Partisipasi Pemilih Tinggi dalam Referendum Konstitusi Kuba

Selasa, 26 Februari 2019 - 11:21 WIB
Partisipasi Pemilih...
Partisipasi Pemilih Tinggi dalam Referendum Konstitusi Kuba
A A A
HAVANA - Warga Kuba antre di berbagai tempat pemungutan suara pada Minggu (24/2) dalam referendum konstitusi baru yang mendorong perubahan sosial dan ekonomi. Referendum itu juta tetap mempertahankan sistem sosialis satu partai. Di bawah terik matahari dan para pelajar sekolah yang memakai seragam untuk menjaga kotak suara, para pemilih rela antre mengikuti referendum itu.

“Sebanyak 81% dari total 8,7 juta pemilih telah memberikan suara pada pukul 5 sore waktu setempat, sejam sebelum referendum ditutup,” ungkap pernyataan Komisi Pemilu Nasional Kuba, kemarin, dilansir Reuters.

Hasil referendum itu akan segera diumumkan. Tidak ada laporan insiden di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) meski ada beberapa laporan di media sosial bahwa kepolisian menghalangi sekelompok demonstran di timur Kuba dan Havana.

Perdebatan tentang konstitusi itu mendominasi politik Kuba selama beberapa bulan terakhir, saat negara itu mengalami kemandekan ekonomi. Referendum itu pun dibayangi oleh krisis di negara aliansi Kuba, Venezuela, yang membuat Amerika Serikat (AS) campur tangan.

Penasehat keamanan nasional Gedung Putih John Bolton menyebut referendum di Kuba itu sebagai cara rezim Kuba menutupi represi dan tirani.

Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel menyatakan referendum itu digelar saat berbagai kejadian di Venezuela menunjukkan ancaman imperialis yang dihadapi kawasan tersebut. “Hari ini kita akan menang. Ini akan menjadi kemenangan penting bagi Venezuela,” ujar Diaz-Canel saat ikut antre untuk memberikan suara di Havana.

“Saya pikir warga AS telah salah. Rakyat bangkit saat mereka melihat praktek-praktek jahat ini dan menyadari apa yang berada di balik pameran ini,” kata dia.

Mantan Presiden Raul Castro yang tetap menjadi ketua Partai Komunis menjaga tetap tidak terlalu mencolok sebagai bentuk penghormatan pada penggantinya. Castro memberikan suara dan berbincang dengan pelajar sekolah di TPS tapi dia tidak berkomentar pada media.

Beberapa pihak khawatir konstitusi itu membuka jalan bagi pernikahan gay. Gereja Katholik Roma juga mengkritik konstitusi baru tersebut. Oposisi yang berada di dalam dan luar negeri pun menggelar kampanye di media sosial untuk menolak konstitusi baru tersebut. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8032 seconds (0.1#10.140)