Korut: Denuklirisasi Mencakup Menghilangkan Ancaman Nuklir AS
A
A
A
PYONGYANG - Korea Utara menyatakan komitmen pemerintah Kim Jong-un terhadap denuklirisasi semenanjung Korea juga mencakup menghilangkan ancaman nuklir Amerika Serikat (AS) terhadap wilayah Korea. Sikap itu muncul dalam editorial media yang dikelola pemerintah Pyongyang, KCNA, Kamis (20/12/2018).
Komitmen denuklirisasi itu merupakan hasil kesepakatan bersama dalam pertemuan bersejarah antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Singapura, Juni lalu. Dalam kesepakatan itu, AS juga diminta memberikan jaminan keamanan terhadap Pyongyang.
Namun, arti "denuklirisasi" dalam kesepakatan itu dipahami berbeda antara AS dan Korea Utara. Sampai saat ini, negosiasi yang rumit untuk mewujudkan denuklirisasi itu masih diupayakan.
"Ketika kami merujuk ke semenanjung Korea, istilah ini mencakup wilayah DPRK ditambah wilayah Korea Selatan di mana senjata nuklir AS dan bentuk lain dari pasukan agresi dikerahkan," bunyi editorial media tersebut. DPRK adalah singkatan dari nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea.
"Ketika kita mengacu pada 'denuklirisasi Semenanjung Korea', itu harus dipahami dengan benar sebagai penghapusan semua faktor ancaman nuklir dari tidak hanya Korea Utara dan Korea Selatan tetapi dari semua wilayah tetangga," lanjut editorial itu.
Korea Utara menolak seruan Amerika untuk melakukan denuklirisasi secara sepihak. "Washington harus meninggalkan 'delusi' memaksa Pyongyang untuk meninggalkan senjata nuklirnya melalui tekanan dan penindasan," imbuh artikel KCNA, yang dikutip Reuters.
Amerika Serikat telah menegaskan tidak akan mencabut sanksi terhadap Korea Utara sampai kemajuan dibuat terhadap denuklirisasi yang bisa diverifikasi di Korea Utara.
Washington juga menolak setiap saran untuk mengurangi kehadiran militernya di wilayah Korea sebagai bagian dari kesepakatan dengan Pyongyang. Kendati demikian, Trump telah menyatakan bahwa Pentagon akan membatalkan sebagian besar latihan militer terbesarnya dengan Korea Selatan untuk menghormati hasil kesepakatan bersejarah di Singapura.
Definisi pasti dari denuklirisasi kemungkinan akan dipertegas lagi karena Trump mengaku siap untuk bertemu lagi dengan Kim Jong-un pada awal tahun depan.
"Jelas bahwa denuklirisasi semenanjung Korea adalah urusan bersama yang tidak dapat dicapai kecuali jika Korea dan Amerika Serikat berjuang bersama," imbuh editorial KCNA.
"Dalam pengertian ini, denuklirisasi Semenanjung Korea harus didefinisikan sebagai 'sepenuhnya menghilangkan ancaman nuklir AS terhadap Korea' sebelum menghilangkan penangkal nuklir kita."
Amerika Serikat mengerahkan senjata nuklir di Korea Selatan dari tahun 1958 hingga 1991. Setelah senjata itu ditarik, Amerika Serikat tetap komitmen memberikan dukungan "payung nuklir" pada Jepang dan Korea Selatan dengan menggunakan pesawat pembom dan kapal selam di yang berbasis di tempat lain.
Pada jumpa pers di Washington pada hari Selasa, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Robert Palladino mengomentari janji "denuklirisasi semenanjung Korea" yang dibuat Pyongyang.
"Kami fokus pada denuklirisasi Korea Utara," kata Palladino. "Kami tetap yakin dan kami menantikan komitmen yang dibuat oleh Pemimpin Kim dan Presiden Trump."
Komitmen denuklirisasi itu merupakan hasil kesepakatan bersama dalam pertemuan bersejarah antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Singapura, Juni lalu. Dalam kesepakatan itu, AS juga diminta memberikan jaminan keamanan terhadap Pyongyang.
Namun, arti "denuklirisasi" dalam kesepakatan itu dipahami berbeda antara AS dan Korea Utara. Sampai saat ini, negosiasi yang rumit untuk mewujudkan denuklirisasi itu masih diupayakan.
"Ketika kami merujuk ke semenanjung Korea, istilah ini mencakup wilayah DPRK ditambah wilayah Korea Selatan di mana senjata nuklir AS dan bentuk lain dari pasukan agresi dikerahkan," bunyi editorial media tersebut. DPRK adalah singkatan dari nama resmi Korea Utara, Republik Rakyat Demokratik Korea.
"Ketika kita mengacu pada 'denuklirisasi Semenanjung Korea', itu harus dipahami dengan benar sebagai penghapusan semua faktor ancaman nuklir dari tidak hanya Korea Utara dan Korea Selatan tetapi dari semua wilayah tetangga," lanjut editorial itu.
Korea Utara menolak seruan Amerika untuk melakukan denuklirisasi secara sepihak. "Washington harus meninggalkan 'delusi' memaksa Pyongyang untuk meninggalkan senjata nuklirnya melalui tekanan dan penindasan," imbuh artikel KCNA, yang dikutip Reuters.
Amerika Serikat telah menegaskan tidak akan mencabut sanksi terhadap Korea Utara sampai kemajuan dibuat terhadap denuklirisasi yang bisa diverifikasi di Korea Utara.
Washington juga menolak setiap saran untuk mengurangi kehadiran militernya di wilayah Korea sebagai bagian dari kesepakatan dengan Pyongyang. Kendati demikian, Trump telah menyatakan bahwa Pentagon akan membatalkan sebagian besar latihan militer terbesarnya dengan Korea Selatan untuk menghormati hasil kesepakatan bersejarah di Singapura.
Definisi pasti dari denuklirisasi kemungkinan akan dipertegas lagi karena Trump mengaku siap untuk bertemu lagi dengan Kim Jong-un pada awal tahun depan.
"Jelas bahwa denuklirisasi semenanjung Korea adalah urusan bersama yang tidak dapat dicapai kecuali jika Korea dan Amerika Serikat berjuang bersama," imbuh editorial KCNA.
"Dalam pengertian ini, denuklirisasi Semenanjung Korea harus didefinisikan sebagai 'sepenuhnya menghilangkan ancaman nuklir AS terhadap Korea' sebelum menghilangkan penangkal nuklir kita."
Amerika Serikat mengerahkan senjata nuklir di Korea Selatan dari tahun 1958 hingga 1991. Setelah senjata itu ditarik, Amerika Serikat tetap komitmen memberikan dukungan "payung nuklir" pada Jepang dan Korea Selatan dengan menggunakan pesawat pembom dan kapal selam di yang berbasis di tempat lain.
Pada jumpa pers di Washington pada hari Selasa, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Robert Palladino mengomentari janji "denuklirisasi semenanjung Korea" yang dibuat Pyongyang.
"Kami fokus pada denuklirisasi Korea Utara," kata Palladino. "Kami tetap yakin dan kami menantikan komitmen yang dibuat oleh Pemimpin Kim dan Presiden Trump."
(mas)