Intelijen AS: Putra Mahkota Saudi Pancing Khashoggi Pulang dan Ditahan
A
A
A
WASHINGTON - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman memerintahkan operasi untuk memancing wartawan pengkritik rezim kerajaan, Jamal Khashoggi , pulang ke Saudi dan kemudian ditahan.
Peran putra Raja Salman ini terungkap dari penyadapan intelijen Amerika Serikat (AS) terhadap para pejabat Riyadh yang membahas rencana operasi itu.
The Washington Post, media di mana Khashoggi adalah koresponden dan kolomnisnya, dalam laporannya yang dirilis Kamis (11/10/2018), mengatakan bahwa hasil penyadapan intelijen tersebut adalah bukti lain dari keterlibatan rezim Saudi dalam penghilangan Khashoggi minggu lalu setelah dia memasuki Konsulat Saudi di Istanbul.
Para sumber pemerintah Turki menyatakan tim keamanan Saudi menunggu wartawan itu dan telah membunuhnya. Namun, Riyadh membantah laporan tersebut dan menganggapnya sebagai tuduhan tak berdasar.
Khashoggi yang setahun terakhir tinggal di Virginia, AS, adalah pengkritik pemerintah Saudi, terutama terhadap Putra Mahkota.
Beberapa teman Khashoggi mengatakan bahwa selama empat bulan terakhir, para pejabat senior Saudi yang dekat dengan Putra Mahkota telah menghubungi Khashoggi untuk menawarkan perlindungan kepadanya, dan bahkan pekerjaan level tinggi di pemerintahan, jika dia bersedia pulang ke negara asalnya.
Namun, Khashoggi skeptis terhadap tawaran itu. Dia memberi tahu seorang teman bahwa pemerintah Saudi tidak akan pernah menepati janjinya untuk tidak mencelakakannya.
“Dia berkata; 'Apakah Anda bercanda? Saya tidak mempercayai mereka sedikit pun," kata Khashoggi yang ditirukan Khaled Saffuri, teman yang juga seorang aktivis politik Arab-Amerika.
Menurut Saffuri, percakapannya dengan Khashoggi itu berlangsung pada bulan Mei lalu, beberapa saat setelah wartawan kritis itu menerima panggilan telepon dari Saud al-Qahtani, seorang penasihat istana kerajaan.
Data penyadapan intelijen AS itu memicu spekulasi oleh para pejabat dan analis di beberapa negara bahwa apa yang terjadi di Konsulat Saudi di Istanbul adalah rencana cadangan untuk menangkap Khashoggi.
Seorang mantan pejabat intelijen AS—yang berbicara dengan syarat anonim karena isu ini sensitif—mencatat bahwa rincian operasi itu melibatkan pengiriman dua tim dengan total 15 orang. Dua tim itu menggunakan dua pesawat pribadi yang tiba di Turki.Baca Juga: Wartawan Tukang Kritik Hilang, Saudi Terancam Sanksi AS
Para sumber pemerintah Turki telah menyimpulkan bahwa apa pun maksud dari operasi itu, Khashoggi telah terbunuh di dalam konsulat. Namun, penyidik polisi Turki belum menemukan tubuh wartawan tersebut. Sejauh ini Turki baru merilis rekaman video pengawas yang menunjukkan Khashoggi memasuki konsulat pada sore hari tanggal 2 Oktober. Tidak ada rekaman yang menunjukkan dia pergi dari konsulat.
Sejak hilangnya Khashoggi, administrasi Trump mendapat tekanan dari para senator untuk menekan pemerintah Riyadh untuk bicara tentang keberadaan wartawan tersebut.
Lebih dari 20 senator menginstruksikan Trump untuk memerintahkan penyelidikan atas penghilangan Khashoggi di bawah Global Magnitsky Human Rights Accountability Act (Undang-Undang Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Magnitsky Global). Penerapan UU ini bisa berakhir dengan penjatuhan sanksi bagi para pelaku pembunuhan di luar hukum, penyiksaan atau pelanggaran HAM berat lainnya.
"Sangat jelas bagi saya bahwa sesuatu yang sangat buruk terjadi pada pria ini," kata Senator Lindsey Graham, kepada pada Fox News mengacu pada sosok Khashoggi.
"Jika ini terjadi, jika mereka membunuh jurnalis ini yang bekerja untuk The Washington Post di konsulat di Istanbul, Turki, itu adalah game-changer untuk saya."
Juru bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengatakan Penasihat Keamanan Nasional John Bolton dan Penasihat Senior Presiden Trump; Jared Kushner, telah berbicara kepada Putra Mahkota Saudi tentang nasib Khashoggi.
Menteri Luar Negeri Michael Pompeo juga menghubungi Putra Mahkota untuk mengulangi permintaan AS soal informasi dan penyelidikan yang menyeluruh dan transparan. Pada hari Rabu, juru bicara Departemen Luar Negeri Robert Palladino mengatakan bahwa AS tidak tahu tentang hilangnya Khashoggi.
Peran putra Raja Salman ini terungkap dari penyadapan intelijen Amerika Serikat (AS) terhadap para pejabat Riyadh yang membahas rencana operasi itu.
The Washington Post, media di mana Khashoggi adalah koresponden dan kolomnisnya, dalam laporannya yang dirilis Kamis (11/10/2018), mengatakan bahwa hasil penyadapan intelijen tersebut adalah bukti lain dari keterlibatan rezim Saudi dalam penghilangan Khashoggi minggu lalu setelah dia memasuki Konsulat Saudi di Istanbul.
Para sumber pemerintah Turki menyatakan tim keamanan Saudi menunggu wartawan itu dan telah membunuhnya. Namun, Riyadh membantah laporan tersebut dan menganggapnya sebagai tuduhan tak berdasar.
Khashoggi yang setahun terakhir tinggal di Virginia, AS, adalah pengkritik pemerintah Saudi, terutama terhadap Putra Mahkota.
Beberapa teman Khashoggi mengatakan bahwa selama empat bulan terakhir, para pejabat senior Saudi yang dekat dengan Putra Mahkota telah menghubungi Khashoggi untuk menawarkan perlindungan kepadanya, dan bahkan pekerjaan level tinggi di pemerintahan, jika dia bersedia pulang ke negara asalnya.
Namun, Khashoggi skeptis terhadap tawaran itu. Dia memberi tahu seorang teman bahwa pemerintah Saudi tidak akan pernah menepati janjinya untuk tidak mencelakakannya.
“Dia berkata; 'Apakah Anda bercanda? Saya tidak mempercayai mereka sedikit pun," kata Khashoggi yang ditirukan Khaled Saffuri, teman yang juga seorang aktivis politik Arab-Amerika.
Menurut Saffuri, percakapannya dengan Khashoggi itu berlangsung pada bulan Mei lalu, beberapa saat setelah wartawan kritis itu menerima panggilan telepon dari Saud al-Qahtani, seorang penasihat istana kerajaan.
Data penyadapan intelijen AS itu memicu spekulasi oleh para pejabat dan analis di beberapa negara bahwa apa yang terjadi di Konsulat Saudi di Istanbul adalah rencana cadangan untuk menangkap Khashoggi.
Seorang mantan pejabat intelijen AS—yang berbicara dengan syarat anonim karena isu ini sensitif—mencatat bahwa rincian operasi itu melibatkan pengiriman dua tim dengan total 15 orang. Dua tim itu menggunakan dua pesawat pribadi yang tiba di Turki.Baca Juga: Wartawan Tukang Kritik Hilang, Saudi Terancam Sanksi AS
Para sumber pemerintah Turki telah menyimpulkan bahwa apa pun maksud dari operasi itu, Khashoggi telah terbunuh di dalam konsulat. Namun, penyidik polisi Turki belum menemukan tubuh wartawan tersebut. Sejauh ini Turki baru merilis rekaman video pengawas yang menunjukkan Khashoggi memasuki konsulat pada sore hari tanggal 2 Oktober. Tidak ada rekaman yang menunjukkan dia pergi dari konsulat.
Sejak hilangnya Khashoggi, administrasi Trump mendapat tekanan dari para senator untuk menekan pemerintah Riyadh untuk bicara tentang keberadaan wartawan tersebut.
Lebih dari 20 senator menginstruksikan Trump untuk memerintahkan penyelidikan atas penghilangan Khashoggi di bawah Global Magnitsky Human Rights Accountability Act (Undang-Undang Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Magnitsky Global). Penerapan UU ini bisa berakhir dengan penjatuhan sanksi bagi para pelaku pembunuhan di luar hukum, penyiksaan atau pelanggaran HAM berat lainnya.
"Sangat jelas bagi saya bahwa sesuatu yang sangat buruk terjadi pada pria ini," kata Senator Lindsey Graham, kepada pada Fox News mengacu pada sosok Khashoggi.
"Jika ini terjadi, jika mereka membunuh jurnalis ini yang bekerja untuk The Washington Post di konsulat di Istanbul, Turki, itu adalah game-changer untuk saya."
Juru bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengatakan Penasihat Keamanan Nasional John Bolton dan Penasihat Senior Presiden Trump; Jared Kushner, telah berbicara kepada Putra Mahkota Saudi tentang nasib Khashoggi.
Menteri Luar Negeri Michael Pompeo juga menghubungi Putra Mahkota untuk mengulangi permintaan AS soal informasi dan penyelidikan yang menyeluruh dan transparan. Pada hari Rabu, juru bicara Departemen Luar Negeri Robert Palladino mengatakan bahwa AS tidak tahu tentang hilangnya Khashoggi.
(mas)