Kapal Perang AS dan China Nyaris Tabrakan, Beijing: Siapa yang Serang?
A
A
A
WASHINGTON - Duta Besar China untuk Amerika Serikat (AS) Cui Tiankai menyindir Washington sebagai "agresor" terkait insiden nyaris tabrakan antara kapal perang kedua negara di Laut China Selatan. Menurutnya, melihat lokasinya sudah jelas siapa yang menyerang dan siapa yang membela diri.
Pada akhir September lalu kapal perang AS, USS Decatur, hampir saja tidak bisa menghindari tabrakan dengan Kapal perusak China, Luyang, di sekitar Kepulauan Spratly, Laut China Selatan.
Dubas Cui mengatakan kapal perang dari negaranya hanya menanggapi intervensi di "depan pintu China". Dalam sebuah wawancara dengan Fox News Sunday, diplomat China itu minta semua pihak melihat jeli lokasi insiden sehingga bisa menilai siapa yang menyerang dan siapa yang membela diri.
"Di mana insiden itu terjadi, Anda benar mengatakannya di Laut China Selatan. Jadi itu di depan pintu China," katanya.
"Ini bukan kapal perang China yang pergi ke pantai California, atau ke Teluk Meksiko. Ini sangat dekat dengan pulau-pulau China dan begitu dekat dengan pantai China. Jadi siapa yang menyerang? Siapa yang membela diri? Ini sangat jelas," ujarnya, yang dilansir Senin (15/10/2018).Baca Juga: Berjarak 45 Meter, Kapal Perang AS dan China Saling Berhadapan di LCS
Pentagon selama ini mengklaim keberadaan kapal-kapal perangnya di Laut China Selatan yang sedang disengketakan itu untuk misi kebebasan bernavigasi di wilayah internasional. Dalam misi itu, AS mendesak China agar mengizinkan kapal perang negara lain untuk melewati perairan teritorial Laut China Selatan.
Pulau-pulau di Laut China Selatan sedang disengketakan oleh China dan sejumlah negara Asia seperti Vietnam, Malaysia, Filipina, Brunei dan Taiwan. Namun, Beijing mengklaim hampir seluruh kawasan tersebut.
Dubes Cui juga mengungkapkan menjelaskan bahwa cara kerja di lingkaran internal Presiden AS Donald Trump bisa sangat membingungkan bagi pejabat diplomatik asing.
"Jujur, saya sudah berbicara dengan duta besar negara lain di Washington, DC, dan ini juga bagian dari masalah mereka. Mereka tidak tahu siapa pembuat keputusan terakhir. Tentu saja, mungkin, presiden akan mengambil keputusan terakhir, tapi siapa yang memainkan peran apa? Kadang-kadang bisa sangat membingungkan," katanya.
Menurut Cui, meskipun hubungan AS-China sedang tegang, dia tetap optimistis tentang pertemuan yang akan datang antara Trump dan Presiden Xi Jinping. Pertemuan diperkirakan akan berlangsung pada November mendatang.
"Ada saling pengertian yang baik dan hubungan kerja yang baik di antara keduanya. Saya berharap dan saya yakin ini akan terus berlanjut," kata diplomat tersebut.
Pada akhir September lalu kapal perang AS, USS Decatur, hampir saja tidak bisa menghindari tabrakan dengan Kapal perusak China, Luyang, di sekitar Kepulauan Spratly, Laut China Selatan.
Dubas Cui mengatakan kapal perang dari negaranya hanya menanggapi intervensi di "depan pintu China". Dalam sebuah wawancara dengan Fox News Sunday, diplomat China itu minta semua pihak melihat jeli lokasi insiden sehingga bisa menilai siapa yang menyerang dan siapa yang membela diri.
"Di mana insiden itu terjadi, Anda benar mengatakannya di Laut China Selatan. Jadi itu di depan pintu China," katanya.
"Ini bukan kapal perang China yang pergi ke pantai California, atau ke Teluk Meksiko. Ini sangat dekat dengan pulau-pulau China dan begitu dekat dengan pantai China. Jadi siapa yang menyerang? Siapa yang membela diri? Ini sangat jelas," ujarnya, yang dilansir Senin (15/10/2018).Baca Juga: Berjarak 45 Meter, Kapal Perang AS dan China Saling Berhadapan di LCS
Pentagon selama ini mengklaim keberadaan kapal-kapal perangnya di Laut China Selatan yang sedang disengketakan itu untuk misi kebebasan bernavigasi di wilayah internasional. Dalam misi itu, AS mendesak China agar mengizinkan kapal perang negara lain untuk melewati perairan teritorial Laut China Selatan.
Pulau-pulau di Laut China Selatan sedang disengketakan oleh China dan sejumlah negara Asia seperti Vietnam, Malaysia, Filipina, Brunei dan Taiwan. Namun, Beijing mengklaim hampir seluruh kawasan tersebut.
Dubes Cui juga mengungkapkan menjelaskan bahwa cara kerja di lingkaran internal Presiden AS Donald Trump bisa sangat membingungkan bagi pejabat diplomatik asing.
"Jujur, saya sudah berbicara dengan duta besar negara lain di Washington, DC, dan ini juga bagian dari masalah mereka. Mereka tidak tahu siapa pembuat keputusan terakhir. Tentu saja, mungkin, presiden akan mengambil keputusan terakhir, tapi siapa yang memainkan peran apa? Kadang-kadang bisa sangat membingungkan," katanya.
Menurut Cui, meskipun hubungan AS-China sedang tegang, dia tetap optimistis tentang pertemuan yang akan datang antara Trump dan Presiden Xi Jinping. Pertemuan diperkirakan akan berlangsung pada November mendatang.
"Ada saling pengertian yang baik dan hubungan kerja yang baik di antara keduanya. Saya berharap dan saya yakin ini akan terus berlanjut," kata diplomat tersebut.
(mas)