PM Selandia Baru Bersumpah Tidak Akan Sebut Nama Teroris Christchurch
A
A
A
WELLINGTON - Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, bersumpah tidak akan pernah menyebut nama teroris yang menyerang dua masjid di Christchurch.
"Ia berusaha mencari banyak hal dari tindakan terornya, tetapi ada yang terkenal - itu sebabnya Anda tidak akan pernah mendengar saya menyebutkan namanya," kata Ardern dalam pidato penuh emosional di parlemen Selandia Baru.
Penembakan Jumat lalu di dua masjid menewaskan 50 orang dan puluhan lainnya terluka. Warga negara Australia, Brenton Tarrant (28) seorang pendukung supremasi kulit putih, telah didakwa dengan dakwaan pembunuhan.
"Saya mohon, ucapkan nama-nama mereka yang tewas daripada nama orang yang membunuhnya. Dia adalah seorang teroris. Dia adalah seorang kriminal. Dia adalah seorang ekstremis. Tetapi dia akan, ketika saya berbicara, tanpa nama," ujar Ardern seperti dikutip dari BBC, Selasa (19/3/2019).
Dalam pertemuan khusus parlemen, Ardern menggunakan ucapan bahasa Arab Assalamualaikum.
Perdana Menteri Selandia Baru itu meminta platform media sosial untuk berbuat lebih banyak untuk memerangi teror, setelah teroris Christchurch menyiarkan langsung aksi penyerangannya di Facebook.
"Kami tidak bisa hanya duduk dan menerima bahwa platform ini hanya ada dan bahwa apa yang dikatakan pada mereka bukanlah tanggung jawab tempat mereka mempublikasikannya," ucapnya.
"Mereka adalah penerbit. Bukan hanya tukang pos. Tidak mungkin sebuah kasus besar tetapi mereka yang mendapatkan keuntungan tidak bertanggung jawab," imbuhnya.
Ardern juga meyakinkan anggota parlemen bahwa pelaku akan menghadapi hukuman penuh dari hukum. Ia mendorong warga Selandia Baru untuk merespon kesedihan komunitas Muslim pada Jumat ini - yang merupakan hari ibadah umat Islam dan akan menandai satu minggu sejak penembakan.
Di antara 50 orang yang terbunuh di dua masjid selama shalat Jumat minggu lalu adalah migran Muslim, pengungsi dan penduduk dari negara-negara termasuk Pakistan, Bangladesh, India, Turki, Kuwait, dan Somalia.
Polisi Selandia Baru mengatakan bahwa pembunuhnya menggunakan senjata serbu gaya militer dan memanfaatkan modifikasi hukum untuk menjadikannya lebih mematikan.
"Ia berusaha mencari banyak hal dari tindakan terornya, tetapi ada yang terkenal - itu sebabnya Anda tidak akan pernah mendengar saya menyebutkan namanya," kata Ardern dalam pidato penuh emosional di parlemen Selandia Baru.
Penembakan Jumat lalu di dua masjid menewaskan 50 orang dan puluhan lainnya terluka. Warga negara Australia, Brenton Tarrant (28) seorang pendukung supremasi kulit putih, telah didakwa dengan dakwaan pembunuhan.
"Saya mohon, ucapkan nama-nama mereka yang tewas daripada nama orang yang membunuhnya. Dia adalah seorang teroris. Dia adalah seorang kriminal. Dia adalah seorang ekstremis. Tetapi dia akan, ketika saya berbicara, tanpa nama," ujar Ardern seperti dikutip dari BBC, Selasa (19/3/2019).
Dalam pertemuan khusus parlemen, Ardern menggunakan ucapan bahasa Arab Assalamualaikum.
Perdana Menteri Selandia Baru itu meminta platform media sosial untuk berbuat lebih banyak untuk memerangi teror, setelah teroris Christchurch menyiarkan langsung aksi penyerangannya di Facebook.
"Kami tidak bisa hanya duduk dan menerima bahwa platform ini hanya ada dan bahwa apa yang dikatakan pada mereka bukanlah tanggung jawab tempat mereka mempublikasikannya," ucapnya.
"Mereka adalah penerbit. Bukan hanya tukang pos. Tidak mungkin sebuah kasus besar tetapi mereka yang mendapatkan keuntungan tidak bertanggung jawab," imbuhnya.
Ardern juga meyakinkan anggota parlemen bahwa pelaku akan menghadapi hukuman penuh dari hukum. Ia mendorong warga Selandia Baru untuk merespon kesedihan komunitas Muslim pada Jumat ini - yang merupakan hari ibadah umat Islam dan akan menandai satu minggu sejak penembakan.
Di antara 50 orang yang terbunuh di dua masjid selama shalat Jumat minggu lalu adalah migran Muslim, pengungsi dan penduduk dari negara-negara termasuk Pakistan, Bangladesh, India, Turki, Kuwait, dan Somalia.
Polisi Selandia Baru mengatakan bahwa pembunuhnya menggunakan senjata serbu gaya militer dan memanfaatkan modifikasi hukum untuk menjadikannya lebih mematikan.
(ian)