nuklir saat ini berada di level tertinggi sejak Perang Dunia II. Penilaian ini disampaikan direktur Institut PBB untuk Penelitian Perlucutan Senjata, Renata Dwan.

Dia menyebut masalah tersebut mendesak harus ditangani komunitas dunia, terutama negara-negara bersenjata nuklir, dengan lebih serius.

Dwan mengatakan semua negara bersenjata nuklir sedang menjalankan program modernisasi nuklir. Menurutnya, lanskap pengontrolan senjata sedang berubah, akibat persaingan strategis antara China dan Amerika Serikat (AS).

Pengaturan kontrol senjata tradisional juga sedang terkikis oleh munculnya jenis perang baru, dengan meningkatnya prevalensi kelompok bersenjata, pasukan swasta dan teknologi baru yang mengaburkan batas antara pelanggaran dan pertahanan.

Dwan melanjutkan, pembicaraan perlucutan senjata macet selama dua dekade terakhir. Sebanyak 122 negara telah menandatangani perjanjian untuk melarang senjata nuklir, sebagian karena frustrasi dan sebagian karena pengakuan risiko.

"Saya pikir itu benar-benar seruan untuk mengakui—dan ini agaknya hilang dalam liputan media tentang masalah—bahwa risiko perang nuklir sangat tinggi sekarang dan risiko penggunaan senjata nuklir, untuk beberapa faktor saya tunjukkan, sekarang lebih tinggi daripada kapan pun sejak Perang Dunia II," katanya kepada wartawan di Jenewa, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (23/5/2019).

Perjanjian larangan nuklir, yang secara resmi disebut Perjanjian untuk Larangan Senjata Nuklir, didukung oleh Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir, yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2017.

Perjanjian sejauh ini telah mengumpulkan 23 dari 50 ratifikasi yang perlu diberlakukan, termasuk Afrika Selatan, Austria, Thailand, Vietnam dan Meksiko. Ini sangat ditentang oleh Amerika Serikat, Rusia dan negara-negara lain bersenjata nuklir.

Kuba juga meratifikasi perjanjian itu pada 2018, 56 tahun setelah krisis rudal Kuba atau perang dingin 13 hari antara Moskow dan Washington yang menandai dunia paling dekat dengan perang nuklir.

Dwan mengatakan dunia seharusnya tidak mengabaikan bahaya senjata nuklir. "Bagaimana kita berpikir tentang itu dan bagaimana kita bertindak atas risiko itu dan pengelolaan risiko itu, bagi saya merupakan pertanyaan yang cukup signifikan dan mendesak yang tidak tercermin sepenuhnya dalam Dewan Keamanan (PBB)," katanya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6016 seconds (0.1#10.140)