Iran Kutuk Sanksi Terbaru AS
A
A
A
TEHERAN - Iran mengutuk putaran baru sanksi Amerika Serikat (AS) yang dikenakan atas tuduhan pendanaan terorisme oleh Teheran.
Pada hari Selasa, Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi yang menargetkan "jaringan internasional" termasuk lima individu dan empat perusahaan. Sanksi tersebut ditujukan untuk menghentikan penjualan minyak ke rezim Assad di Suriah.Baca Juga: Kirim Minyak Ilegal ke Suriah, AS Sanksi Iran dan Rusia
"Mereka yang merancang dan menerapkan sanksi yang sia-sia dan tidak efektif ini tidak akan pernah mencapai tujuan yang mereka inginkan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Qassemi dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Anadolu, Kamis (22/11/2018).
Target dari sanksi itu diduga terdiri dari "jaringan" di mana rezim Iran bekerja bersama-sama dengan perusahaan Rusia untuk memasok rezim Suriah dengan minyak.
Damaskus, pada gilirannya, diduga memfasilitasi transfer ratusan juta dolar kepada Pasukan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC-QF) untuk selanjutnya diberikan ke Hamas dan Hizbullah.
Ketegangan antara Washington dan Teheran telah meningkat sejak Mei lalu, ketika Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik negaranya dari kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan kelompok negara P5 + 1 (lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman).
Kesepakatan itu telah menempatkan pembatasan ketat pada program nuklir Iran dengan imbalan miliaran dolar dalam bantuan sanksi.
Pada bulan Juli, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan niatnya untuk mengurangi pendapatan minyak Iran ke nol. Presiden Iran Hassan Rouhani dengan sigap menanggapi dengan memperingatkan AS atas penghambatan ekspor minyak Iran.
Bulan berikutnya, AS kembali memberlakukan sanksi ekonomi babak pertama terhadap Iran, yang terutama menargetkan sektor perbankan negara itu.
Fase kedua sanksi yang menargetkan sektor energi Iran mulai berlaku pada 5 November, meskipun Washington memberikan keringanan sementara kepada delapan pembeli terbesar minyak Iran - termasuk Turki - selama periode 180 hari.
Pada hari Selasa, Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi yang menargetkan "jaringan internasional" termasuk lima individu dan empat perusahaan. Sanksi tersebut ditujukan untuk menghentikan penjualan minyak ke rezim Assad di Suriah.Baca Juga: Kirim Minyak Ilegal ke Suriah, AS Sanksi Iran dan Rusia
"Mereka yang merancang dan menerapkan sanksi yang sia-sia dan tidak efektif ini tidak akan pernah mencapai tujuan yang mereka inginkan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Qassemi dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Anadolu, Kamis (22/11/2018).
Target dari sanksi itu diduga terdiri dari "jaringan" di mana rezim Iran bekerja bersama-sama dengan perusahaan Rusia untuk memasok rezim Suriah dengan minyak.
Damaskus, pada gilirannya, diduga memfasilitasi transfer ratusan juta dolar kepada Pasukan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC-QF) untuk selanjutnya diberikan ke Hamas dan Hizbullah.
Ketegangan antara Washington dan Teheran telah meningkat sejak Mei lalu, ketika Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik negaranya dari kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan kelompok negara P5 + 1 (lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman).
Kesepakatan itu telah menempatkan pembatasan ketat pada program nuklir Iran dengan imbalan miliaran dolar dalam bantuan sanksi.
Pada bulan Juli, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan niatnya untuk mengurangi pendapatan minyak Iran ke nol. Presiden Iran Hassan Rouhani dengan sigap menanggapi dengan memperingatkan AS atas penghambatan ekspor minyak Iran.
Bulan berikutnya, AS kembali memberlakukan sanksi ekonomi babak pertama terhadap Iran, yang terutama menargetkan sektor perbankan negara itu.
Fase kedua sanksi yang menargetkan sektor energi Iran mulai berlaku pada 5 November, meskipun Washington memberikan keringanan sementara kepada delapan pembeli terbesar minyak Iran - termasuk Turki - selama periode 180 hari.
(ian)