Respons Cermin untuk AS, Rusia Bikin Rudal Hipersonik Nuklir
A
A
A
MOSKOW - Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan negaranya harus membuat rudal hipersonik berhulu ledak nuklir dan rudal jelajah Kalibr berbasis darat terbaru. Keputusan itu sebagai "respons cermin" terhadap tindakan Amerika Serikat (AS) yang mulai memproduksi bom nuklir baru setelah menarik diri dari Perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987.
Misil hipersonik baru yang diminta Kremlin untuk diproduksi adalah misil berbasis darat dengan jangkauan tembak 500km. Pembuatan diminta dimulai tahun 2020 dan tahun 2021 harus sudah siap dioperasikan.
Pada hari Jumat lalu AS mengonfirmasi telah menangguhkan keikutsertaannya dalam Traktat INF yang telah bertahan selama beberapa dekade. Perjanjian kontrol senjata rudal dan nuklir yang diteken AS dan Uni Soviet dan kemudian dilanjutkan oleh Rusia itu berisi larangan memiliki dan menguji coba rudal jarak menengah yang diluncurkan dari darat dengan jangkauan 310-3.400 mil.
Pemerintah Washington menuduh misil 9M729 Moskow bertentangan dengan perjanjian era Perang Dingin tersebut dan meminta untuk dihancurkan. Namun, Moskow membantah dan menuntut bukti atas tuduhan itu.
Pada hari berikutnya setelah AS menangguhkan kepatuhannya dari Perjanjian INF, Presiden Rusia Vladimir Putin bereaksi dengan mengikuti langkah serupa sepeti yang dilakukan pemerintah Trump.
Putin mengatakan Rusia akan memberikan "respons cermin" terhadap AS dengan terlibat dalam penelitian dan pengembangan untuk teknologi rudal nuklir terbaru. Kendati demikian, dia menjamin Moskow tidak akan terlibat dalam perlombaan senjata yang mahal.
Shoigu, sebagaimana dikutip kantor berita RIA, mengatakan pada Selasa (5/2/2019) bahwa mengingat Perjanjian INF itu tidak lagi diperhatikan, maka menjadi penting bagi Moskow untuk meningkatkan jangkauan sistem rudal daratnya dalam dua tahun ke depan.
"Pada 2019-2020, kita harus mengembangkan versi kompleks Kalibr berbasis laut dengan rudal jelajah jarak jauh, yang terbukti efektif di Suriah. Selama periode yang sama, kita harus membuat kompleks rudal darat dengan misil hipersonik jarak jauh," kata Shoigu.
Keluarga rudal Kalibr berbeda dalam ukuran, platform peluncuran, jangkauan, dan kecepatan. Namun, semuanya dapat membawa hulu ledak konvensional atau pun nuklir.
Angela Kane, seorang peneliti senior di Pusat Perlucutan Senjata dan Non-Proliferasi Wina, mengatakan AS "mematikan" perjanjian kontrol senjata nuklir bilateral itu karena pihaknya memandang perjanjian itu sebagai sesuatu yang membatasinya ketika bersaing dengan rival lain yang muncul.
"Saya menduga di sini, tetapi saya memperkirakan bahwa AS ingin mengembangkan rudal yang juga dapat diarahkan terhadap China atau negara-negara lain seperti Iran atau Korea Utara," katanya pada panel berjudul "Nuclear Brinkmanship" di Forum Ekonomi Dunia di Davos pada Januari lalu.
Kane menambahkan bahwa tanpa Perjanjian INF 1987, banyak rudal nuklir dapat dikerahkan ke wilayah mana pun di seluruh
Misil hipersonik baru yang diminta Kremlin untuk diproduksi adalah misil berbasis darat dengan jangkauan tembak 500km. Pembuatan diminta dimulai tahun 2020 dan tahun 2021 harus sudah siap dioperasikan.
Pada hari Jumat lalu AS mengonfirmasi telah menangguhkan keikutsertaannya dalam Traktat INF yang telah bertahan selama beberapa dekade. Perjanjian kontrol senjata rudal dan nuklir yang diteken AS dan Uni Soviet dan kemudian dilanjutkan oleh Rusia itu berisi larangan memiliki dan menguji coba rudal jarak menengah yang diluncurkan dari darat dengan jangkauan 310-3.400 mil.
Pemerintah Washington menuduh misil 9M729 Moskow bertentangan dengan perjanjian era Perang Dingin tersebut dan meminta untuk dihancurkan. Namun, Moskow membantah dan menuntut bukti atas tuduhan itu.
Pada hari berikutnya setelah AS menangguhkan kepatuhannya dari Perjanjian INF, Presiden Rusia Vladimir Putin bereaksi dengan mengikuti langkah serupa sepeti yang dilakukan pemerintah Trump.
Putin mengatakan Rusia akan memberikan "respons cermin" terhadap AS dengan terlibat dalam penelitian dan pengembangan untuk teknologi rudal nuklir terbaru. Kendati demikian, dia menjamin Moskow tidak akan terlibat dalam perlombaan senjata yang mahal.
Shoigu, sebagaimana dikutip kantor berita RIA, mengatakan pada Selasa (5/2/2019) bahwa mengingat Perjanjian INF itu tidak lagi diperhatikan, maka menjadi penting bagi Moskow untuk meningkatkan jangkauan sistem rudal daratnya dalam dua tahun ke depan.
"Pada 2019-2020, kita harus mengembangkan versi kompleks Kalibr berbasis laut dengan rudal jelajah jarak jauh, yang terbukti efektif di Suriah. Selama periode yang sama, kita harus membuat kompleks rudal darat dengan misil hipersonik jarak jauh," kata Shoigu.
Keluarga rudal Kalibr berbeda dalam ukuran, platform peluncuran, jangkauan, dan kecepatan. Namun, semuanya dapat membawa hulu ledak konvensional atau pun nuklir.
Angela Kane, seorang peneliti senior di Pusat Perlucutan Senjata dan Non-Proliferasi Wina, mengatakan AS "mematikan" perjanjian kontrol senjata nuklir bilateral itu karena pihaknya memandang perjanjian itu sebagai sesuatu yang membatasinya ketika bersaing dengan rival lain yang muncul.
"Saya menduga di sini, tetapi saya memperkirakan bahwa AS ingin mengembangkan rudal yang juga dapat diarahkan terhadap China atau negara-negara lain seperti Iran atau Korea Utara," katanya pada panel berjudul "Nuclear Brinkmanship" di Forum Ekonomi Dunia di Davos pada Januari lalu.
Kane menambahkan bahwa tanpa Perjanjian INF 1987, banyak rudal nuklir dapat dikerahkan ke wilayah mana pun di seluruh
(mas)