Uni Eropa Bersedia Tunda Brexit dengan Sejumlah Syarat
A
A
A
BRUSSEL - Uni Eropa (UE) akan memberi penundaan kedua Brexit dengan sejumlah syarat pada Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May.
PM May datang ke Berlin dan Paris menjelang konferensi tingkat tinggi (KTT) untuk meminta Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengizinkan May menunda Brexit hingga 30 Juni. Meski demikian, para diplomat UE juga menyebut kemungkinan Brussels menunda Brexit hingga hingga akhir tahun ini atau hingga Maret 2020.
Pilihan ini memungkinkan Inggris keluar dari UE lebih awal jika kebuntuan Brexit di parlemen dapat diatasi. UE juga akan menerapkan sejumlah syarat untuk mencegah pengganti May mengganggu proses Brexit tersebut.
Prancis menentang perpanjangan otomatis pada tahap ini dan jika London ingin, Macron dapat meminta May menandatangani kesepakatan yang mengikat untuk tidak membuat masalah dengan mengeluarkan veto atas berbagai keputusan UE.
Draf kesimpulan KTT itu menunjukkan Inggris akan diberikan penundaan dengan beberapa syarat. “Inggris harus memfasilitasi pencapaian sejumlah tugas UE dan menahan berbagai langkah yang dapat mengganggu berbagai tujuan UE,” ungkap draf pertemuan tersebut, dilansir Reuters.
Penundaan Brexit yang terlalu lama dapat membuka peluang digelarnya referendum kedua dan pemilu sehingga akan memperumit kepemimpinan May. Para pemimpin UE khawatir Brexit tanpa kesepakatan pada Jumat (12/4) akan mengguncang pasar keuangan, merusak perekonomian UE senilai USD16 triliun dan mengganggu perdagangan global.
“Dalam pandangan saya, perpanjangan tidak berdampak banyak. Tidak ada minat untuk kembali ke Dewan Eropa baru setiap enam pekan untuk memutuskan apakah perlu perpanjangan baru,” papar Detlef Seif, deputi juru bicara UE untuk faksi parlemen Merkel.
Para pemimpin UE mempertanyakan kemampuan May meminimalisir dampak buruk Brexit. “Publik lelah dan menunggu Inggris yang belum membuat keputusan tapi apa yang harus dilakukan? Kami tidak ingin menjadi salah satu yang mendorong Inggris terjun di tepi jurang,” uajr seorang diplomat UE.
Para pejabat Prancis menyatakan jika Inggris keluar dari UE maka London tidak boleh terlibat dalam perundingan anggaran UE atau meilih presiden baru komisi eksekutif UE.
Hampir dua pekan setelah Inggris memutuskan meninggalkan UE, May khawatir Brexit mungkin tidak pernah terwujud saat dia harus menyetujui kesepakatan Brexit untuk diratifikasi parlemen yang terpecah.
Setelah janjinya untuk mundur gagal untuk meloloskan kesepakatan Brexit di parlemen, dia menggelar perundingan krisis dengan oposisi Partai Buruh dengan harapan dapat mengatasi kebuntuan di dalam negeri.
Namun saat May tiba di Brussels, dia tampaknya tidak dapat membuat terobosan apapun dengan Partai Buruh. Setelah pertemuan itu, Partai Buruh menyatakan mereka tidak melihat ada perubahan dalam sikap May. (Syarifuddin)
PM May datang ke Berlin dan Paris menjelang konferensi tingkat tinggi (KTT) untuk meminta Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengizinkan May menunda Brexit hingga 30 Juni. Meski demikian, para diplomat UE juga menyebut kemungkinan Brussels menunda Brexit hingga hingga akhir tahun ini atau hingga Maret 2020.
Pilihan ini memungkinkan Inggris keluar dari UE lebih awal jika kebuntuan Brexit di parlemen dapat diatasi. UE juga akan menerapkan sejumlah syarat untuk mencegah pengganti May mengganggu proses Brexit tersebut.
Prancis menentang perpanjangan otomatis pada tahap ini dan jika London ingin, Macron dapat meminta May menandatangani kesepakatan yang mengikat untuk tidak membuat masalah dengan mengeluarkan veto atas berbagai keputusan UE.
Draf kesimpulan KTT itu menunjukkan Inggris akan diberikan penundaan dengan beberapa syarat. “Inggris harus memfasilitasi pencapaian sejumlah tugas UE dan menahan berbagai langkah yang dapat mengganggu berbagai tujuan UE,” ungkap draf pertemuan tersebut, dilansir Reuters.
Penundaan Brexit yang terlalu lama dapat membuka peluang digelarnya referendum kedua dan pemilu sehingga akan memperumit kepemimpinan May. Para pemimpin UE khawatir Brexit tanpa kesepakatan pada Jumat (12/4) akan mengguncang pasar keuangan, merusak perekonomian UE senilai USD16 triliun dan mengganggu perdagangan global.
“Dalam pandangan saya, perpanjangan tidak berdampak banyak. Tidak ada minat untuk kembali ke Dewan Eropa baru setiap enam pekan untuk memutuskan apakah perlu perpanjangan baru,” papar Detlef Seif, deputi juru bicara UE untuk faksi parlemen Merkel.
Para pemimpin UE mempertanyakan kemampuan May meminimalisir dampak buruk Brexit. “Publik lelah dan menunggu Inggris yang belum membuat keputusan tapi apa yang harus dilakukan? Kami tidak ingin menjadi salah satu yang mendorong Inggris terjun di tepi jurang,” uajr seorang diplomat UE.
Para pejabat Prancis menyatakan jika Inggris keluar dari UE maka London tidak boleh terlibat dalam perundingan anggaran UE atau meilih presiden baru komisi eksekutif UE.
Hampir dua pekan setelah Inggris memutuskan meninggalkan UE, May khawatir Brexit mungkin tidak pernah terwujud saat dia harus menyetujui kesepakatan Brexit untuk diratifikasi parlemen yang terpecah.
Setelah janjinya untuk mundur gagal untuk meloloskan kesepakatan Brexit di parlemen, dia menggelar perundingan krisis dengan oposisi Partai Buruh dengan harapan dapat mengatasi kebuntuan di dalam negeri.
Namun saat May tiba di Brussels, dia tampaknya tidak dapat membuat terobosan apapun dengan Partai Buruh. Setelah pertemuan itu, Partai Buruh menyatakan mereka tidak melihat ada perubahan dalam sikap May. (Syarifuddin)
(nfl)