Bahrain Gelar Pemilu, tapi Oposisi Dilarang Ikut

Sabtu, 24 November 2018 - 16:03 WIB
Bahrain Gelar Pemilu,...
Bahrain Gelar Pemilu, tapi Oposisi Dilarang Ikut
A A A
MANAMA - Bahrain menggelar pemilu parlemen pada hari Sabtu (24/11/2018). Namun, para aktivis menyebutnya sebagai pemilu "lelucon" karena kubu oposisi dilarang berpartisipasi dalam pesta demokrasi tersebut.

Kubu oposisi yang didominasi kaum Muslim Syiah dilarang ikut pemilu di bawah ancaman tindakan keras aparat keamanan. Tindakan ini dianggap sebagai langkah monarki Teluk tersebut untuk meredam perbedaan pendapat.

Para aktivis menyerukan boikot terhadap pemilu yang mereka gambarkan sebagai pemilu "lelucon", yang akan menimbulkan keraguan tentang kredibilitas jajak pendapat tersebut. Pemerintah Bahrain mengklaim pemilu yang digelar demokratis.

Pemungutan suara dibuka pada pukul 08.00 pagi waktu setempat dan dijadwalkan ditutup pada pukul 20.00 malam.

Keluarga Al Khalifa (kubu Muslim Sunni) yang berkuasa di Kerajaan Bahrain telah mempertahankan perselisihan karena oposisi Syiah pernah melancarkan pemberontakan yang gagal pada tahun 2011.

Arab Saudi sebagai sekutu Kerajaan Bahrain mengirim pasukan untuk membantu mengantisipasi pecahnya kerusuhan yang dapat menginspirasi kelompok minoritas Syiah di Saudi.

Riyadh menganggap tetangga, yang tidak memiliki kekayaan minyak seperti negara-negara Teluk lainnya, itu sebagai sekutu penting dalam perang proksi dengan Iran di Timur Tengah.

Bahrain, yang merupakan rumah bagi Armada Kelima Angkatan Laut Amerika Serikat, telah menindak kelompok-kelompok oposisi utama, termasuk melarang anggotanya untuk mencalonkan diri dalam pemilu parlemen. Pemerintah berkuasa juga menuntut sejumlah orang yang kebanyakan adalah aktivis, dalam persidangan massal.

"Jelas, legislatif dari negara-negara demokratis terkemuka di dunia percaya bahwa pemilU yang akan datang di Bahrain tidak memiliki legitimasi. Anda tidak bisa menghancurkan, menyiksa dan memenjarakan seluruh oposisi Anda, menyerukan pemilu semu, dan kemudian menuntut rasa hormat dari masyarakat internasional," kata Sayed Ahmed Alwadaei, direktur Lembaga HAM dan Demokrasi Bahrain (BIRD) yang bermarkas di Inggris.

Pemimpin oposisi Bahrain telah mendapatkan hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan menjadi mata-mata Qatar.

Pemerintah mengatakan 506 kandidat mencalonkan diri dalam pemilu parlemen, termasuk para kandidat perempuan. Jumlah pemilih diperkirakan lebih tinggi daripada pada pemilu 2014 yang sat itu diboikot kelompok oposisi.

Hanya 23, dari 40 anggota parlemen saat ini atau petahana, ikut dalam pemilu hari ini untuk kembali menduduki kursi parlemen.

Kelompok Human Rights Watch mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Manama gagal menciptakan kondisi yang diperlukan untuk pemilu yang bebas dengan "memenjarakan atau membungkam orang yang menantang keluarga yang berkuasa" dan melarang semua partai oposisi.

Al-Wefaq, salah satu kelompok oposisi, mengatakan kebangkitan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, yang juga dikenal sebagai MBS, telah membesarkan otoritas Bahrain dalam penindasan terhadap oposisi. Menurut kelompok itu, perbedaan pendapat ditindak keras, termasuk pencabutan kewarganegaraan para aktivis oposisi.

"Mereka tidak bisa melanjutkan dengan semua tindakan keras tanpa dukungan kuat dari pemerintah Saudi. Mohammed bin Salman hanya mendengarkan kelompok garis keras di keluarga penguasa Bahrain," kata Ali Alaswad, aktivis oposisi Bahrain kepada Reuters.

Ali Alaswad saat ini tinggal di pengasingan di London dan telah dijatuhi hukuman penjara sumur hidup dalam sidang in absentia.

Sementara itu, pemerintah Baharain membantah adanya larangan kebebasan berpolitik di negara tersebut. "Tidak ada yang dilarang mengekspresikan pandangan politik mereka," kata pemerintah melalui seorang juru bicara.

"Bahrain adalah rumah bagi 16 masyarakat politik, yang mayoritas telah mengajukan kandidat untuk pemilu, dan pemerintah sepenuhnya mendukung dialog politik terbuka dan inklusif."

Beberapa kandidat anggota parlemen melalui media sosial mendesak orang-orang Bahrain untuk memberikan suara sebagai tugas patriotik.

"Mereka yang tidak berpartisipasi tidak akan menjadi bagian dari konsensus atau persamaan nasional di Bahrain," kata Ali Al Aradi, Wakil Ketua Parlemen Bahrain.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1181 seconds (0.1#10.140)