AS Tak Akan Biarkan Arab Saudi Membuat Bom Nuklir
A
A
A
WASHINGTON - Seorang wakil pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan Washington tidak membuka pintu bagi Arab Saudi untuk membuat bom nuklir. Washington tidak akan membantu Riyadh mengembangkan teknologi nuklir tanpa ada jaminan bahwa itu hanya akan digunakan untuk keperluan sipil.
Arab Saudi telah menempatkan AS, China, Rusia dan negara lainnya dalam daftar tawaran untuk proyek-proyek tenaga nuklir di negara kaya tersebut. Washington selama ini melihat Riyadh sebagai pelanggan besar keahlian dan perangkat keras nuklir Amerika, tetapi anggota parlemen dari kedua partai politik AS menuntut kesepakatan berdasarkan kontrol yang kuat.
Bab 123 Undang-Undang Energi Atom Amerika Serikat tahun 1954, berjudul "Cooperation With Other Nations" menetapkan perjanjian untuk kerja sama sebagai prasyarat bagi kesepakatan nuklir antara AS dan negara lain mana pun. Di bawah Bab 123 itulah setiap perjanjian nuklir AS dengan Arab Saudi akan melarang rute menuju pembuatan senjata nuklir dengan melarang pengayaan uranium atau pemrosesan ulang plutonium.
Berbicara kepada jurnalis Gamble Hadley dari CNBC di Konferensi Keamanan Munich pada hari Sabtu (16/2/2019), Wakil Menteri Energi AS Dan Brouillette, mengatakan perjanjian seperti itu sangat penting untuk setiap kesepakatan nuklir dengan Riyadh.
"Kami tidak akan membiarkan mereka melewati (Bab) 123 jika mereka ingin memiliki tenaga nuklir sipil yang mencakup teknologi nuklir AS," katanya, yang dilansir Minggu (17/2/2019).
Pejabat energi senior AS itu mengatakan ketika sejumlah negara mengejar teknologi yang lebih ramah lingkungan dan bebas emisi, nuklir harus menjadi bagian dari pembicaraan. Menurutnya, ketika negara-negara tersebut mengejar teknologi energi nuklir, mereka harus melakukannya di bawah rezim AS yang mencegah proliferasi senjata nuklir.
"Seperti yang Anda ketahui, teknologi ini memiliki dua penggunaan dan di tangan yang salah itu menjadi sebuah bahaya, dunia yang yang berbahaya," ujar Brouillette.
Saudi sejauh ini menolak untuk mengesampingkan hak mereka untuk memperkaya uranium untuk membuat senjata nuklir. Negara itu terang-terangan siap membuat senjata nuklir jika rivalnya, Iran, melakukan hal yang sama.
Dalam sebuah wawancara pada bulan Maret di program "60 Minutes" CBS, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman pernah mengatakan bahwa negaranya tidak tertarik mengembangkan senjata nuklir, namun akan mengembangkan kemampuan membuat senjata nuklir jika Iran mengembangkan senjata pemusnah massal tersebut.
Arab Saudi telah menempatkan AS, China, Rusia dan negara lainnya dalam daftar tawaran untuk proyek-proyek tenaga nuklir di negara kaya tersebut. Washington selama ini melihat Riyadh sebagai pelanggan besar keahlian dan perangkat keras nuklir Amerika, tetapi anggota parlemen dari kedua partai politik AS menuntut kesepakatan berdasarkan kontrol yang kuat.
Bab 123 Undang-Undang Energi Atom Amerika Serikat tahun 1954, berjudul "Cooperation With Other Nations" menetapkan perjanjian untuk kerja sama sebagai prasyarat bagi kesepakatan nuklir antara AS dan negara lain mana pun. Di bawah Bab 123 itulah setiap perjanjian nuklir AS dengan Arab Saudi akan melarang rute menuju pembuatan senjata nuklir dengan melarang pengayaan uranium atau pemrosesan ulang plutonium.
Berbicara kepada jurnalis Gamble Hadley dari CNBC di Konferensi Keamanan Munich pada hari Sabtu (16/2/2019), Wakil Menteri Energi AS Dan Brouillette, mengatakan perjanjian seperti itu sangat penting untuk setiap kesepakatan nuklir dengan Riyadh.
"Kami tidak akan membiarkan mereka melewati (Bab) 123 jika mereka ingin memiliki tenaga nuklir sipil yang mencakup teknologi nuklir AS," katanya, yang dilansir Minggu (17/2/2019).
Pejabat energi senior AS itu mengatakan ketika sejumlah negara mengejar teknologi yang lebih ramah lingkungan dan bebas emisi, nuklir harus menjadi bagian dari pembicaraan. Menurutnya, ketika negara-negara tersebut mengejar teknologi energi nuklir, mereka harus melakukannya di bawah rezim AS yang mencegah proliferasi senjata nuklir.
"Seperti yang Anda ketahui, teknologi ini memiliki dua penggunaan dan di tangan yang salah itu menjadi sebuah bahaya, dunia yang yang berbahaya," ujar Brouillette.
Saudi sejauh ini menolak untuk mengesampingkan hak mereka untuk memperkaya uranium untuk membuat senjata nuklir. Negara itu terang-terangan siap membuat senjata nuklir jika rivalnya, Iran, melakukan hal yang sama.
Dalam sebuah wawancara pada bulan Maret di program "60 Minutes" CBS, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman pernah mengatakan bahwa negaranya tidak tertarik mengembangkan senjata nuklir, namun akan mengembangkan kemampuan membuat senjata nuklir jika Iran mengembangkan senjata pemusnah massal tersebut.
(mas)